blank
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari mendengarkan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020).

JAKARTA, (SUARABARU.ID) – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan kuasa hukum terdakwa kasus suap Pinangki Sirna Malasari harus memohon pengajuan nota keberatan (eksepsi) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Terkait pengajuan eksepsi, ya bolehlah. Pinangki harus mengajukan eksepsi. Apapun, dia (juga) Jaksa, kan?” kata Boyamin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/9) dinihari.

Boyamin juga menyayangkan tuntutan Jaksa terhadap Pinangki hanya didasarkan pada pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 11 UU Tipikor.

Menurut Boyamin, JPU seharusnya juga menyandarkan tuntutan kepada Pasal 12 huruf a UU Tipikor yang berbunyi: ‘pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.’

Boyamin menilai kapasitas Pinangki adalah sebagai Jaksa, maka Pinangki seharusnya tidak diam ketika bertemu dengan buronan institusinya, yakni Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra adalah terpidana kasus cessie Bank Bali yang telah lama diburu oleh Kejaksaan Agung, karena itu apabila Pinangki menemui dia di Kuala Lumpur, Malaysia, harusnya Djoko dibawa pulang ke Indonesia untuk diadili.

“Pinangki itu kan Jaksa, seharusnya menangkap Djoko Tjandra, dan dibawa pulang. Kan begitu, kan? Artinya kan tidak boleh membantu. Jadi hadiah atau janji (Djoko Tjandra) itu kan terkait dengan melakukan atau tidak melakukan. Bukan sederhana seperti pasal 5 (ayat 2), menerima atau tidak menerima itu tidak jelas urusannya untuk apa berkaitan wewenangnya,” kata Boyamin.

Adapun dalam pasal 12 huruf a itu menyebutkan bahwa ada motif seorang penyelenggara negara itu menerima hadiah. Maka Boyamin menilai pasal 12 huruf a itu juga dikenakan dalam tuntutan JPU kepada oknum Jaksa Pinangki.

“Sehingga bisa ditelusuri, Pinangki itu bukan cuma menerima duit saja, suap saja, tapi suapnya itu kan untuk tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai seorang Jaksa,” kata Boyamin.
​​​​​​​
Boyamin berharap hakim dapat menggali keterangan Pinangki lebih dalam. Ia memastikan akan menunggu seperti apa tahapan persidangan Pinangki nanti.

“Kami tunggu nanti persidangannya seperti apa,” pungkas Boyamin.

Ant-Wahyu