blank
Pemilik Grafika Grup Gombong, Kebumen, Liem Koeswintoro.(Foto;SB/Ist)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Kabar duka datang dari Kota Gombong, Kebumen. Koeswintoro, tokoh pengusaha keturunan yang nasionalis, peduli dan aktif di berbagai ormas itu telah berpulang di usia ke-76 pada Jumat (1/10), karena sakit jantung.

Tagar di grup media sosial di Kebumen pun langsung ramai ucapan duka cita dari berbagai tokoh. Lelaki yang juga memiliki nama Liem Tiong Hoo tersebut meninggal pada Pukul 05.30 di Hari Kesaktian Pancasila. Menderita sakit sejak enam tahun terakhir dan kerap berobat ke Singapura.

Namun semangat pria yang supel dan memilik kepedulian pada persoalan kebangsaan, budaya hingga bisnis wisata itu seolah tak pernah pudar dan mengalahkan rasa sakitnya. Pak Liem, begitu kami akrab memanggil, bersahabat dengan semua kalangan. Bahkah relasinya sangat lengkap.

Dekat dengan semua birokrat, sipil-militer, anak muda, ormas, pers dan wong cilik. Sikapnya terbuka. Kritis namun berwawasan luas serta suka menolong siapa pun, menjadi ciri khasnya. Pendeknya, siapa yang datang meminta bantuan, akan ditolong semampunya.

Pria yang lahir di Gombong itu kepada SuaraBaru.id. beberapa tahun lalu mengaku lahir di Gombong dan jika meninggal ingin dimakamkan di Gombong pula. Sebagai bukti cinta pada negeri ini, semasa muda pernah menjadi anggota TNI AL alias KKO.  Namun karena cedera kaki akhirnya mundur dan memilih melanjutkan profesi sebagai pengusaha.

Di kota kelahirannya dia merintis bisnis dari usaha percetakan Grafika di Jalan Kantor Pos No 2 Gombong. Berkat kegigihannya mengelola usaha percetakan dan luasnya pergaulan, usahanya semakin berkembang. Bahkan memiliki jaringan pelanggan Dinas Pendidikan se Jateng.

Pak Liem pun mengembangkan sayap bisnis di bidang hotel dengan mendirikan Hotel dan Restoran Grafika di Jalan Yos Sudarso, Gombong. Usaha ini pun terus berkembang. Apalagi Gombong menjadi kota transit di Jateng selatan atau tempat rehat bagi mereka yang bepergian jarak jauh.

Mau Melayani Pelanggan

Sukses mengembangkan bisnis rumah makan dan hotel berkat keuletan dan kekompakan pak Liem dan istrinya. Ibarat suami istri ini saling mengisi. Tak segan, saat ramai pelangggan, Pak Liem mau turun tangan membantu istrinya melayani tamu yang datang ke restonya.

Bahkan naluri bisnis pak Liem makin berkembang. Ia yang lama menjadi ketua PHRI Kebumen itu mendirikan rumah makan di kawasan wisata strategis di Kalasan Yogyakarta. Selanjutnya juga membuka usaha sejenis di dekat Pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Berkat jalinan relasinya dengan berbagai kalangan, pak Liem bisa melebarkan usahanya  membuka lahan wisata dan rest area di Tabanan, Bali.

Namun Pak Liem belum puas. Ia masih mampu mengembangkan bisnis makanan dan kuliner melalui anaknya di Denpasar Bali. Suatu ketika penulis sempat bareng dengan Pak Liem ke Bali naik satu mobil. Kala itu Bagian Humas Pemkab Kebumen mengajak wartawan studi wisata melalui biro perjalanan milik Grafika Grup.

Nah begitu tahu penulis turut dalam rombongan, pak Liem pun tertarik ikut. Saya beruntung diajak naik mobil pribadi dari Gombong sampai Bali.Tentu saya tak melewatkan kesempatan berguru dan wawancara banyak hal. Saya seolah menimba ilmu kepada Pak Liem yang kaya ilmu bisnis dan pandangan politik.

Di masa tuanya Pak Koeswintoro masih melebarkan sayap bisnis membuka rest area dan rumah makan di Cikole, Jawa Barat. Bahkan di senja kehidupannya masih punya kepedulian di bidang wisata budaya lokal. Yakni mengembangkan kawasan wisata dan sanggar sastra Panginyongan di Curuk Cipendok, Kecamatan Cilongok, Banyumas, seluas 5 hektare. Ia menggandeng budayawan Ahmad Tohari dan Hadi Supeno.

Di bidang politik, pak Liem dikenal sangat nasionalis dan cermat membaca peta politik nasional. Saat Orde Baru berkuasa, aktif  mendukung Golkar. Juga aktif di penasihat ormas Pemuda Pancasila. Namun begitu era reformasi dengan cepat mendukung gerakan reformis di Kebumen. Bahkan ikut mendorong Rustriningsih muda melawan rezim menggulingkan PDI Suryadi.

Pergaulannya sangat luas dan bisa dekat dengan hampir semua pejabat dan kalangan muda di Kebumen. Rasa humornya yang tinggi ditambah enak diajak bicara, membuat lawan bicara betah ngobrol. Saat sering berobat ke Singapura, penulis meledek,”wah uangnya banyak Pak Liem?”

Pak Liem dengan nada datar menjawab sembari tertawa,”Saya tidak tidur di hotel mas. Sambil kontrol, nengok anak yang bisnis katering bagi mahasiswa asal Indonesia. Numpang anak yang jualan nasi,”tukas Pak Liem merendah.

Di hari lain saya telepon mau bertemu. Dengan nada ramah menjawab. Saya kaget di baliki telepon ada suara Yasinan. Saya tanya, sedang Yasinan Tahlil pak?. Beliau mengiyakan, kakak kandungnya di Belanda meninggal. Selain membaca Kitab injil, rupanya di rumah juga menggelar Yasinan.

Selamat jalan Pak Liem Koeswintoro. Panjenenengan orang baik. Berpulang di Hari Jumat dan di Hari Kesaktian Pancasila.

Komper Wardopo, jurnalis Suarabaru.id dan staf pengajar IAINU Kebumen.