Muslim Awaludin, S.IP

Oleh: Muslim Awaludin

JEPARA (SUARABARU.ID)- Mengingatkan memori kita, pada tanggal 4 Agustus 2015 sebuah konferensi yang diselenggarakan di Lapas Anak Bandung (sekarang LPKA Bandung), yang dihadiri pejabat Kementerian Hukum dan HAMĀ  di jajaran pusat dan wilayah Jawa Barat serta instansi terkait dan para pemerhati anak.

Dalam konferensi yang juga dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Bambang Rantam Sariwanto, telah menghasilkan 10 prinsip Pembinaan Anak atau yang lebih dikenal dengan Piagam Arcamanik.

Konferensi ini merupakan tonggak awal perubahan pembinaan anak yang sebelumnya dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak atau yang disebut Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas).

Dengan seiring diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka system pembinaan Anak dalam pemasyarakatan telah berubah yakni Lapas Anak berganti menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Demikian juga dengan anak yang menjalani penahananan akan ditempatkan di sebuah lembaga yang disebut Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS).

Dalam konferensi di LPKA Bandung tersebut dilahirkanlah sebuah piagam yang disebut Piagam Arcamanik. Disebut Piagam Arcamanik karena tempat pelaksanaan konferensi tersebut di jalan Arcamanik Bandung. Ada 10 prinsip dalam Piagam Arcamanik untuk pembinaan anak sebagai berikut :

  1. Anak adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa, generasi penerus bangsa wajib mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal;
  2. Penahanan dan penjatuhan pidana penjara bagi anak merupakan upaya terakhir dan dilakukan paling singkat dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak;
  3. Tujuan system pembinaan dan pembimbingan anak adalah keadilan restorative berbasis budi pekerti;
  4. Pemberian pidana penjara bukan merupakan bentuk balas dendam dari Negara;
  5. Selama menjalankan pembinaan dan pembimbingan tidak boleh diasingkan dari keluarga dan masyarakat;
  6. Dalam proses pembinaan dan pembimbingan anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan segala bentuk diskriminasi lainnya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
  7. Pendidikan merupakan intisari pembinaan dan pembimbingan bagi anak dalam rangka meningkatkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, pengembangan potensi diri serta pelatihan keterampilan dalam upaya pengembangan minat dan bakat;
  8. Pembinaan dan pembimbingan anak wajib diarahkan untuk sesegera mungkin dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat dalam bentuk program Asimilasi dan Integrasi;
  9. Negara menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak melalui penyediaan sumber daya dan sarana prasarana yang ramah anak;
  10. Pembinaan dan pembimbingan terhadap anak dilaksanakan secara sinergi antara pengasuh, pembimbing kemasyarakatan, keluarga, dan masyarakat.

Seiring dengan diberlakukannya UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut menjadi tonggak berubahnya terhadap perlakuan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang pada akhirnya pemerintah mengubah Lembaga Pemasyarakatan Anak menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Sepuluh prinsip pembinaan anak ini akan menjadi dasar perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.(Muslim Awaludin, bekerja di Kementrian Hukum dan HAM, tinggal di Jepara)