Oleh: Mubarok MSi
BULAN Ramadan 1442 H sudah memasuki sepertiga akhirnya. Bulan yang penuh keberkahan ini segera berganti dengan riuh perayaan Idul Fitri, pada tanggal 1 Syawal. Bulan Ramadan sejatinya adalah bulan belajar bagi segenap umat Islam, menuju pribadi yang taqwa.
Buah dari proses belajar tersebut akan nampak pada sebelas bulan berikutnya, setelah Ramadan. Sifat taqwa dalam wujud menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Azza Wa Jalla adalah buah yang harus nampak dalam sebelas bulan setelah Ramadan.
Dalam sebuah Hadits Sahih Rasulullah bersabda: Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga (HR Thobroni).
BACA JUGA: Biaya Pendidikan Menjadi Masalah Klasik di Indonesia
Orang-orang yang tidak mendapatkan pahala puasa di antaranya adalah; yang tetap berkata dusta, berkata sia-sia, memfitnah, adu domba, menyia-nyiakan waktu untuk hal tidak bermanfaat, dan tetap bermaksiat selama Ramadan.
Pesan ini selalu diulang-ulang oleh Rasulullah SAW kepada umatnya, agar puasa mereka tidak sia-sia. Setelah beliau meninggal, maka pesan ini selalu disampaikan oleh generasi sahabat, sampai dengan para ulama kita sekarang.
Pada era digital sekarang ini, tantangan umat Islam dalam menjaga kualitas puasanya semakin kompleks. Kehadiran media sosial ibarat dua keping mata uang. Satu sisi punya potensi untuk banyak kebaikan, di sisi lain berpotensi untuk menimbulkan keburukan.
BACA JUGA: Menjadi Kartini Tangguh pada Masa Pandemi
Hasil survey dari Global Web Index 2020 menunjukkan, bahwa motivasi utama manusia Indonesia menggunakan media sosial adalah untuk mengisi waktu luang, berjejaring dengan orang lain, mencari konten hiburan, berbagi foto dan video.
Aktivitas yang banyak dilakukan ketika mengisi waktu luang di media sosial adalah, mengecek status teman, memosting aktivitas, berbagi informasi, berkomentar di akun orang lain, mencari informasi tentang sesuatu atau seseorang sedetail mungkin dan berniaga.
Beragam aktivitas tersebut tentunya tidak salah. Hanya saja seringkali kita tergoda untuk membuat sesuatu yang sensasional di media sosial. Menjadi viral, menjadi terkenal merupakan dorongan seseorang melakukan beragam aktivitas yang sensasional.
BACA JUGA: Dua Layanan Penunjang Manajamen Sarana Prasarana dalam Digitalisasi Sekolah
Seringkali manifestasi tindakan yang muncul adalah dengan menyebar berita bohong (hoaks), mengarang cerita bohong agar terkenal, menyebar ujaran kebencian dan adu domba. Sebagai contoh, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat selama tahun 2020, tidak kurang dari 1.401 konten hoaks dan disinformasi tentang covid-19 beredar di masyarakat. Di Bekasi baru-baru ini ada rekayasa babi ngepet yang dilakukan oleh seorang tokoh masyarakat setempat, supaya menjadi terkenal.
Berbagai tindakan tersebut jelas sebuah keburukan. Apalagi ketika dilakukan di Bulan Ramadan yang penuh berkah. Maka bisa menjadikan pelakunya termasuk golongan yang tidak mendapatkan keutamaan puasa.
Literasi digital
Dalam menggunakan media sosial, tidak hanya dituntut kemampuan teknis tetapi juga kedewasaan dan tanggung jawab. Literasi digital menjadi penting, agar kita lebih bertanggungjawab dan sehat dalam menggunakan media sosial.
Beberapa istilah yang sederhana bisa menjadi pegangan kita ketika bermedsos. Pertama, adalah saring sebelum sharing. Sebelum sharing (berbagi) informasi, foto, status, komentar, meneruskan informasi dan aktivitas lainnya, maka kita harus menyaringnya terlebih dahulu. Pastikan kebenaran informasi, telaah apakah layak dibagikan, pertimbangkan apa dampaknya.
Kedua, peduli sebelum berbagi. Apa pun yang akan kita bagikan di sosial media harus diiringi kesadaran dan kepedulian akan dampaknya bagi penerima. Pertimbangkan dengan bijak, pedulilah dengan akibat yang akan menimpa orang lain. Jika sebuah konten berdampak buruk, menimbulkan konflik, maka tidak perlu kita sebarkan.
BACA JUGA: Tantangan Program Digitalisasi Sekolah Kemendikbud
Ketiga, tahan jari sebelum merugi. Biasakan tidak langsung membagikan apa pun yang kita terima di sosial media. Tahan jari kita agar tidak meneruskan informasi tersebut. Jangan sampai kita merugi atau merugikan orang lain.
Hal-hal sederhana tersebut bisa kita lakukan. Dampaknya akan membawa banyak kebaikan. Apalagi di Bulan Ramadan yang mulia ini. Jangan sampai puasa kita rusak karena tidak mampu mengendalikan diri. Media sosial memberikan banyak manfaat sekaligus menggoda manusia untuk berbuat buruk.
Berbagi informasi yang benar dan manfaat, menyebarkan konten yang baik dan mendidik bisa menjadi amalan kebaikan. Membagikan informasi yang salah, melakukan ujaran kebencian dan fitnah bisa menimbulkan rentetan keburukan. Bijaklah dalam menggunakan media sosial. Pastikan manfaat kebaikan yang kita berikan, bukan keburukan yang kita bagikan
-Mubarok MSi, Dosen Program Studi ilmu Komunikasi Unissula Semarang-