Oleh : Idham Cholid
SELAMAT untuk Sahabat Yaqut Cholil Qoumas yang telah dilantik menjadi Menteri Agama. Sahabat adalah panggilan resmi di lingkungan Ansor.
Ada yang bertanya, kenapa Presiden Jokowi harus menunjuk Ketua Umum Pemuda Ansor menggantikan Letjen (Purn) Fahrul Razi? Seorang teman memberi jawaban bahwa Menteri Agama harus orang kuat untuk menghadapi gerakan radikal yang kian hari kian liar.
Dengan nada guyon, katanya, “jika Menag Fahrul Razi hanya mantan Wakil Panglima TNI, Jenderal Bintang 3, kini Menagnya adalah Panglima Tertinggi Banser, Barisan Ansor Serbaguna, jelas bintang 9.”
Panglima Tertinggi adalah ex officio sebagai Ketua Umum Pemuda Ansor. Jelas bukan jabatan sembarangan. Dia mempunyai jutaan pasukan Banser. Maka tak aneh jika jabatan Menag sudah seharusnya diamanahkan kepadanya. Saya katakan “harus” setidaknya karena beberapa alasan.
Bahwa Kementerian Agama mesti dipegang oleh orang yang memahami persoalan agama, memahami bagaimana mengelola dengan baik kehidupan umat beragama, paham tentang anatomi keberagamaan. Selain itu, mempunyai basis (umat) pendukung yang kuat.
Itulah yang menjadi syarat pokok.
Terus terang, saya tidak katakan bahwa Menag terdahulu tidak memenuhi syarat itu. Tapi yang jelas, sepanjang era reformasi kementerian ini selalu dipegang oleh tokoh dengan background keagamaan yang jelas.
Lihat saja misalnya, Prof Dr Quraish Shihab, Dr Malik Fajar atau Luqman Hakim Saefuddin. Baru kemarin ini saja kita dibuat kaget dan heran, Presiden Jokowi mengangkat Jenderal bintang tiga yang rekam jejaknya dalam kehidupan keberagamaan tidak ada. Dia hanya murni tentara.
Kecewakah kita? Jangankan warga NU. Orang-orang FPI pun mempertanyakan itu. Bahkan mereka sampai memasang spanduk, meminta langsung agar Menag Fahrul Razi diganti!
Meski begitu, kita juga tak menjamin bahwa Menag yang baru dilantik itu bisa diterima semua pihak. Kalangan radikal misalnya, mungkin tak suka. Karena selama ini Ketua Umum Pemuda Ansor itu sangat tegas. Dia mempunyai keberanian dalam membela kebhinekaan.
Bagi yang tak kenal mungkin heran, kenapa dia tak jarang tampil “garang” menyikapi berbagai persoalan, apalagi yang berpotensi membenturkan paham keagamaan dan kebangsaan.
Dia paham, bagaimana harus mendudukkan dua hal pokok itu dalam bingkai keindonesiaan. Yang jelas, dia memahami ajaran agama.
Anak Macan
Tak heran sebenarnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas adalah putra ulama besar. Dia anak macan, demikian orang mengistilahkan. Siapa yang tak kenal KH Cholil Bisri, Rembang, yang biasa dipanggil Mbah Cholil?
Itulah kenapa dia dipanggil Gus.
Almaghfurlah Mbah Cholil, ayahanda Gus Yaqut, adalah sosok kiai multi talenta. Kiai dengan pemahaman keagamaan yang sangat membumi, macan panggung dan muballigh ulung. Ceramahnya unik.
Saya sangat menggandrungi ceramahnya. Dari beliau saya belajar itu. Selain Bung Karno tentang gaya orasinya, dan Gus Dur soal joke-jokenya. Kakak kandung KH Mustofa Bisri itu juga kolumnis yang tulisannya mengalir apik.
Tak hanya itu, almaghfurlah adalah pejuang politik. Bukan sekadar politisi. Jika politisi hanya berjuang untuk meraih posisi, tapi pejuang politik senantiasa mencurahkan hidupnya untuk perjuangan politik.
Baik ketika di Partai NU, di PPP hingga proses kelahiran PKB, peran Mbah Cholil sangat nyata. Sama juga KH Ma’ruf Amin, Mbah Cholil tak pernah dideclar sebagai pendiri. Padahal semua tahu, dari Halaqah Rembang-lah partai itu mulai dibicarakan pada 1997.
Darah politik itulah yang mengaliri Gus Yaqut. Saya menyebutnya politik santri. Politik yang dilandasi nilai-nilai spiritualitas. Nilai-nilai inilah yang sebenarnya diwariskan langsung oleh kakeknya, almaghfurlah KH Bisri Mustofa. Kiai mufassir.
Salah satu karyanya, Tafsir Al-Ibriz, sampai saat ini masih selalu dikaji. Meski ditulis dengan bahasa Jawa pegon, namun tafsir ini juga dikaji sampai ke Malaysia.
Dari sanalah Gus Yaqut lahir. Dari keluarga kiai. Yakinlah, anak macan tak akan pernah menjadi kucing. Apalagi Gus Yaqut dididik langsung oleh abahnya.
Mbah Cholil dulu selalu mengajarkan, kita harus bisa membedakan wadah dan isi, HP dengan casingnya. Maksudnya, agar umat Islam tidak selalu terjebak pada simbol-simbol formalisme keagamaan. Sementara nilai-nilainya dilupakan.
Itulah kenapa Gus Yaqut lantang berbicara: jadikan agama sebagai sumber inspirasi, jangan jadikan agama sebagai alat aspirasi.
Selamat berkhidmat sahabat Ketua Umum Pemuda Ansor, Gus Yaqut Cholil Qoumas. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiq-Nya.
Idham Cholid, Ketua Umum Jama’ah Yasin Nusantara (Jayanusa)