Oleh : Hadi Priyanto
Jepara, kota dengan penduduk 1,27 juta ini terletak ujung semenanjung Muria. Kota ini berbatasan dengan Demak, Kudus, Pati dan laut Jawa. Dalam data terakhir yang diunggah di portal Corona Jateng, pada periode 16-22 November 2020, tiga kota yang tetangga Jepara itu telah berada di zona merah. Tiga kota itu telah mengepung Jepara yang masih berada di zona oranye, walaupun kondisinya juga semakin memburuk dalam dua minggu terakhir.
Dalam data yang diunggah di portal Corona Jateng, Demak memiliki skore 1,69, Pati 1,70 dan Kudus memiliki skore 1,80. Sementara Jepara berada di zona oranye dengan skore 1,88. Hanya terpaut tipis 0,08 dengan Kudus.
Padahal Jepara yang sejak 9 Agustus 2020 masuk pada kategori daerah zona orange atau zona risiko sedang, skorenya pernah menunjukkan angka yang semakin membaik yaitu 2,36. Dengan jumlah skore itu Jepara telah mendekati skore risiko rendah atau zona kuning yang memiliki skore 2.41 – 3.00. Ini merupakan capaian terbaik Jepara pasca ditetapkan sebagai daerah dengan zona orange.
Secara nasional skore zona risiko sedang (orange) adalah 1.81 – 2,40. Sedangkan skore zona risiko tinggi (merah) adalah 0 -1.80, risiko rendah (kuning) 2.41-3.0 dan zona hijau tidak ada kasus.
Kategorisasi risiko kasus Covid-19 dihitung berdasarkan skoring yang didapat berdasarkan penghitungan dan pembobotan atas indikator kesehatan masyarakat yaitu epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan.
Indikator epidemiologi memiliki 10 perameter penilaian yang terdiri dari penurunan jumlah kasus positif pada minggu terakhir, kasus aktif pekan terakhir kecil atau tidak ada, penurunan jumlah meninggal dunia kasus positif, dan penurunan jumlah kasus positif yang dirawat di rumah sakit.
Parameter penilaian lainnya adalah penurunan jumlah kasus suspek, prosentae kumulatif kasus sembuh, insiden kumulatif kasus positif per 100.000 penduduk, kecepatan laju insidensi dan angka kematian kasus positif per 100.000 penduduk.
Sementara indikator surveilans kesehatan masyarakat didapat berdasarkan 2 parameter penilaian yaitu jumlah pemeriksaan sampel diagnosis 1 orang per 1000 penduduk per minggu pada level provinsi serta positif rate rendah dengan target kurang dari 5 persen sampel diagnosis positif.
Sedangkan indikator pelayanan kesehatan mencakup parameter penilaian jumlah tempat tidur diruang isolasi rumah sakit rujukan serta jumlah tempat tidur yang mampu menampung jumlah pasien suspek dan pasien positif.
Setiap indikator dan parmeter penilaian diatas diberikan skoring dan pembobotan. Setelah dijumlahkan hasil penghitungannya maka dikategorikan empat zona risiko covid-19 merah, orange, kuning dan hijau.
Agar Tak Tersesat di Jalan Terang
Dalam dua minggu terakhir ini, indikator epidemiologi memiliki yang memiliki 10 perameter penilaian, indikator surveilans kesehatan masyarakat 2 parameter penilaian dan indikator pelayanan kesehatan yang mencakup 2 parameter penilaian, menunjukkan angka-angka yang semakin buruk.
Suka atau tidak suka, para pemangku kebijakan harus mencoba belajar dan memahami indikator dan parameter penilaian yang jadi alat ukur dalam menentukan zona resiko Covid-19. Sebab senyatanya indikator dan parameter penilaian itu bisa menjadi peta jalan yang berharga.
Dari data itu akan nampak jelas kelemahan dan kekuatan dalam penanganan kasus Covid-19 di daerah. Tanpa memahami itu, bisa saja penanganan Covid-19 seperti tersesat dijalan yang terang. Merasa telah banyak melakukan kegiatan, namun sejatinya kurang bermakna dalam menghentikan laju penyebaran virus ini.
