blank
Anggota DPRD Kudus dalam kegiatan Bedah Ranperda. foto: Suarabaru.id

blankKUDUS (SUARABARU.ID) –Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kudus mengadakan Bedah Peraturan Daerah (Perda). Kegiatan yang dilaksanakan dari 31 Maret sampai 2 April lalu, bertempat di Hotel Grandhika, Kota Semarang.

Pengkajian dan penelahaan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan Perda Kabupaten Kudus tersebut dilakukan untuk mengevaluasi serta menyesuaikan dengan kondisi kekinian.

Ada tga Ranpeda yang dibedah, diantaranya Raperda Tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Raperda Tentang Pelestarian Kebudayaan Daerah, Raperda Tentang Kawasan Olahraga.

Sementara untuk evaluasi, DPRD Kudus mengkaji juga Perda Kabupaten Kudus Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penataan dan Pembinaan Toko Swalayan yang saat ini pelaksanaannya kurang maksimal.

Anggota Badan Pembentukkan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kudus, H Muhtamat mengatakan, dari sekian pengkajian yang dilakukan adalah proses evaluasi Perda Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penataan dan Pembinaan Toko Swalayan.

Alasannya karena Perda tersebut ada banyak persoalan yang terjadi di masyarakat Kabupaten Kudus, menyusul menjamurnya swalayan di Kota Kretek.

“Di Kabupaten Kudus ini sudah banyak toko swalayan atau supermarket melanggar aturan Perda yang tertera. Meskipun sudah diingatkan dan ditegur tapi masih banyak kejanggalan-kejanggalan lainnya,” ucapnya.

blank
Suasana workshop DPRD bedah ranperda. foto:Suarabaru.id

Pihaknya merencanakan untuk merevisi aturan yang terdapat di Perda Nomor 12 Tahun 2017 tersebut. Penegakkan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kudus ia anggap sudah baik, namun tetap selalu muncul perkara baru.

“Contohnya ada salah satu toko swalayan yang belum berizin, ditegakkan oleh Satpol PP langsung izin. Tapi kan di dalam peraturan juga ada batas maksimal di setiap kecamatan maksimal berapa, tidak asal-asalan,” tegasnya.

Muhtamat melanjutkan, dalam beberapa kali sidak yang pernah dilakukan DPRD di beberapa titik toko swalayan masih didapati peraturan yang tidak dipenuhi. Seperti jarak minimal antar toko swalayan dan pasar tradisional yang minimal berjarak 500 meter.

“Jika kurang dari batas minimal itu, nanti kasihan toko-toko kecil di lingkungan masyarakat. Dampaknya di situ,” terangnya.

Pihaknya mengharapkan, revisi terhadap Perda tentang toko swalayan yang dibahasnya tersebut ada titik terang dan bisa terealisasikan. Agar kemajuan ekonomi masyarakat semakin meningkat kedepannya.

“Semoga ya terealisasikan, supaya masyarakat yang mempunyai toko di rumah itu bisa sejahtera. Serta penataan toko swalayan bisa dilakukan dengan baik sesuai aturan tertera dalam Perda,” pungkasnya.

Tm-Ab