BERITA mengagetkan datang pagi tadi. Seorang teman baik, sahabat, rekan kerja yang juga dikenal sebagai motivator dan budayawan meninggal dunia. Prie GS, nama yang sering kita kenal di televisi, radio, maupun tulisan-tuisannya di media, serta panggung-panggung seminar dan motivasi meninggal akibat serangan jantung.
Saya mengenal Mas Prie, begitu saya biasa menyebut, meski usianya lebih muda dari saya. Dia lahir di Kendal 2 Februari 1965. Tiga tahun lebih muda dari saya. Pada tahun 1983-1984 kira-kira, saya mulai mengenal dia.
Dia mahasiswa IKIP Negeri Semarang, tetapi selalu datang dalam acara-acara sastra atau budaya di kampus Undip. Dia membawa gitar, lalu turut mengisi acara dengan memainkan gitarnya dan menyanyi.
Rupanya dia tidak meneruskan kesukaannya bermain musik, dan juga pendidikan musiknya di Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP Semarang. Juga tidak memilih mengajar sesuai dengan pendidikan yang ditempuhnya.
Prie GS, saya tidak pernah menanyakan apa singkatan GS itu. Ya, GS memang nama yang cukup terkenal, terutama mereka yang akrab dengan mobil. Karena GS itu merk aki yang sangat terkenal. Tetapi singkatan GS pada nama Mas Prie saya memang tak tahu. Saya hanya tahu namanya Supriyanto.
Seorang teman mengatakan, GS itu singkatan dari Gendut Supriyanto. Ya, barangkali sagat sedikit yang tahu, bahwa nama Mas Prie itu Gendut Supriyanto. Mungkin, Gendut itu nama panggilan saja, karena memang tubuhnya yang tidak ceking seperti saya.
Lesehan TVRI
Mas Prie memang tidak meneruskan profesi sesuai dengan pendidikannya. Tidak menjadi guru, tetapi menjadi wartawan. Selain pintar main musik, dia juga sangat pintar menggambar, terutama kartun.
Dia juga menulis kolom yang ceritanya sangat sederhana, perihal kehidupan sehari-hari. Tetapi penyajiannya yang cerdas dan menggelitik, menjadikan tulisan-tulisannya selalu ditunggu di tabloid Cempaka. Ya, dia memang menjadi pemimpin redaksi tabloid keluarga itu.
Mas Prie juga sering diundang sebagai moderator berbagai acara. Meskipun acaranya serius dan itu bukan dunianya, tetap saja panitia mengundang dia sebagai moderator. Ya, tujuannya pasti, agar seminar berlangsung secara segar, karena peran moderator antara lain menghidupkan suasana seminar.
Kemudian dia juga menjadi host di TVRI Semarang (sekarang TVRI Jawa Tengah). Kemudian TVRI Semarang waktu itu ingin membuat program talkshow tetapi yang disajikan dengan sangat ringan, bahkan lucu, meskipun yang diundang adalah tokoh-tokoh penting.
Marco Marnadi yang memang punya akses dengan TVRI Semarang mengajak Mas Pried dan saya diajak pula sebagai pendukung. Program tersebut bernama Lesehan yang tayang secara live taip hari Jumat mulai pukul 14.00.
Tayangan berupa talks show yang mengambil setting warung teh poci di kaki lima. Mas Prie sebagao host berperan sebagai juragan warung lesehan itu. Kemudian saya menjadi pelayan yang menyajikan the dan suguhan bagi tamu.
Ada juga pemain musik yang bergantian main, dan mereka adalah teman-teman Marco Marnadi. Sebagai Ketua KIPAS (Kelompok Pengamen Simpanglima), Marco memberikan kesempatan pada anggotanya untuk main di TVRI dalam cara lesehan ini.
Sebagai host Mas Prie memang menarik. Diksi-diksi yang keluar selalu memikat.
Program ini berlangsung cukup lama, sekitar tiga tahun, 2002 sampai 2004. Dan, ternyata banyak yang suka. Setidaknya saya juga sempat numpang ngetop. Salah seorang Pakdhe saya di Temanggung bahkan menjadi penggemar acara ini. Kemudian pemilik warung nasi goring di Jalan Singosari Semarang tiba-tiba menyapa saya, “Wah, mboten syuting niki. Kula penggemar setia Lesehan lho. Blangkone njenengan niku lho….,” katanya.
Ya, sebagai pelayan dalam acara lesehan kostum saya memang pakai celana kombor hitam, lalu baju warok yang kubeli saat di Ponorogo, dan blangkon ala Solo.
Mas Prie memberikan motivasi tak hanya di panggung-panggung, radio, atau televisi. Saat menunggu syuting, dia mengajakku makan soto di pintu masuk Perumnas Pucanggading, tak jauh dari Stasiun TVRI. Sambil makan soto, dia memberikan motivasi tentang banyak hal. Bercerita tentang pengalaman masa lalunya, hingga sampai kemudian bisa menjadi sosok yang seperti itu.
Banyak Belajar
Suatu ketika saya diajak ke rumahnya di perumahan Pasadena. Keheranan saya, rumahnya dipenuhi dengan buku. Segala macam buku ada di sana. Dari buku yang sangat tipis smapai buku yang sangat tebal, berbahasa asing pula.
Saya menjadi makin paham, kalau Mas Prie memang banyak belajar dan mau belajar. Dia rela membeli buku yang sebanyak itu, tentu bukan untuk umuk-umukan, tetapi karena itu sangat bermanfaat baginya. Itulah yang kemudian menjadikannya sebagai sosok yang banyak dibutuhkan orang.
Dia dibutuhkan orang untuk membangkitkan semangat, untuk “menunjukkan jalan”, sekaligus untuk menghibur.
Mas Prie, selamat jalan. Anda sudah tenang di alam abadi, semoga amal ibadah Anda melapangkalan jalan menghadap Gusti Allah. Dan, keluarga yang ditinggallkan selalu diberi kekuatan.
Widiyartono R.