Jika para pemangku kepentingan mau membaca dan memahami indikator pelayanan kesehatan yang mencakup parameter penilaian jumlah tempat tidur diruang isolasi rumah sakit rujukan serta jumlah tempat tidur yang mampu menampung jumlah pasien suspek dan pasien positif, tentu kasus penolakan pasien Covid-19 selama hampir dua minggu terakhir ini tidak terjadi.
Penolakan pasien bukan hanya berlaku bagi pasien yang bergejala ringan tetapi juga pasien yang bergejala berat karena ruang isolasi telah penuh. Juga rumah sakit rujukan di luar daerah. Jepara hanya memiliki 74 tempat tidur ruang isolasi yang berada di 6 rumah sakit rujukan.
Sementara jumlah kasus warga Jepara yang terkonfirmasi Covid-19 terus bertambah signifikan. Dalam minggu terakhir ini mencapai 250 orang lebih. Ironisnya 3 tempat isman yang ada tidak berfungsi maksimal. Akibatnya banyak orang yang terpaksa melakukan isolasi mandiri dirumah dan kemudian memunculkan banyak klaster keluarga dan bahkan menular kepada tetangga.
Sebab tidak semua orang yang menjalani karantina mandiri, bersedia tetap tinggal dirumah. Mereka butuh bekerja untuk makan. Sebab bantuan dari Pemda Jepara tidak seberapa dan penyerahannya relatif lambat. Padahal dana penanganan dampak ekonomi sebesar Rp. 6,8 milliar baru terserap hingga akhir November sebanyak Rp. 1,12 milliar atau 17,17 %. Sementara banyak yang terpapar dibiarkan menjadi lapar. Program jogo tonggo juga semakin kurang bermakna.
Tingginya angka penambahan Covid-19 juga tidak diimbangi dengan kapasitas pemeriksaan laboratorium sehingga hasilnya sangat lama. Ini menyebabkan keterlambatan dalam melakukan trecing dan kemudian menjadi sumber penularan baru. Bahkan banyak yang meninggal hasil pemeriksaan swab belum keluar. Dampaknya sejumlah warga menolak pemakaman dengan standar Covid dan kemudian justru menjadi klaster baru.
Hulu dari persoalan ini adalah adanya ketidak disiplinan masyarakat terkait protokol kesehatan, memakai masker, menghindari kerumunan dan mencuci tangan. Perubahan perilaku ini belum bisa menjadi gerakan bersama dan masih menempatkan masyarakat sebagai obyek. Jika kegiatan 3 T yaitu testing. tracing, dan treatmen ada leading sektornya yaitu DKK yang langkahnya semakin baik, gerakan 3 M ini bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Tidak ada yang bertanggung jawab.
Pelonggaran kegiatan masyarakat tanpa diimbangi dengan disiplin melakukan protokol kesehatan menjadi salah satu penyebab naiknya angka warga yang terkonfirmasi Covid-19.
Indikator lain yang mengarah pada semakin mendekatnya Jepara kembali ke zona merah adalah positif rate harian yang semakin tinggi, bahkan mencapai 15 % lebih. Sementara targetnya harus berada dibawah 5 %. Juga angka kematian Jepara masih terus berada diatas 7 %.
Membaca dan mencermati 3 indikator kesehatan masyarakat dan 14 parameter penilaian yang ditetapkan, senyatanya seperti memahami rute jalan dalam sebuah konvoi besar. Para pesertanya harus memahami rute yang harus dilalui dan tujuan yang ingin dicapai bersama.
Semoga sedikit catatan ini dapat bermanfaat dalam mengerem laju perkembangan Covid-19 yang seakan-akan dalam dua minggu terakhir semakin tak terbendung. Salah satu kuncinya sebenarnya sanse of crisis dari para pemangku kebijakan disemua tingkatan.
Sense of crisis ini adalah kepekaan, kewaspadaan, kesiapsiagaan yang telah direncanakan matang dan detail, dalam menghadapi krisis yang dilakukan secara cepat, tepat dengan tetap mengedepankan prinsip kemanusiaan, kejujuran dan saling menghargai.
Penulis adalah wartawan SUARABARU.ID Jepara