Oleh : Aliva Rosdiana, M.Pd
Idul Fitri berasal dari bahasa Arab yaitu id dan fitri. Id berasa dari kata ya’uudu artinya kembali. Dikatakan id karena hari raya yang terjadi berulang-ulang. Sedangkan kata fitri berasal dari kata afthara/ yufthiru artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Maka dari itu, di Hari Raya Idul Fitri, umat Islam diperintahkan untuk berbuka dan tidak lagi berpuasa di bulan Ramadan.
Rasulullah SWA bersabda: “Hari berbuka (pada hari raya 1 syawal) adalah hari di mana kalian semua berbuka” (HR. Turmudzi 697, Abu Daud 2324, dan dishahihkan Al-Albani). Sehingga Idul Fitri sendiri memiliki makna atas tujuan yang dicapai umat muslim yaitu kewajiban puasa yang telah dilampauinya sebagai bukti ketakwaan kepada Allah SWT.
Adapun kata fitri dari kata ifthar yang berarti buka puasa untuk makan, sesuai dengan hadist Nabi SAW: “Dari Anas bin Malik: tak sekali pun Rasulullah SAW pergi (untuk salat) pada hari raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya.”
Dalam riwayat lain juga mengatakan: “Nabi SAW makan kurma dalam jumlah ganjil.” (HR. Bukhari). Selain itu, kata fitri juga berarti suci, yaitu bersih dari segala dosa seperti bayi yang baru lahir tanpa dosa.
Dalam hadist Muttafaq ‘Allayh dikatakan bahwa “barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan dasar iman dan hanya semata-mata mengharap ridho Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Lebar dan Lebur
Dalam bahasa Jawa, Idul Fitri dinamakan Lebaran yang artinya lebar (umat muslim telah selesai menunaikan kewajiban puasa di bulan Ramadan), lebur (menghilangkan dosa), luber (berlimpah pahala serta keberkahan dari Allah SWT), dan labur (bersih tanpa dosa).
Momentum ini menyempurnakan umat Muslim dalam hubungan vertika kepada Allah SWT atas ketakwaannya dan hubungan horizontal dengan sesama manusia yang baik.
Dalam hal ini, Idul Fitri mengandung hikmah yang sebenarnya bahwa seorang muslim kembali ke fitrahnya dengan sikap sesuai dengan yang dilaksanakannya di bulan Ramadan yaitu: istiqomah dengan memegang teguh agama tauhid yaitu Islam, selalu berperilaku dan berkata yang benar, dan berlaku sebagai abid yaitu hamba Allah yang selalu patuh kepada perintah Allah SWT.
Maka, kesempurnaan Idul Fitri yang sesungguhnya ada pada hubungan manusia secara vertikal untuk selalu berpegang pada tauhid dan mematuhi perintah Allah serta hubungan manusia secara sosial dengan bermaaf-maafan sebagai peleburan dosa untuk kembali suci.
Semoga di hari nan suci ini, kita semua menjadi sosok manusia yang terlahir kembali dan dosa-dosa kita di masa lalu diampuni Allah SWT. (*)
Penulis adalah Dosen Unisnu Jepara