Oleh: Muamar Riza Pahlevi
SETIAP gelaran Pemilu dan Pilkada, kaum perempuan selalu menjadi rebutan partai politik beserta calon anggota legislatifnya serta pasangan calon. Betapa tidak, suara perempuan ini paling konsisten, dan partisipasinya lebih tinggi dibandingkan suara laki-laki.
Suara perempuan ini cukup seksi bagi mereka yang yang tahu data pemilih, dan tahu peta politiknya. Namun, apakah suara perempuan ini sudah diperhatikan oleh mereka yang sudah terpilih? Pertanyaan ini patut diajukan jelang Hari Ibu, yang diperingati setiap tanggal 22 Desember.
Perempuan dan ibu ini memang saling terkait, di mana seorang ibu pasti perempuan. Posisi dan peran ibu dalam segala bidang kehidupan begitu nyata, termasuk dalam bidang politik. Bahkan Tuhan pun memosisikan ibu sebagai salah satu pintu surga bagi orang-orang yang beriman.
Dalam kehidupan keluarga pun, ibu mempunyai peran yang sangat sentral dan tidak tergantikan oleh siapa pun. Lantas bagaimana suara perempuan dalam bidang politik ini, apakah sudah mendapat posisi yang selayaknya?
Melihat hasil Pemilu 2019 yang lalu di Kabupaten Brebes, suara kaum perempuan mencapai 76,35 persen dari jumlah pemilih perempuan. Ini lebih tinggi dibandingkan pemilih laki-laki, yang hanya 65,67 persen saja.
Fakta ini menunjukkan, bahwa pemilih perempuan ini cukup konsisten dan dapat diandalkan untuk meraup suara yang cukup besar. Namun ternyata suara perempuan yang lebih tinggi ini, tidak berhasil mendudukkan caleg-caleg perempuan secara maksimal. Hanya ada delapan caleg yang berhasil duduk di DPRD Kabupaten Brebes pada Pemilu 2019.
Dalam Pemilihan Bupati Brebes, baik tahun 2012 maupun 2017, apakah suara kaum perempuan berperan dalam kemenangan pasangan Idza-Narjo? Seperti diketahui, Idza Priyanti yang berpasangan dengan Narjo, berhasil memenangkan dua pertandingan Pilbup Brebes pada 2012 dan 2017.
Dengan menggunakan slogan ‘wadon bae’ dalam kampanyenya, pasangan Idza-Narjo pada Pilbup 2012 berhasil meraih 51,8 persen dan pada Pilbup 2017 dia menang dengan 67,9 persen. Belum ada penelitian maupuan catatan resmi, berapa persen suara perempuan yang masuk ke pasangan Idza Narjo.
* * * * *
Terlepas dari fakta-fakta tersebut, apakah para caleg yang sudah duduk di DPRD maupun bupati dan wakil bupati terpilih, sudah memuliakan kaum perempuan? Apakah kebijakan-kebijakan yang dibuat sudah berpihak kepada kaum perempuan? Apakah suara kaum perempuan selama ini sudah didengar dengan serius? Bagaimana nasib kaum perempuan di Kabupaten Brebes, yang menurut berita masuk kategori miskin ekstrem? Berapa persen faktor perempuan dalam menyumbangkan kemiskinan ekstrem tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab oleh mereka yang telah dipilih, khususnya suara kaum perempuan. Harus ada penelitian dan bukan hanya sekadar kegiatan yang mercusuar saja, tanpa menyentuh kehidupan perempuan secara langsung.
Hal ini harus dilihat secara detail, agar dalam penanganannya tepat sasaran dan menyelesaikan apa yang dibutuhkan kaum perempuan. Dinas dan instansi terkait harus mampu membuat terobosan yang kreatif dan solutif, dalam upaya mengatasi hal ini.
Contoh lainnya adalah, Angka Kematian Ibu (AKI) hamil, melahirkan dan nifas cenderung meningkat. Dari data yang ada, tahun 2019 tercatat sebanyak 37 orang. Kemudian 2020 bertambah menjadi 62 orang, dan 2021 naik lagi menjadi 95 orang.
Jika melihat fakta ini, maka para pemegang kebijakan di Kabupaten Brebes dinyatakan gagal melindungi ibu hamil dan melahirkan.
Masalah ini bukan hanya masalah bupati saja, tetapi semua pengambil kebijakan yang ada di Pemkab Brebes, termasuk DPRD. Sampai sejauh mana fungsi pengawasan, fungsi budgeting dan fungsi legislasi yang dimiliki DPRD dalam upaya menangani masalah ini? Bukan hanya sekadar menyebutkan sebab utama tingginya AKI ini, tapi seharusnya membuat kebijakan sebagai antisipasi untuk menekan kasus tersebut.
Ini hanya sebagai contoh, salah satu kebijakan yang memuliakan kaum perempuan, yang telah memberikan suaranya pada saat Pemilu atau Pilkada.
* * * * *
Bupati sebagai kepala di bidang eksekutif, tentu bisa meminta kepada dinas terkait, untuk membuat kebijakan yang mampu mengantisipasi tingginya AKI. Misalnya dengan membuat aplikasi, sebagai alat kontrol bagi ibu hamil yang ada. Puskesmas, rumah sakit, bidan, pemerintah desa dan instansi terkait, harus mempunyai data yang valid terkait dengan konidisi ibu hamil yang ada di Kabupaten Brebes.
Sebelum persalinan berlangsung, dinas terkait itu sudah melakukan langkah-langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya kematian terhadap ibu hamil dan melahirkan.
Terhadap kondisi ibu hamil yang diketahui kandungannya lemah, rumah sakit atau puskesmas sudah menyiapkan langkah-langkah yang terbaik untuk menghindari terjadi kematian ibu dan anak yang dilahirkan tersebut.
Misalnya dengan menyiapkan rujukan ke rumah sakit yang representatif dan mampu menangani kasus tersebut. Bukan dibiarkan persalinan di puskesmas saja, yang tidak lengkap sarana dan prasarananya, serta tidak mempunyai kemampuan teknis tersebut.
Dengan beberapa kasus tersebut, langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, baik bupati maupun DPRD adalah bentuk memuliakan suara kaum perempuan.
Jadi tidak hanya saat Pemilu maupun Pilkada suara perempuan didengar dan diminta untuk memilihnya saja, namun kemudian harus diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan memuliakan perempuan itu.
Sehingga peringatan Hari Ibu bukan hanya sekadar upacara seremonial, tetapi juga bagaimana memuliakan suara kaum perempuan.
— Muamar Riza Pahlevi, Ketua KPU Kabupaten Brebes —