SEMARANG (SUARABARU.ID)– Rencana pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terkait holdingisasi yang mengonsolidasikan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM-Persero), terus menuai pro dan kontra.
Pengamat independen serta para ekonom berpendapat, konsolidasi itu tidak relevan. Karena antara Pegadaian dan BRI mempunyai perbedaan karateristik yang sangat jauh.
Apabila dipaksakan, konsolidasi itu berisiko tinggi, terutama pada Pegadaian yang sudah menjadi perusahaan sehat. Dan selama ini menjadi pemasok kontribusi pajak yang besar pada Negara.
BACA JUGA : Pegadaian Direncanakan Diakuisisi BRI, Karyawan Mulai Resah
Hal itu seperti yang diungkapkan Antariksa, ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Menurutnya, produk gadai memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk perbankan.
Status Pegadaian yang akan menjadi perusahaan anak Bank BRI, sangat mungkin akan memangkas bisnis mikro Pegadaian.
”Karena produk mikro yang dekat dengan karakteristik produk perbankan, berpeluang akan diakuisisi oleh perusahaan induk. Hal ini akan mengurangi pilihan masyarakat untuk mendapatkan akses ke lembaga pembiayaan mikro,” kata dia dalam keterangannya, Senin (28/12/2020).
Di samping itu, lanjut Antariksa, bisnis gadai sangat berperan dalam menjangkau segmen ultra mikro, yang belum dapat dijangkau dan mendapatkan akses ke lembaga perbankan.
Dengan posisi Pegadaian menjadi perusahaan anak Bank BRI, hal yang paling tidak kondusif bagi bisnis Pegadaian adalah, apabila bisnis gadai akan dijalankan dengan pendekatan banking.
BACA JUGA : Pesta Miras , 4 Warga Solo Terjaring Operasi Pekat
”Selain perbedaan karakter bisnis dan belum adanya undang-undang yang mengatur perusahaan jasa gadai, selain akan berpotensi mengubah cara Pegadaian menjalankan bisnis gadainya, juga akan menyulitkan masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk gadai Pegadaian,” jelasnya lagi.
Dari pengamatannya, Pegadaian merupakan salah satu solusi alternatif pendanaan bagi masyarakat, dengan karakteristik yang berbeda dengan produk perbankan. Karena dapat melayani masyarakat yang tidak bisa dilayani bank atau non bankable, dan menjadi solusi kebutuhan pendanaan cepat bagi masyarakat kecil.
Hal sependapat disampaikan Ketua Umum Serikat Pekerja Pegadaian, Ketut Suhardiono. Dia menegaskan, menjadi anak perusahaan BRI yang berbeda karateristik, berisiko membuat masyarakat kecil dirugikan.
Dikatakannya, selama ini Pegadaian tak melulu memburu laba, namun mempunyai tanggung jawab sosial kepada masyarakat kecil.
”Pegadaian satu-satunya BUMN pelayanan gadai yang dimiliki negara, yang punya outlet pelayanan tersebar ke seluruh pelosok negeri. Dan telah dikenal dengan brand yang kuat,” tutur dia.
BACA JUGA : Kasus Sengketa Tanah Cebolok, Warga Datangi Gubernur dan Wali Kota Semarang
Dikatakannya, Pegadaian berperan penting dalam mendukung masyarakat yang membutuhkan pendanaan cepat, dan mencegah masyarakat agar terhindar dari jeratan rentenir.
”Salah satu latar belakang pendirian Pegadaian adalah, untuk mencegah ijon, rentenir dan pinjaman tidak wajar lainnya,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, ada dua konsep yang berkembang dalam wacana konsolidasi itu. Pertama, Bank BRI mengakuisisi Pegadaian dan PT PMN. Konsep kedua dalam bentuk holding BUMN dengan BRI, sebagai holding atau induk perusahaan.
Pemerintah beralasan, strategi pembentukan holding dimaksudkan untuk membuat BUMN solid dalam pengelolaan. Terbentuknya sinergi antar-anak perusahaan melalui koordinasi, pengendalian, serta pengelolaan yang dilakukan induk perusahaan atau holding.
Selain itu dapat memperkuat keuangan, aset, dan prospek bisnis. Dalam konsolidasi itu, akan dibentuk holding pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Riyan