blank
Program Pascasarjana IAINU Kebumen menggelar Webinar Internasioal Pendidikan di Era Pandemi, Sabtu 13/6.(Foto:SB/Komper Wardopo)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Webinar Internasional yang dihelat Pascasarjana IAINU Kebumen menghadirkan narasumber tiga mahasiswa S3 di Finlandia, Belanda dan Australia serta praktik pendidikan di Indonesia selama Pandemi Covid-19 Sabtu (13/6), mengungkap hal-hal menarik dan inspiratif.

Webinar internasional itu dipandu Faisal MAg, Wakil Rektor II IAINU Kebumen dan disiarkan langsung melalui media sosial Pascasarjana IAINU Kebumen. Peserta dari mahasiswa pascasarjana, dosen serta dari luar dengan kuota terbatas 100 orang.

Menurut pemaparan Muchamad Tholcah, kandidat doktor Tampere University Finlandia, meski negara tersebut dikenal sebagai negara termaju dalam pendidikan, durasi belajar di sana ternyata hanya singkat. Bahkan jam belajar di sekolah rata-rata hanya 4 jam, dari Pukul 09.00-13.00.

“PR tetap ada di Finlandia, tetapi tidak banyak. Dengan harapan tidak membebani siswa.  Guru pun bisa memiliki waktu lebih menyiapkan materi pembelajaran serta melakukan riset. Biaya pendidikan SD sampai S3 tdak membayar, namun sebenarnya tidak gratis karena ditanggung penuh oleh Pemerintah dari pajak,”ujar Tolchah, seraya menambahkan semua guru di Finlandla bergelar S2 kecuali guru PAUD.

Menyinggung praktik pendidikan selama pandemi corona, Tholcah mengungkapkan, sejak corona menjadi pandemi global, semua sekolah ditutup. Belajar dilakukan secara distance learning untuk semua jenjang pendidikan, kecuali PAUD. Sistem pembelajaran pun dilakukan secara fleksibel dan guru diberi aplikasi untuk berinteraksi dengan orang tua siswa. Konsekuensinya memang ada beberapa masalah seperti KKM tidak tercapai, anak terlalu lama bermain gaged.

blank
Mahasiswa IAINU Kebumen mengikuti webinar internasional pendidkan di Kampus Pascasarjana Jalan Tentara Pelajar Kebumen.(Foto:SB/Ist)

Sedangkan Ahmad Karim, kandidat doktor dari Universiteit van Amsterdam Belanda memaparkan, di negeri Kincir Angin itu 20 persen wilayahnya berupa peraian. Wajib belajar dimulai anak usia 4 tahun. Pendidikan dilakukan melalui dua jenis,  jalur masuk perguruan tinggi hingga S3 dan jalur vokasi untuk masuk dunia kerja.

Menurut Karim, praktik pendidikan di Belanda durasinya juga tidak terlalu lama, mulai pukul 09.00-14.15. PR ada namun juga sedikit. Yang menarik, siswa ke sekolah tidak membawa buku karena buku ada di sekolah. Siswa tidak boleh membawa uang saku, dan hanya boleh membawa bekal roti tawar atau kue tanpa kandungan gula.

“Tidak ada les tambahan dan eskul. Namun untuk anak usia 8-10 tahun harus ikut kursus renang dengan sertifikat berjenjang dari tingkat dasar, mahir hingga bisa menolong orang lain. Ini karena 55 persen wilayah Belanda ada di bawah laut,”ujar pria asal Wonosobo itu.

Mengenai praktik pendidikan selama pandemi corona, lanjut Karim, di Belanda dengan jumlah penduduk 17 juta, atau hanya separo dari penduduk Jateng, maka situasinya jauh berbedai dengan Indonesia. Pembatasan sosial ada namun tidak terlalu drastis. Untuk siswa jenjang SMP dan SMU dianjurkan ke sekolah naik sepeda guna meningkatkan imunitas mereka.

Sedangkan Maslatif Dwi Purnomo, kandidat doktor dari Western Sidney University Australia, mengungakapkan, sebagai negara yang sudah maju dan Pemerintah memiliki otoritas kuat, selama pandemi Covid-19 memberlakukan protokol kesehatan yang ketat serta memberikan brosur imbauan menghadapi pandemi .

Menurut Maslatif, ada enam skema pembelajaran selama pandemi corona di Australia. Diantaranya menerapkan learning from home (LFH)  atau belajar dari rumah. Orang tua diminta wajib mengirim hasil kerja siswa ke guru dan guru mengakses kirman wali siswa.

Sedangkan Rektor IAINU Kebumen Dr H Imam Satibi MPdi mengkritisi praktik pendidikan dasar dan menengah di Indonesia selama pandemi Covid. Menurut Imam, ada kegamangan Pemerintah karena tidak siap menerapkan pembelajaran dalam jaringan (daring) atau on line. Sedangkan pembelajaran off line atau klasikal juga dihinggapi rasa ketakutan.

Menurut Imam, kendala lain yakni belum semua wilayah di Indonesia terjangkau jaringan internet dengan lancar. Bahkan masih ada blank spot di desa-desa serta faktor ekonomi orang tua sehingga pembelajaran dari rumah masih mengalami banyak kendala.

Namun Imam mengingatkan, bagaimana pun pendidikan harus terus berjalan meski pandemi Covid-19 karena menyangkut masa depan anak bangsa. Perlu dicarikan solusi tepat agar pembelajaran tetap berlangsung namun aman dari ancaman penyebaran corona bagi peserta didik dan pendidik.

“Kami di IANU Kebumen sejak sebelum ada pandemi telah menerapkan pembelajaran berbasis virtual bertahap, mulai dari ujian tengah semester dan ujan akhir semester. Bahkan semester genap ini mahasiswa sudah kuliah penuh dari rumah sehingga tidak menjadi kendala,”tandas Imam.

Komper  Wardopo     

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini