Oleh : Hadi Priyanto
JEPARA(SUARABARU.ID) – “Ma, ….mama dimana? Kapan mama pulang? Hanes kangen ma…pulang ya ma. Hanes gak mau terus dikunci di dalam rumah dan selalu memakai masker”, suara si kecil Yohanes Nathael Destiano seperti itu sering kali diulang dari hand phone eyangnya yang menunggui di rumah disertai isak tangis. Sementara ia tidak mengerti, kapan ia diizinkna pulang.
Mendengar isak seperti itu sungguh menjadi beban berat bagi Frida Krismawati, S. Farm, Apt ketika harus menjalani masa-masa awal karantina setelah divonis terpapar covid-19. Bagi Frida, saat mendengarkan isak anak bungsunya seperti itu sulit baginya untuk membendung air mata.
Apalagi Hanes juga sering menanyakan kakaknya, Theresa Aura Odelia yang tidak lagi dijumpai di rumah. Sebab kakak dan ayahnya melakukan isolasi mandiri di tempat lain.
Belum lagi kabar bahwa seluruh keluarga dan orang–orang yang selama ini dekat dengannya kemudian dikucilkan. Namun sebagai seorang tenaga kesehatan ia mengerti, kesedihan hanya akan menurunkan daya tahan tubuh yang harus terus dijaganya agar ia tidak benar-benar kalah dalam peperangan melawan virus corona. Sebab senyatanya virus itu telah merasuki tubuhnya.
Frida Krismawati. S. Farm, Apt adalah salah satu staf RSUD RA Kartini yang bertugas di instalasi Farmasi. Ia mulai bekerja sebagai tenaga kesehatan (nakes) di rumah sakit ini pada tahun 2009 sebagai apoteker pendamping. Anak pertama pasangan Mursiswanto- Sri Mastuti yang tinggal di Bondo, Bangsri, Jepara ini pada tahun 2008 menikah dengan Aditya Asmonojati, S.S yang dikenalnya saat kuliah di Purwokerto.
Dari pernikahan ini mereka dikaruniai dua anak, Theresa Aura Odelia (11 tahun) dan Yohanes Nathael Destiano (8 tahun). Frida adalah salah satu tenaga kesehatan di Jepara yang positif terpapar covid -19
***
Ketika virus corona mulai masuk Indonesia awal Maret 2020, Frida mengerti benar risiko yang harus ditanggung sebagai seorang yang bertugas di sebuah instalasi sebuah rumah sakit.
Ia juga mengerti keganasan dan cara virus ini menyebar hingga banyak juga tenaga kesehatan yang menjadi korban. Mereka tertular virus dari orang-orang yang mau ditolongnya atau tertular dari interaksi dengan orang diluar jam kerja.
Karena itu kecemasan Frida semakin bertambah ketika Jepara berdasarkan hasil verifikasi Kemenkes telah dimasukkan sebagai daerah transmisi lokal, menyusul ditemukannya kasus penularan antar penduduk Jepara sendiri.
Bahkan kemudian angka yang terkonfirmasi positif covid-19 terus meningkat. Bukan hanya tenaga kesehatan di berbagai fasilitas kesehatan yang terancam, warga masyarakat pun kemudian memiliki peluang untuk tertular virus yang tak kasat mata ini.
Untuk melindungi tenaga kesehatan dan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan di rumah sakit maka RSUD RA. Kartini Jepara melakukan rapid test bagi semua karyawan. Saat dilakukan rapid test, Frida mengaku optimistis hasinya akan negatif. Sebab selama ini tidak ada gejala atau keluhan apa pun.
Namun ketika hasilnya keluar, Frida dinyatakan reaktif dan harus melakukan isolasi mandiri. Walaupun ia mengerti hasil reaktif belum tentu positif Covid-19, sesaat dunia tiba-tiba menjadi gelap.
Ia seakan berada dilorong panjang tak berujung. Jujur Frida mengaku sangat terguncang dan takut. Namun kemudian direksi menguatkannya dan ia mencoba move on serta mengikuti prosedur yang ada, isolasi.
Setelah pengumuman, Frida memilih untuk tidak pulang ke rumah, demi keselamatan keluarganya. Orang pertama yang ia beritahu adalah suaminya. Dengan perlahan ia jelaskan bahwa ini adalah rapid test belum tentu positif.
Masih ada lagi serangkaian swab yang akan dilalui. “Walaupun sempat schok suami saya akhirnya memahami kondisi ini ,” ujar Frida.
Namun kepada anak-anak Frida belum bisa cerita. “Saya hanya berpesan untuk menjaga kesehatan, makan yang banyak, minum vitamin, jaga kebersihan, cuci tangan dan jangan lupa pakai masker selalu,” tutur Frida
Kepada anak yang besar, Theresa Aura Odelia, Frida hanya mengatakan kalau ada pelatihan di rumah sakit sehingga harus meninggalkan rumah selama tujuh hari. Mereka cukup memahami tugas mamanya sebagai apoteker.
Setelah rapid hasilnya reaktif, Frida mengisolasi diri di rumah dinas RSUD RA. Kartini bersama dengan teman-teman yang lain dan kemudian melakukan swab dua hari berturut-turut. Sambil menunggu hasil swab Frida mengisolasi diri di rumah dinas RSUD RA. Kartini bersama dengan teman-teman yang lain.
“Ada perasaan cemas, takut dan khawatir menunggu hasil swab. Namun kami saling kompak, saling menguatkan dan berusaha membangun pikiran yang positif bahwa hasil swab akan negatif agar bisa kembali ke rumah,” kenang Frida.
Harapan itu selalu dibawa Frida dalam doa. Dalam situasi seperti itu, Frida mengaku dukungan dari manajeman, staf dan teman sekerja di farmasi sangat besar walaupun tidak bisa sepenuhnya membuang rasa takut dan cemas. “Hari-hari terasa sangat
panjang menunggu hasil swab. Juga hari yang mencemaskan. Saya mencoba membuang jauh perasaan itu, tetapi saya gagal,” ujar Frida.
*****
“Apa yang selama ini kami takutkan akhirnya tiba. Setelah empat-lima hari dilakukan pemeriksaan swab, vonis itu akhirnya jatuh. Dengan perlahan direksi memberitahukan bahwa saya positif covid-19. Juga memberi motivasi dan menguatkan saya. Namun saya hanya diam. Kala itu dunia seakan runtuh,” tutur Frida. Yang ada di pikiran saya adalah stigma dan imbasnya bagi keluarga saya, dikucilkan dan bahkan dianggap aib.
Setelah hasil swab keluar Frida harus menjalani karantina bersama dengan tenaga kesehatan yang lain di sebuah tempat. “Malam itu rasanya menjadi malam yang sangat panjang. Saya tidak bisa tidur karena saya harus memberi tau keluarga dengan sangat perlahan, persiapan mental dan persiapan isolasi mandiri untuk keluarga,” tutur Frida.
Semalaman saya menangis dan menangis kenapa Tuhan izinkan ini terjadi kepada saya. Namun akhirnya saya disadarkan dan dikuatkan oleh Tuhan untuk menerima kenyataan ini, tambahnya
Akhinya dengan perasaan tidak menentu, Frida memberitahu suaminya dan sekaligus memberikan penjelasan. Ia telah berusaha tegar, namun tak mampu juga mengilangkan kesedihan dan kecemasan.
“Suami sempat panik karena harus mengatur bagaimana mengisolasi dan mengkondisikan kedua anak kami secara terpisah. Suami saya menangis, dan mengalami pergumulan iman. Namun tiba-tiba Tuhan memberi saya kekuatan saya untuk memberi semangat dan motivasi suami dan keluarga dirumah. Juga kedua anak kami,” ujar Frida.
Menurut Frida, sesuai prosedur, keluarga juga dilakukan pemeriksaan rapid test dari puskesmas. “Hasilnya suami dan anak pertama nonreaktif. Sedangkan anak kedua dan eyangnya reaktif. Sesuai arahan puskesmas keluarga melakukan isolasi mandiri secara terpisah karena tidak ada keluhan dan gejala,” tuturnya.
Sungguh mungkin ini suatu yang membingungkan bagi anak-anal Frida.. Tetapi perlahan dengan sabar ia memberi pengertian meskipun hati yang paling dalam Frida terisak dan menangis.” tuturnya pelan. “Maafkan mamah sayangku,” itu pula yang terucap dihati Frida setiap kali.
