Oleh: Idham Cholid
Santai dan humoris, sebagaimana kiai di lingkungan NU pada umumnya. Itulah sosok KH. Cholil Bisri, yang akrab dipanggil Mbah Cholil, pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang.
Posisinya sebagai Pimpinan MPRRI 2002-2004 saat itu menjadikannya dikenal luas sebagai ulama moderat yang bisa mendudukkan persoalan secara tepat.
Kelebihannya, beliau bisa menjelaskan dengan bahasa yang mudah untuk kalangan bawah, menyangkut berbagai persoalan berat sekalipun.
Bagi kalangan muda, generasi milenial khususnya, nama KH. Cholil Bisri mungkin kurang akrab. Apalagi pikiran-pikirannya. Untuk itu, saya mencoba menghadirkannya dalam dialog singkat berikut ini:
Mbah, kami semua mengucapkan selamat tahun baru. Nyadong duko. Wonten dawuh?
Yo koyo sing wingi-wingi. Tetep. Nek wani ojo wedi-wedi, nek wedi ojo wani-wani.
Jelasnya gimana Mbah?
Ya harus punya pendirian yang mapan. Ojo pisan-pisan ragu. Tekad harus kuat. Apalagi yang diperjuangkan itu iqamatul-haq wal-adl, menegakkan kebenaran dan keadilan. Itu harus jelas, tegas, dan tuntas. Bahasamu itu, tas tes. Tapi gembolanmu kudu cetho, moco shalawat diakehno. Gandulan Kanjeng Nabi.
Tentang pembubaran FPI oleh pemerintah, bagaimana Mbah?
Yo gak popo. Bahasane Gus Dur, gitu aja koq repot, hehehe.
Bukankah FPI itu jelas Islamnya, Mbah?
Lho, NU, Muhammadiyah kurang jelas gimana. Tapi gak pernah ngaku paling Islam!
Maksudnya bagaimana Mbah?
Islam itu harus ditunjukkan dengan akhlaq. Polah sing apik. Ora mung sekedar koar-koar, asal beda saja. Islam itu isinya. Yang kelihatan bagus jangan hanya bungkusnya. Islam itu rahmat, makanya harus ramah. Inilah akhlaq. Lha wong Kanjeng Nabi diutus untuk mbagusi itu koq.
Berarti yang ditegaskan Menag sudah tepat, Mbah?
Yo kudu ngono. Harus tepat mendudukkan. Indonesia itu bukan negara agama. Tapi juga tidak anti agama. Bukan sekuler. Yang gini ini terutama yang muda-muda harus ngerti.
Penjelasannya gimana Mbah?
Koyo sing diomongke Menag iku. Terutama Islam, jadikanlah sumber inspirasi. Nilai-nilai keadilan, kebenaran, tasamuh, itu yang mestinya diaspirasikan. Jangan malah Islam-nya yang dijadikan alat, diperalat untuk kepentingan segelintir golongan.
Terus, tentang bukan negara sekuler itu, gimana Mbah?
Kan sudah jelas. Dasar negara kita Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini kan prinsip tauhid yang dibahasa-Indonesiakan. Itu kan terjemahannya surat al-Ikhlas.
Gampangane iku, negara berdasarkan qul HuwalLahu Ahad. Tapi bahasa konstitusi kan gak mungkin begitu.
Terakhir Mbah, apa pesannya untuk kami, anak-anak muda?
Yo sing sregep, kudu tahan bantingan. Jangan mudah lelah, apalagi menyerah. Kalau kau menyerah, kau membuang peluang untuk menang, ngono kudune. Ojo gampang ndelok kasil.
Lakukan saja yang terbaik, yang mampu kamu lakukan. Biarkan Allah yang menilai, yang memberi hasilnya nanti.
Demikian dialog singkat bersama al-maghfurlah KH. Cholil Bisri. Dialog ini hanya imajiner, ditulis berdasarkan (sekelumit saja dari) pokok-pokok pikiran beliau yang sering disampaikan lewat ceramah-ceramahnya saat itu.
16 tahun sudah Mbah Cholil pulang ke rahmatullah. Tepatnya, 23 Agustus 2004. Semoga Allah Swt selalu merahmatinya. Lahul-Faatihah.
Kalisuren, 2 Januari 2021
Idham Cholid
Ketua Umum Jamaah Yasin Nusantara