Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
Koran nasional, pada Sabtu, 13 November 2021 lalu, memasang judul besar di halaman depan kanan atas “Mandalika Siap Membuka Mata Publik Dunia.” Mereka yang selama ini belum terbelalak, saatnyalah kini terbelalak.
Mengapa? Mandalika yang baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, adalah sebuah sirkuit internasional yang sangat prestisius. Luas seluruh areal itu ada 1.035,67 hektare, langsung menghadap samudra Hindia, memiliki 17 tikungan dengan 40 garasi, sedang panjangnya 4.31 kilometer.
Sirkuit itu mampu menampung seluruhnya 195.700 orang, dan tempat duduk yang tersedia untuk 50.000 orang. Aspal yang dipakai pun didatangkan dari Inggris. Dan tidak berapa lama lagi, sirkuit itu sudah akan dipakai untuk WSBK 2021; dan tahun 2022 akan dihelat Motor GP yang sangat-sangat bergengsi itu.
Mengulang apa yang berulang-ulang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo, Negara kita itu Negara amat besar dan amat kaya; maka sangat wajar apabila Negara RI ini memiliki sirkuit sebesar Mandalika ini. Dalam bahasa Jawa, fakta semacam ini disebut sembada, dan karena itu ke depannya kita harus sembada terus dan terus.
Mandalika, – dalam bahasa Jawa ditulis Mandhalika – , memiliki beberapa arti, yaitu (1) sebutan atau jabatan seperti adipati atau gubernur; (2) nama pohon yang dalam bahasa Latinnya berbunyi Artocarpus rigida.
Dalam bahasa Jawa, mandhalika bermakna sebagai lemah gadhuhan, yaitu tanah milik orang kaya (yang berhektare-hektare itu) sebagiannya dipinjamkan kepada orang lain untuk digarap. Gadhuh itu artinya orang diberi hak menggarap tanah dengan luas tertentu, dan untuk beberapa waktu orang itu berhak menggarapnya. Hasil panen atas penggarapan itu nanti dibagi sesuai kesepakatan antara si tuan tanah dengan pihak penggarap.
Berdampak Baik
Dalam konteks sirkuit Mandalika di NTB, makna lemah gadhuhan ini dapatlah dijadikan sebagai bahan pemikiran ke depannya. Maksudnya, sirkuit internasional itu pasti boleh dikatakan sebagai “sirkuit gadhuhan” yakni pasti dananya dipinjami atau berasal dari “orang kaya” dan hasilnya kelak dibagi sesuai dengan kesepakatan.
Arti lebih lanjut ialah, sebagai lemah gadhuhan, sirkuit Mandalika harus benar-benar digarap dengan baik agar menghasilkan secara optimal dan baik; dan kelak hasil baik itu dapat dibagi dengan baik juga, serta membawa dampak baik bagi masyarakat NTB utamanya, dan masyarakat Indonesia lainnya.
Baca Juga: Bandhang
Mandhalika juga nama pohon, yang tentu saja dapat bermakna betapa pohon itu membawa serta keteduhan/kesejukan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sirkuit internasional Mandalika selayaknya berhasil menciptakan keteduhan, kesejukan dan jangan sebaliknya akan menimbulkan suasana panas ke depannya. Ini harapan yang sangat wajar dan mendasar.
Selamat datang sirkuit internasional Mandalika, selamat berkiprah secara internasional dan membawa dampak baik demi kesejahteraan hidup bersama.
(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan )