KUDUS (SUARABARU.ID) – Anggota DPRD Jateng Nur Khabsyin mendesak Pemprov dan Pemkab Se Jateng memberi perhatian khusus dunia pesantren jika kondisi new normal diberlakukan. Menurut politisi asal PKB tersebut, harus ada penganggaran khusus guna memenuhi standar kesehatan Covid-19, sebelum aktifitas pesantren diaktifkan kembali.
Menurut Khabsyin, berdasarkan informasi dari Rabhithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU), jumlah pesantren di Jateng berkisar 4000 an. Para pengasuh pesantren sudah berencana mulai melaksanakan pendidikannya pada bulan Syawal ini.
Rencana diaktifkannya kembali pendidikan di pondok pesantren tersebut atas kekhawatiran kondisi santri yang bisa terkena pengaruh buruk lingkungan, media sosial, dan televisi, akibat kontrol yang lemah jika terlalu lama di rumah. Namun di sisi lain, kata Khabsyin, para kiai juga tidak ingin pesantren menjadi klaster baru Covid-19.
“Terutama di Jateng, pemprov dan pemkab harus ikut memperhatikan masalah ini. Sebab, bagaimanapun, pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di tanah air yang ikut berperan mendidik menjaga akhlak dan karakter generasi muda bangsa,”tandasnya.
Atas dasar itu, pemerintah harus memberi perhatian khusus karena sebagian besar kondisi sarana dan prasarana pesantren belum memenuhi standar protokol kesehatan Covid-19.
“Banyak pesantren yang tempat wudlunya kulah yang dipakai beramai-ramai. Satu kamar bisa diisi 10-15 santri. Kondisi ini harus ada solusi agar protokol kesehatan berupa phisycal distancing bisa dijalankan,”tandas wakil rakyt asal Dapil Jateng III (Kudus, Jepara dan Demak) tersebut.
Oleh karena itu, kata Khabsyin, alokasi anggaran khusus bagi pesantren untuk pengadaan pusat kesehatan beserta tenaga dan alat medis, serta sarana MCK standar yang memenuhi protokol Covid-19.
Rapid Tes Massal
Disinggung mengenai banyaknya santri yang berasal dari luar daerah, kata Khabsyin, juga harus disediakan sarana rapid tes massal bagi santri sebelum mereka masuk ke pesantren.
“Semua santri yang akan masuk kembali ke pesantren, harus menjalani rapid tes dulu sebagai penanda dimulai kegiatan belajar di pesantren,”tukasnya.
Di samping itu, bagi santri yang datang dari luar daerah terutama zona merah, juga diperlukan sarana karantina yang dilengkapi kebutuhan pangan selama 14 hari masa isolasi.
“Penyediaan sarana dan prasarana belajar yang sesuai standar new normal, juga harus disiapkan oleh pemerintah,”tandasnya.
Terpisah, KH Syaiun Adhim, pengasuh ponpes Yanbuul Quran khusus Remaja, di Kelurahan Kajeksan, Kudus mengakui memang ada rencana untuk mengaktifkan kembali pesantren pada 6 Juni mendatang. Hanya saja, kepastiannya tetap menunggu kebijakan pemerintah.
Namun demikian, kata Syaiun, pihaknya memang berharap ada peran dari pemerintah terutama untuk fasilitasi protokol kesehatan Covid-19 sebelum semua santri kembali ke pondok.
”Harus ada pemeriksaan agar semua santri yang masuk pondok benar-benar bebas dari Covid-19,”tandasnya.
Senada, KH Syaiful Ahyar pengasuh Pondok Pesantren Rauddlotut Tholibin, Desa Waturoyo, Kajen, Pati juga tetap menunggu keputusan pemerintah terkait diaktifkannya kembali pesantren.
“Kalau pesantren kami ada rencana masuk 20 Juni nanti. Tapi tetap menunggu keputusan resmi pemerintah. Hanya saja, kami berharap ada sosialisasi dan edukasi terlebih dulu sebelum pesantren benar-benar diperbolehkan buka lagi, serta ada bantuan dari pemerintah terkait sarana prasarana pesantren untuk pemenuhan protokol kesehatan,”tukasnya.
Tm-Ab