Frida bersyukur, berlahan anak pertama Theresa Aura Odelia justru dimampukan Tuhan untuk menguatkannya. “Setiap pagi ia selalu memberikan ayat firman Tuhan yang membangun, memotivasi saya dengan luar biasa,” ujar Frida.
Sungguh bagi Frida, Tuhan itu tidak akan benar-benar membiarkannya jatuh dan tidak berdaya. “Saya yakin ini bagian dari ujian iman untuk menempa kami menjadi pribadi yang kuat” tutur Frida.
********
Menurut Frida, selama dikarantina, sungguh pengalaman berharga. Sebab bisa saling support dan menyemangati sebagai sesama tenaga kesehatan yang terdampak.
“Bagi saya pribadi ini adalah kesempatan dari Tuhan untuk banyak introspeksi diri dan memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Tuhan itu maha kasih. Kami diberi kesempatan untuk istirahat dari rutinitas kerja yang melelahkan,” tuturnya
Bagi Frida, saat menjalani isolasi ini tubuhnya sedang direcovery supaya lebih kuat lagi oleh Tuhan. Selama dikarantina jam 08.00 – 10.00 diisi dengan kegiatan olahraga. Selebihnya aktifitas dilakukan didalam kamar.
Selama di dalam kamar saya mencoba mengisi dengan banyak kegiatan antara lain, menyanyi, membaca alkitab. Juga membuat catatan-catatan kecil tentang perjuangan dan pergumulan melawan covid 19.
Salah satu cara untuk meningkatkan semangat dan optimisme menurut Frida adalah dengan berserah kepada Tuhan. “Karena hanya Tuhanlah sumber dari segala sumber perlindungan. Setiap pagi dan sebelum tidur saya melakukan saat teduh dan berdoa bisa berlama-lama bicara dengan Tuhan. Saya menangis dan mohon belas kasihan Tuhan buat saya dan keluarga.
“Puji Tuhan 3 hari dikarantina saya dapat kekuatan semangat yang baru dari Tuhan dan berkat penghiburan, sehingga saya dimampukan Tuhan buat memberikan motivasi juga untuk keluarga. Saya tiba-tiba merasa semakin fit dan pikiran semakin ringan. Tuhan itu baik bahwasanya untuk selamanya kasih setia Nya.
****
“Saya berharap untuk keluarga ku tetaplah semangat, kuat dan optimis. Berserah penuh kepada Tuhan itu kuncinya. Biarkan Tuhan berkarya. Saya yakin kita akan mampu keluar dari zona ini. Terima kasih buat teman-teman sejawat dan seluruh teman-teman yang tidak bisa saya sebut satu per satu yang senantiasa mendukung, baik dalam doa maupun dukungan jasmani.
Sementara untuk warga masyarakat, Frida memohon untuk tidak ada stigma buat yang terpapar corona. Corona adalah wabah dan bisa mengenai siapa saja. “Corona bukan penyakit kutukan yang harus dijauhi, namun dukunglah selalu apabila ada yang terdampak untuk mempercepat kesembuhannya,” pintanya.
Menurut Frida, corona adalah virus, dimana perlawanannya adalah sistem imunitas tubuh kita. “Apabila tubuh kita kuat maka akan mampu melawan dan mengendalikan virus tersebut dalam tubuh. Dukunglah warga yang terpapar sesuai dengan protokol yang ada, tetap jaga jarak, pakai masker dan seringlah cuci tangan, karena untuk menularkan ke orang lain virus tersebut membutuhkan media yaitu droplet. Virus tidak akan menular bila tidak ada media untuk menularkan.
******
Frida dan sejumlah tenaga kesehatan di Jepara saat ini sedang menjalani isolasi. Ia telah hampir 15 hari meninggalkan keluarganya yang juga harus melakukan isolasi mendiri dirumahnya.
Para tenaga kesehatan ini ada di tempatnya yang sekarang untuk melakukan isolasi mandiri karena mereka ingin melayani kita semua masyarakat Jepara, sebagaimana tugas dan panggilannya di bidang kesehatan. Saatnya kita semua masyarakat Jepara mendukung dan memberikan semangat juga, hingga mereka bisa kembali melayani kita, ketika kita atau keluarga kita juga jatuh sakit.