JEPARA(SUARABARU.ID) – Sunan Kalijaga adalah salah satu Walisanga yang sangat kreatif memadukan unsur Islam dan budaya Jawa. Bahkan ia dapat menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, tembang, grebeg maulud, bangunan dan perayaan sekatenan sebagai media dakwah.
Konon Sunan Kalijaga pula yang mulai memaknai hari raya Idul Fitri dengan istilah “Bakda” yang berarti telah selesai, dan kemudian munculah istilah Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.Istilah Kupat itu sendiri bermakna Ngaku Lepat dan Laku Papat yang artinya mengakui kesalahan dan melakukan empat tindakan.
Kupat sendiri konon telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit dan Pajajaran. Kupat kala itu adalah salah satu bentuk media pemujaan terhadap Dewi Sri.
Namun dalam perkembangannya kupat berubah makna sejak ditafsir ulang oleh Sunan Kalijaga pada zaman pemerintahan Kasultanan Demak disesuaikan dengan ajaran Islam. Kupat bukan lagi untuk pemujaan Dewi Sri tetapi menjadi simbol perayaan hari raya Islam atau Idul Fitri hingga sekarang.
Dalam filosofi Kupat sesuai dengan bentuknya yang segi empat, Sunan Kalijaga mengajarkan “Ngaku Lepat” sebagai bentuk kerendahan hati untuk mengakui kesalahan, menghormati orang tua dengan sungkeman dan memohon keikhlasan ampunan dari orang lain.
Sedangkan filosofi yang kedua yang diajarkan Sunan Kalijaga adalah “Laku Papat”, yang terdiri dari laku pertama, Lebaran yang maknanya berakhirnya puasa. Sedangkan laku kedua adalah Luberan, : meluber atau melimpah yang berisi ajakan untuk bersedekah dengan mengeluarkan Zakat Fitrah untuk fakir miskin.
Sementara laku ketiga adalah Leburan: Melebur dosa dan kesalahan di hari yang suci, artinya umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. Dan laku keempat adalah Laburan yang maknanya melabur, memberikan warna putih dengan selalu menjaga kesucian lahir dan batin.
Keempat laku ini adalah tindakan yang utuh dan tidak hanya boleh dilakukan sepotong-sepotong. Sebab setelah seseorang selesai puasa, tidak boleh ia hanya berhenti pada ritual itu. Namun agar dapat kembali fitri ada dua laku perantara lain, yaitu bersedekah dan saling memaafkan.
Mengapa Sunan Kalijaga mengajarkan membungkus kupat dengan janur, daun kelapa yang masih muda ?. Janur sendiri berasal dari kata Ja’annur atau telah datang cahaya atau Jatining Nur yang berarti hati nurani.
Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia yang jika dibelah menjadi dua akan terlihat putih bersih kembali ke fitrah dan suci, jika seseorang telah melakukan laku papat dengan ikhlas.
Ulil Abshor