Oleh: Muslim Awaluddin, S.IP.
JEPARA (SUARABARU.ID)- Proses substansi yang mendasar dalam perkara anak yang berhadapan dengan hukum menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) No. 11 Tahun 2012 adalah Keadilan Restoratif dan Diversi. Dua hal tersebut sebagai wujud untuk memberikan dan menjamin perlindungan khusus untuk kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum dengan harapan untuk mengantisipasi stigma yang tidak baik terhadap anak, dengan penyelesaian proses hukumnya di luar sistem peradilan pidana.
Proses penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Proses inilah yang dikenal dengan proses Keadilan Restoratif. Sebagai bagian dari implementasi proses penyelesaian tersebut adalah berupa Diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.(Pasal 1 ayat 7 UU SPPA).
Proses Diversi ini dapat dilakukan pada tiga tingkatan, pertama ditingkat penyidikan, kedua ditingkat penuntutan dan ketiga ditingkat pengadilan. Untuk dapat dilakukan proses Diversi tentunya harus memenuhi syarat yaitu (1). Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan (2). Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.(pasal 7 UU SPPA). Semakin rendah ancaman pidananya dan semakin muda umur anak, maka semakin tinggi prioritas Diversinya. Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun.
Bilamana memenuhi syarat proses Diversi tersebut dapat dilakukan musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua walinya, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam proses Diversi meliputi kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggungjawab anak, penghindaraan stigma negative, penghindaran pembalasan, keharmonisan masyarakat dan kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Hal terpenting berhasil tidaknya proses Diversi tersebut tergantung pada korban. Proses Diversi dikatakan berhasil bilamana dalam hal ini mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya dalam memenuhi kesepakatan dalam musyawarah Diversi tersebut. Tetapi bilamana perbuatan yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan dengan ancaman penjara atau pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, tindak pidana tanpa korban atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat, tidak diperlukan persetujuan dari korban (pasal 9 UU SPPA).
Setelah dilakukan musyarawarah dan adanya sebuah kesepakatan, maka hasil kesepakatan Diversi tersebut dapat berbentuk antara lain perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 bulan atau pelayanan masyarakat. (pasal 11 UU SPPA). Proses Diversi dikatakan tidak berhasil atau gagal bilamana dalam proses tersebut tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan sehingga proses akan dilanjutkan ke tingkat peradilan pidana anak.
Bagaimana tahapan dalam proses pelaksanaan Diversi
Ada tiga tahapan yang harus dilakukan dalam proses Diversi, meliputi Tahap Awal, Tahap Musyawarah dan Tahap Akhir Musyawarah. Pada Tahap Awal Diversi, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, pertama : pembukaan akan dilakukan oleh fasilisator dengan cara fasilisator memperkenalkan diri dan juga para pihak yang hadir. Kemudian fasilisator menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan proses Diversi. Kedua : Fasilisator menyampaikan tata tertib musyawarah untuk di sepakati para pihak yaitu menyampaikan informasi dalam forum diskusi, jika diperlukan kaukus (korban anak), tidak boleh menyerang/menyela, semua pihak yang hadir diharapkan menciptakan suasana yang kondusif, sifatnya rahasia, kesepakatan diversi dibuat tertulis. Yang Ketiga : menjelaskan tugas fasilisator bahwa peran fasilisator netral dan membantu/memfasilitasi para pihak untuk mencapai kesepakatan.
Pada Tahap Musyawarah, langkah-langkah yang ditempuh yakni Pertama fasilisator (penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak) menyampaikan ringkasan sangkaan, dakwaan. Kedua, wakil fasilisator (Pembimbing Kemasyarakatan Bapas) membacakan laporan litmasnnya. Ketiga, fasilisator memberikan kesempatan kepada pelaku/orang tua/keluarga untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatannya, pengakuan, permohonan maaf, penyesalan, harapannya dan tanggungjawab. Keempat, fasilisator memberikan kesempatan kepada korban/orang tua/keluarga menyampaikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan. Kelima, fasilisator memberikan kesempatan kepada Pekerja Sosial/Tenaga Kesejahteraan Sosial untuk memberikan informasi tentang keadaan sosial anak korban serta memberikan saran dan dukungan dalam hal penyelesaian konflik. Keenam, fasilisator memberikan kesempatan kepada perwakilan masyarakat (RT, RW, Kepala Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Guru, LSM) untuk memberikan informasi tentang perilaku sehari-hari pelaku di lingkungan masyarakat, serta memberikan saran dan dukungan dalam hal penyelesaian konflik. Ketujuh, fasilisator mengidentifikasi benang merah dari hal-hal yang disampaikan pihak-pihak sebagai opsi dalam penyelesaian konflik. Kedelapan, para pihak memilih opsi (negosiasi) untuk mencapai kesepakatan perdamaian. Kesembilan, bila dipandang perlu dapat dilakukan kaukus.
Pada Tahap Akhir Musyarawarah, langkah-langkah yang ditempuh yakni membuat draft kesepakatan perdamaian, penandatanganan kesepakatan perdamaian, dalam menyusun kesepakatan Diversi, fasilisator memperhatikan dan mengarahkan agar kesepakatan tidak bertentangan dengan hukum, agama, kepatutan masyarakat setempat, kesusilaan, atau memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan anak atau memuat itikad tidak baik, isi kesepakatan harus jelas dan rinci serta tidak multi tafsir, pada akhir proses penutup, fasilisator menyampaikan apabila isi kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan maka perkara anak dilanjutkan, hasil kesepakatan Diversi disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan kemudian hasil penetapan Diversi tersebut disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. dan pelaksanaan Diversi diawasi oleh Pembimbing Kemasyarakatan Bapas dan Pembimbing Kemasyarakatan diwajibkan untuk membuat laporan pengawasan kepada fasilisator (sampai dengan terlaksananya hasil kesepakatan).
(Muslim Awaluddin, bekerja di Balai Pemasyarakatan Pati, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jateng, tinggal di Jepara)