SEMARANG (SUARABARU.ID)– Dengan bertambahnya dua guru besar di bidang ilmu hukum, kini Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang,
mempunyai lima orang guru besar atau profesor. Sedangkan untuk total Guru Besar Unissula ada 14 orang.
Dua orang guru besar anyar yang baru saja dikukuhkan pada Rapat Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar yang dilakukan di Auditorium setempat, Kamis (15/10/2020) adalah, Prof Dr Hj Anis Mashdurohatun SH MHum dan Prof Dr Hj Sri Endah Wahyuningsih SH MHum.
Rektor Unissula, Drs Bedjo Santoso MT PhD berharap, dua profesor baru itu bisa mengimplementasikan hal-hal yang riil dan bukan hanya konsep.
BACA JUGA : FE Unissula Tekankan Pentingnya Sakinah Finance
”Dengan bertambahnya dua orang Profesor di bidang Ilmu Hukum, kini total ada 14 orang Profesor yang dimiliki Unissula. Kami ingin, pada saat puncaknya nanti di Tahun Baru Islam atau Dies Natalies ada parade gagasan dari para Profesor tentang ke-Unissula-an dan ke-Umat-an,” harap Bedjo.
Sementara itu, dalam pidato pengukuhannya, Prof Dr Hj Anis Mashdurohatun SH MHum mengambil judul Komunal vs Eksklusif: Pembadanan Nilai-Nilai Hukum Islam Dalam Membangun Hukum Hak kekayaan Intelektual.
Dalam pemaparannya disebutkan, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak untuk menikmati hasil kreativitas intelektual manusia secara ekonomis (iqtishady).
Dikatakan dia, objek yang diatur dalam HKI adalah karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. HKI sendiri merupakan hak kebendaan, hak atas suatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, dan hasil kerja ratio manusia yang menalar.
Merekonstruksi Nilai
”Hasil kerja ratio yang menalar itu berupa benda immateriil, yaitu benda tak berwujud. Pembadanan nilai-nilai hukum Islam dalam pembangunan Hukum HKI, mengandung makna, melakukan langkah-langkah revolusioner untuk menampilkan wujud nilai-nilai komunal guna menggeser dominasi nilai-nilai individual,” jelas Prof Anis.
Hal itu tambahnya, dilakukan dengan langkah-langkah merekonstruksi nilai-nilai substansi HKI, mengembangkan struktur hukum HKI, meningkatkan budaya hukum HKI
pada masyarakat, mereposisi kurikulum HKI dalam Pendidikan hukum, dan konsistensi politik hukum pemerintah untuk memberdayakan HKI.
Pada kesempatan yang sama, Prof Dr Hj Sri Endah Wahyuningsih SH MHum menyampaikan pidato pengukuhannya dengan judul Implementasi Asas Permaafan/Rechterlijk Pardon Menurut Hukum Islam Dalam Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Nasional.
Dikatakan dia, dalam melakukan rekonstruksi hukum pidana tidak cukup dilakukan dengan melakukan rekonstruksi norma, tetapi harus menukik pada rekonstruksi nilai yang bersumber pada tuntutan Tuhan (religious/spiritual knowledge atau religious wisdom).
Penghapusan Kalimat
”Di dalam hukum Islam dikenal asas permaafan/rechterlijk pardon terhadap pelaku tindak pidana, baik terhadap tindak pidana hudud yang terkandung syubat, tindak pidana kisas-diat dan takzir,” tutur Prof Sri Endah.
Diungkapkan dia, untuk tindak pidana hudud, secara umum permaafan dapat diberikan selama perkaranya belum dilaporkan pada penguasa. Dan selama jenis tindak pidana hudud itu ada syubat, maka permaafan boleh diberikan oleh hakim maupun korban.
Menurutnya, implementasi konsep permaafan dalam rekonstruksi KUHP yang akan datang, seyogyanya Pasal 54 ayat (2) RUU KUHP 2019, diperluas dengan menghapus kalimat yang menyebutkan, ‘ringannya perbuatan’.
”Sehingga selengkapnya, ‘keadaan pribadi pembuat atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian, dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan’,” tukas dia.
Usai upacara pengukuhan dua Guru Besar Unissula itu, dilanjutkan dengan pemberian ucapan selamat dari para tamu undangan. Kedua Guru Besar itu tampil bersama masing-masing keluarganya.
Riyan-Sol