JEPARA(SUARABARU.ID) – Untuk mengenang jasa dan kebesaran nama Raden Ayu Mas Semangkin, setiap tanggal 11 Syuro diselenggarakan haul dan sekaligus kirap pusaka. Ia diyakini oleh masyarakat Mayong Kidul dan sekitarnya sebagai pendiri desa dan sekaligus penjaga Bumi Kalinyamatan.
Prosesi budaya tahun ini berlangsung hari Minggu (30/8-2020) siang dimulai dari Pendopo KRMAT Siwoyo Hendro Pramono atau yang dikenal juga dengan sebutan Kanjeng Pangeran Jogonegoro di Mayong Kidul menuju Pasarean Raden Mas Ayu Semangkin di Astana Bantalan Bangun yang terletak di desa Mayong Lor. Sebelumnya kirap pusaka singgah di Balai Desa Mayong Lor.
Acara yang berlangsung khidmat ditengah pandemi ini dihadiri sejumlah tokoh masyarakat, termasuk perwakilan keluarga besar Sunan Kalijaga, Camat Mayong Muhammad Subkhan, Koramil, Kapolsek, pegiat budaya serta keluarga dan warga masyarakat.
Namun ada yang berbeda. Jika tahun-tahun sebelumnya kirap diselenggarakan meriah, tahun ini diselenggarakan dengan penuh kesederhanaan namun tetap khidmat tanpa berkurang maknanya. Prosesi buka luwur dilakukan oleh Camat Mayong, Muhammad Subkhan dan Petinggi Mayong Lor, Budi Agus Trianto setelah sebelumnya dilantunkan doa tahlil.
Terkait dengan kegiatan ini, KRMAT Siwoyo Hendro Pramono kepada SUARABARU.ID menyatakan, pelestarian budaya ini sebagai upaya untuk menghormati dan mengingat “labuh-labet” Raden Ayu Mas Semangkin yang dimikian besar pada masyarakat Mayong dan sekitarnya. “Harapan dan doa kami, kita diberikan kekuatan dari Allah untuk bersama menghadapi virus corona,” ujarnya
Sementara itu pegiat budaya lokal, Tigor Sitegar menyatakan prosesi ini adalah kearifan lokal yang perlu terus dijaga sebagai sebuah kekayaan budaya Jepara.
Siapakah Raden Mas Ayu Semangkin ?
Konon Raden Mas Ayu Semangkin yang kemudian dikenal sebagai Ibu Mas atau Ratu Mas Kagaluhan adalah putri kedua Pangeran Haryo Bagus Mukmin atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Prawoto. Karena itu ia adalah cucu dari Sultan Trenggono dan cicit Raden Patah.
Setelah Sunan Prawoto tewas akibat kemelut kasultanan Demak, kedua putrinya, yaitu Raden Ayu Semangkin dan Raden Ayu Prihatin kemudian diasuh oleh Ratu Kalinyamat yang juga adik Sunan Prawoto. Dalam asuhan bibinya, keduanya juga dilatih ilmu kanugaran. Kedua putri yang cantik ini konon kemudian diperistri oleh Sutowijoyo yang setelah meninggalkan Pajang kemudian mendirikan Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.
Karena kemampuannya, Semangkin dan Prihatin kemudian diangkat menjadi senopati. Mereka berdua dikenal sebagai senopati yang pilih tanding. Ia kemudian terlibat dalam banyak peperangan, sebab banyak kerajaan yang kemudian memberontak terhadap Mataram termasuk Panarukan, Pasuruan, Cirebon, Galuh dan Pati.
Karena itu, Raden Mas Ayu Semangkin merasa terpanggil untuk menyelesaikan persoalan yang ada dikawasan lereng pegunungan Muria. Sebab dikawasan ini juga ada perlawaan atas kekuasaan Mataram oleh Adipati Pati, Wasis Joyo Kusumo.
Ia didamping oleh dua orang tamtama perang yang sakti mandraguna yaitu Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan. Namun oleh Panembahan Senopati yang mengerti tentang kesaktian Adipati Pati Wasis Joyo Kusumo, dikirim empat orang perwira untuk membantu Semangkin yaitu Kanjeng Tumenggung Cinde Amoh, Kanjeng Tumenggung Roro Meladi, Kanjeng Tumenggung Candang Lawe dan Raden Sembrono.
Berkat kerjasama antara pasukan Raden Mas Ayu Semangkin dengan Tumenggung Sukolilo, maka Adipati Pati Wasis Joyo Kusumo berhasil dikalahkan. Setelah itu, Raden Mas Ayu Semangkin tidak kembali ke Mataram.
Atas ijin Panembahan Senopati ia kemudian menuju Bumi Kalinyamatan dengan diikuti oleh dua abdi setianya, Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan Ia ingin menjaga Bumi Kalinyamatan sepeninggal bibinya, Ratu Kalinyamat.
Karena itu ia ingin berdiam diwilayah perbatasan yang waktu itu masih berupa hutan belantara. Ditempat ini mereka berkenalan dengan Idha Gurnandhi yang memiliki padepokan di Singorojo hingga dikenal sebagai Datuk Singorojo. Setelah beberapa saat tinggal dipadepokan itu, Raden Mas Ayu Semangkin bersama prajuritnya kemudian menuju kawasan hutan yang ingin dijadikan pemukiman.
Mereka kemudian mulai membabad hutan. Raden Mas Ayu Semangkin dengan didamping Ki Brojo Penggingtaan dan sejumlah prajurit membabad hutan sebelah utara dan Ki Tanujayan dan prajuritnya membabad hutan disebelah selatan.
Setelah kedua wilayah hutan ini dibuka, Raden Mas Ayu Semangkin kemudian membagi dua padukuhan. Ki Tanujayan memimpin padukan sebelah selatan dan Ki Brojo Penggingtaan menjadi pemimpin padukuhan disebelah utara yang kemudian dikenal sebagai Mayong Kidul dan Mayong Lor. Setelah meningal Raden Ayu Mas Semangkin dimakamkan di makam Astana Bantalan Bangun Mayong Lor.
Hadepe – TS