blank
Spanduk penolakan warga yang dipasang di lokasi Cebolok Jalan. Gajah Semarang. Foto : Absa

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Jeritan warga Cebolok, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang akhirnya diadukan ke Wali Kota Semarang hingga Gubernur Jawa Tengah pada Senin (28/12/2020).

Dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, Sugiyono, SE, SH, MH, sejumlah warga yang tinggal di sebelah Masjid Agung Jawa Tengah, Jalan Gajah, Semarang ini mengadu ke Gubernur Jateng. Namun oleh pihak gubernuran, disarankan ke Wali Kota Semarang, karena objek hukumnya berada di wilayah Kota Semarang.

“Wali Kota saat ini sedang Plt dan tidak ada di kantor, sehingga warga tidak dapat bertemu,” kata Sugiyono, usai mendampingi warga ke gedung Balai Kota Semarang.

“Hari ini kita mengirim surat ke Wali Kota, untuk audiensi, dari sana akan dijawab surat kita, kita menunggu 14 hari ke depan ya,” lanjutnya.

Baca juga Warga Cebolok Menjerit, Tanah Puluhan Tahun Ditempati Diaku Orang

Pertemuan Ditunda

Terkait adanya pertemuan mediasi, yang difasilitasi oleh pihak Kelurahan Sambirejo, rencana  pertemuan antara warga dengan pengembang, disampaikan Sugiyono, bahwa pertemuan yang diagendakan Senin malam ini, ditunda dengan alasan pihak pengembang belum siap.

“Kami akan melihat perizinan projek ini, amdalnya bagaimana, dan lainnya. Dengan berbagai jajaran kita akan terus berkoordinasi,” tandasnya.

Adanya informasi, bahwa sebagian warga ada yang telah menerima uang tali asih dari pengembang, Sugiyono menanyakan apa alasannya?

blank
Sugiyono, S.E., S.H., M.H, kuasa hukum warga Cebolok, Semarang memberikan keterangan pers usai datangi Wali Kota. Senin (28/12/2020). Foto : Absa

Baca juga Kasus Tanah Cebolok Semarang, Ini Jawaban Kuasa Hukum Pengembang

“Alasan dalam penggantian rugi itu apa? Sedang masyarakat sudah menduduki lahan ini lebih dari 30 tahun. Menurut UU yang ada, jika lahan tanah sudah ditempati selama lebih tiga puluh tahun dan tidak dimanfaatkan oleh pemilik, ini sudah dapat dimiliki oleh seseorang. Lha selama ini ke mana aja pemiliknya? Kok main gusur begitu aja. Ayam aja harus punya kandang baru, bila mau dipindahkan,” tegasnya.

Jika dikaitkan dengan unsur pidana, tindakan pengembang merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Secara pidana sudah terpenuhi, yakni adanya pengrusakan sebagian atau keseluruhan bangunan warga. Secara perdata mungkin saja tanah ini bukan milik warga, tapi di situ ada rumah yang dibangun oleh warga.

“Kedua belah pihak merasa saling memiliki, oleh karena itu, jika ingin mediasi silahkan. Secara pasti, jika akan dilakukan eksekusi, eksekusi atas  lahan tersebut, harus sudah ada putusan inkrah (putusan berkekuatan hukum tetap, red) dari pengadilan. Lalu mana surat putusannya,” tandasnya.

Menurut Sugiyono, tuntutan warga hanya ingin diperlihatkan surat kepemilikan dari dr. Setiawan. Dan warga juga tidak ingin selamanya menetap di lahan tersebut. Warga mau keluar dari lahan ini, jika ada alas bukti kepemilikan atas tanah teesebut yang sah.

Warga tidak mau macam-macam, mereka mau keluar dari lahan ini kalau sudah diperlihatkan legalitas tanah tersebut.  Jika ada penggantian uang, ya ganti untunglah, jangan ganti rugi,” ungkap Sugiyono.

Absa-trs