blank
Ilustrasi

blankDUA PULUH tahun lalu ada dukun sunat ditemukan meninggal akibat tusukan senjata tajam. Kejadian itu membuat kaget warga. Ketika kasusnya ditangani kepolisian, pihak keluarga  menempuh cara lain, yaitu mendatangi sesepuh (paranormal) agar pelakunya segera  tertangkap.

Oleh sesepuh, mereka disarankan menjalani laku batin. Setelah itu terjadi keajaiban. Pada acara tahlil malam kelima, cucu korban bertingkah aneh. Dia ngoceh sambil menuding tetangganya, “Buat apa ikut tahlil, kamu yang membunuh mbah saya.”

Warga pun tercengang. Tentu saja yang dituding menolak tuduhan itu, apalagi secara hukum kesaksian anak tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Namun beda lagi dengan keluarga dan sebagian warga.

Walau secara hukum informasi dari anak kecil itu “tidak laku” namun bagi orang Jawa, fenomena itu dijadikan petunjuk atau “bukti nonformal” yang bisa dikembangkan.

Caranya, keluarga korban yang anggota kepolisian mengembangkan informasi mistis itu melalui pendekatan ilmiah. Warga yang berprofesi sebagai tukang kayu yang dituding anak saat tahlil itu disuruh pasang kaca jendela.

Bermodal sidik jari yang menempel pada kaca, petugas lalu mengembangkan penyelidikan, dan ternyata ada kesamaan antara sidik jari pada gagang golok. Berdasarkan bukti itu, tukang kayu mengaku melakukan pembunuhan karena ingin menguasai uang hasil sewa lahan tebu.

Ada perbedaan mendasar antara metode metafisik dengan penyelidikan formal. Tentu saja metode metafisis itu bisa diterima jika bersinergi dengan disiplin ilmu lain yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Metode metafisis tidak bisa berdiri sendiri. Dalam kasus ini, igauan anak kecil tidak bisa dijadikan alat bukti, namun ketika setitik informasi itu dikembangkan kemudian disinkronkan dengan metode ilmiah (sidik jari), maka kebenarannya bisa diterima.

Ilham Tak Sengaja

Saya pernah mengalami peristiwa saat ada warga sering kehilangan baju saat dijemur. Ketika warga mulai resah, disaat saya mengantuk, tiba-tiba terlihat sosok warga berwajah sangar, berkulit hitam berambut lurus kemerah.

Saya lalu menemui kepala desa, menyampaikan bayang sosok wajah yang mengikuti kemanapun saya pergi. “Mas, jangan-jangan ini petunjuk Tuhan,” ujar Pak Kades.

Wajah yang muncul dalam bayang itu belum pernah saya kenal. Dia berkulit hitam, rambut lurus, mata liar dan bertubuh tinggi besar. Informasi itu lalu dijadikan bahan penyelidikan.

Caranya, bekas telapak kaki pada tanah basah pada tempat kejadian perkara itu berukuran, 29 cm, menunjukkan pelakunya bertubuh  tinggi. Kades kemudian mendatangi kediaman warga yang punya ciri seperti yang ada dalam bayangan itu.

Dalihnya akan ada pembagian sepatu bagi calon anggota Hansip. Setelah dipastikan ukurannya sama, ada tim yang diam-diam membantu aparat desa melihat lemarinya, dan benar di situ ditemukan koleksi sprei. Berdasarkan bukti itu dia  mengakui perbuatannya.

Kisah lain terjadi pada tahun 1977. Warga tetangga wilayah ditemukan meninggal dengan kondisi mengenaskan. Pihak keluarga korban lalu mendatangi orang pintar. Melalui perantaraan setetes darah korban, terjadi dialog antara arwah korban dengan sesepuh.

Karena etika yang berlaku tidak boleh menyebut nama pelaku secara gamblang, sesepuh itu menyebut tiga huruf nama pelaku :  yang awal, tengah dan yang akhir. Ciri-ciri  pelaku, lokasi persembunyian dan latar belakang pembunuhan dijelaskan. Informasi itu lalu disampaikan lalu dikembangkan.

Versi Madura dan Anjang Kumayan

Sebenarnya, kerjasama antara petugas dan spiritualis itu sudah ada sejak dulu. Dalam buku KH Bahaudin Mudhary Menjelajah Angkasa Luar (Analisa Metafisika Al Mikraj) terbitan Pustaka Progresif, Surabaya, menulis terungkapnya kasus pembunuhan di Madura yang melibatkan ahli ilmu batin dengan menghadirkan arwah korban pembunuhan yang didatangkan pada suatu majlis.

Proses memanggil arwah itu mirip  para sesepuh Jawa zaman dulu yang sering dimanfaatkan untuk mengungkap kasus pembunuhan dengan  membangkitkan arwah korban yang kemudian menampakkan diri dalam bentuk  jasad terakhir menjelang lepasnya nyawa.

Terkadang ada juga yang dialami petugas saat dihadapkan dengan tindak pidana yang tidak ada petunjuk, misalnya sidik jari, hingga diperlukan insting dan intuisi yang kuat.

Selain keberhasilan memanfaatkan metode metafisik, sering ditemui kegagalan karena bertemu orang yang bukan ahlinya. Misalnya, petugas dimintai sarat sesajen, ayam cemani dan candu, dsb.

Mereka ritual ke kuburan dan bertanya kepada arwah yang sudah mati. Dukun membakar candu lalu tubuhnya bergetar dan berkata, “takut, takut, takut.” Saat ditanya “siapa yang membunuh?” dijawab sama, “takut, takut…” Dia lalu berkata kalau arwahnya masih gentayangan.

Pengungkapan secara metafisik tidak bisa membantu langsung, hanya sebatas petunjuk awal. Karena itu, ilmu apapun jenis atau alirannya, bisa saja digunakan untuk pengungkapan  kasus kejahatan.  Tergantung bagaimana meramu berbagai konsep hingga ketemu “adonan” yang mujarab.

Masruri, penulis buku, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Siarahan Cluwak, Pati