Drs Raden Mas Panji Sosrokartiono, kakak kandung dan pembimbing RA Kartini ( Lukisan : Didin Ardiyansyah)

Oleh : Hadi Priyanto

Dibandingkan dengan saudara-saudara yang lain, Sosrokartono memang nampak memberikan perhatian lebih kepada adik kandungnya yaitu  R.A. Kartini. Ia selalu membimbing  Kartini  baik dalam bermain maupun dalam pengajaran keagamaan dan bahasa.

Ia sangat sayang kepada  Kartini yang juga dikenal cerdas dan lincah. Kelincahan inilah yang kemudian menyebabkan Kartini   mendapatkan  paraban Trinil, satu  jenis burung kecil yang lincah yang banyak sekali dijumpai di halaman rumah.

Dengan tekun dan penuh perhatian, Sosrokartono membantu adiknya dalam memahami bahasa Belanda dan Melayu. Juga budaya dan adat istiadat serta pengetahuan umum, hingga ia lulus dari Europese Lagere School tahun 1892, saat usianya 15 tahun. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan  di Hogere Burger School di Semarang.

Tentu Kartini sangat kehilangan, karena selama ini Sosrokartono sangat menyanyanginya dan sekaligus sering membantu, menolong  dan memberi nasehat  saat Kartini  menghadapi berbagai  kesulitan. Sosrokartono juga menguatkan batin dan jiwa Kartini agar tidak pernah putus asa menghadapi persoalan.

Saat berada di Semarang, untuk membiasakan diri dengan adat dan kebiasaan Belanda, oleh ayahandanya Sosrokartono diminta  tinggal pada keluarga Belanda. Walau pun secara lahir dia mencoba untuk  menyesuaikan dengan cara pergaulan barat, namun jiwanya tetap menjunjung tinggi adat – istiadat Jawa.

Hal ini diwujudkan dengan melanjutkan kegemarannya mempelajari kitab-kitab bahasa Jawa yang mengandung ajaran keagamaan dan kesusastraan termasuk cerita wayang. Selain membaca buku-buku Barat khususnya buku-buku berbahasa Belanda dan Latin.

Kegemaran membaca buku memang tidak terbatas pada buku-buku berbahasa Belanda dan Jawa saja tetapi ia juga membaca buku-buku bahasa lain termasuk bahasa Inggris. Sosrokartono bahkan mampu menghafal syair-syair Virgilius dalam bahasa Latin, meski pun semula  ia tidak tahu sedikit pun arti kata Latin.

Sosrokartono mudah menghafalkan syair-syair latin tersebut karena  keindahan kata-kata dan irama syairnya. Sewaktu belajar di Hogere Burger School  ia sudah menampakkan kemampuan dan bakatnya menguasai berbagai bahasa asing dengan cepat.

Kegemaran membaca ini juga dimiliki oleh Kartini sejak kecil. Hal itu tentu diketahui benar oleh Sosrokartono. Karena itu saat ia berada di Semarang, Sosrokartono kerap mengirim buku-buku kepada Kartini yang dibeli dengan menyisihkan uang sakunya.

Tidak  semua bahan bacaan dikirim kepada Kartini, tetapi ia memilih buku-buku untuk memperkaya pengetahuan, watak, kepribadian dan juga semangat dan perjuangan Kartini yang sejak  lulus dari  Europese Lagere School  Jepara,  sayapnya harus dipatahkan oleh belenggu adat feodalistik.

Ia harus  dimasukan  ke sangkar pingitan, setelah    usahanya  memohon kepada ayahandanya untuk bisa mengikuti jejak  Sosrokartono sekolah di Hogere Burger School   tidak membuahkan hasil. Karena itu saat usianya 12,5 tahun Kartini dengan berurai airmata masuk dalam adat pingitan.

Sebagai seorang kakak yang sangat dekat, Sosrokartono tentu tahu kondisi batin dan penderitaan jiwa  Kartini. Kobaran semangat untuk melanjutkan sekolah seperti kakaknya, harus dipadamkan oleh kesetiaan ayahandanya kepada adat Jawa. Baik ayahandanya maupun Sosrokartono tahu betapa luka batin Kartini sangat dalam.

Karena itu di samping memberikan nasehat agar bangkit dari rasa putus asa, diberikannya buku-buku dan bahan bacaan kepada Kartini.  Semula buku-buku ini memang dibiarkan oleh Kartini. Tak sekali pun buku-buku itu disentuhnya. Namun akhirnya  Kartini menyadari bahwa ia harus belajar dari  buku-buku dan bacaan itu.

Akhirnya Kartini mulai membaca dengan tekun dan sungguh-sungguh.  Ia mulai sadar melalui buku-buku yang diterima dari Sosrokartono dan juga dari ayahnya, ia dapat belajar berbagai hal, bukan saja ilmu pengetahuan, sastra, tetapi juga nilai-nilai baru.

Terhadap   isi buku-buku yang sulit dipahami, Kartini akan membaca dua atau tiga kali. Namun kalau tetap tidak  mengerti, ia akan mencatat dan menanyakan kepada Sosrokartono yang dengan tekun dan sungguh-sungguh memberikan bimbingan kepada adik kandungnya, saat ia pulang ke Jepara.

Terhadap hal-hal baru dan juga nilai-nilai budaya baru  yang ditemuinya dalam buku bacaan, Kartini juga senantiasa membicarakan dengan kakak tercintanya.

Dari percakapan seperti ini Sosrokartono mengerti betapa Kartini menginginkan sebuah perubahan dalam tatanan bangsa Bumiputera, khususnya bagi perempuan Jawa. Bahkan Sosrokartono mengerti betapa Kartini ingin segera terjadi perubahan peradaban bangsa bumiputera melalui pendidikan bagi kaum wanita.

Sosrokartono memang tidak menyatakan secara langsung persetujuan atas keinginan Kartini. Namun  ia justru  bersedia dan berusaha terus  membimbing Kartini meraih mimpi dan keinginannya. Melihat kesungguhan dan kemauan Kartini yang sangat kuat untuk maju, ayahandanya dan juga Sosrokartono semakin sering memberikan bacaan bukan saja buku-buku, tetapi juga majalah dan surat kabar berbahasa  Melayu dan Belanda.

Disarikan dari buku Drs Raden Mas Panji Sosrokartono, Biografi dan Ajaran-Ajarannya