blank
Kitab Al-Qur’an yang ada di Masjid Langgar Agung Pangeran Diponegoro ini, diyakini merupakan tulisan tangan dari Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro. Foto: Yon

KOTA MUNGKID(SUARABARU.ID)- Masjid Langgar Agung Pangeran Diponegoro  yang ada di Dusun Kamal, Desa Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang tidak jauh berbeda dengan masjid-masjid lainnya.

Namun, masjid yang berada dalam Kompleks MA/ MTs Diponegoro tersebut mempunyai sejarah tersendiri, utamanya saat perang Diponegoro sekitar Bukit Menoreh.

Masjid yang berada  dalam kompleks MA/MTs Diponegoro tersebut, terdapat salah satu peninggalan bersejarah. Yakni, Al-Qur’an hasil tulisan tangan Pangeran Diponegoro.

blank
Masjid Langgar Agung Pangeran Diponegoro yang ada di kompleks MA/MTs Diponegoro, Dusun Kamal, Desa Menoreh, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, dulunya sebuah surau . Foto; Yon

Selain tulis tangan dengan menggunakan lidi aren(inau), Al- Qur’an peninggalan Pangeran Diponegoro tersebut, sampulnya terbuat dari kulit sapi.

“Sampul Al Qur’an ini kemungkinan terbuat dari kulit sapi. Dan, ketebalan dari Al Qu’ran ini sekitar 15 sentimeter,” kata Sekretaris Takmir  Masjid Langgar Agung Pangeran Diponegoro, Ma’mun Hidayat.

Keistimewaan lainnya, yakni penggunaan tinta  untuk menulisnya tidak pudar.

Meskipun usia Kitab Al Qur’an tersebut lebih dari 100 tahun, tetapi masih terlihat jelas tulisan Arab-nya.

Tetapi, beberapa lembar kertasnya sudah rapuh termakan usia. Untuk membuka Al-Qur’an itu pun harus berhati-hati.

Sekarang Kitab Al Qur’an tersebut tersimpan rapi di Pondok Pesantren Nurul Fallah yang juga masih dalam satu kompleks dengan bangunan masjid tersebut.

Surau

Tidak hanya menyimpan barang bersejarah berupa Al-Qur’an hasil tulis tangan, masjid petilasan  Pangeran Diponegoro saat perang melawan Belanda yang lokasinya sekitar Bukit Menoreh.

“Dulu saat Pangeran Diponegoro berperang melawan Belanda, bermujahadah pada lokasi tempat imam memimpin salat saat ini,” katanya.

baca juga:https://suarabaru.id/2021/04/21/langgar-agung-diponegoro-salaman-andalkan-jam-matahari-untuk-tentukan-waktu-salat/

Ia menambahkan, di tempat pengimaman  tersebut dulunya  Pangeran Diponegoro menjalankan ibadah salat. Karena tempat ibadah tersebut kecil sering bernama  langgar atau surau.

Dalam perkembangannya, pada tahun 1960-an  atas prakarsa Gubernur Akabri (sekarang Akmil, red) saat itu Mayjend Sarwo Edi Wibowo, memulai pembuatan pondasi masjid.

Kemudian, meresmikan penggunaannya menjadi Masjid Langgar Agung pada tahun 1972.

Hingga saat ini, bangunan masjid tersebut masih berdiri kokoh, dan jemaah yang menjalankan ibadah salat lima waktu pun semakin bertambah banyak.

Selain dari masyarakat setempat, masjid tersebut juga untuk salat bagi para santri dari Pondok Pesantren Nurul Fallah.

“Antara tahun 2017-2018 silam, takmir masjid menambahkan bangunan luar yang beratapkan galvalum. Penambahan ini untuk menampung jemaah salat Jumat yang cukup banyak Al Quran tuku” ujarnya. Yon