JAKARTA (SUARABARU,ID) – Pemerintah, jangan buru-buru melakukan impor komoditas pangan, meski ada beberapa provinsi di Tanah Air yang belakangan ini mengumumkan kondisinya mengalami defisit pangan.
Demikian ditegaskan oleh Anggota DPR-RI Drs Hamid Noor Yasin MM, terkait kemunculan adanya pengumuman beberapa provinsi di Indonesia mengalamai defisit pangan. ”Mengapa tidak buru-buru mengimpor pangan ? Karena defisit pangan di suatu provinsi di Indonesia, solusinya dapat dipasok produk pangan dari provinsi lain yang mengalami surplus pangan,” tegas Hamid.
Hamid, Anggota Komisi IV DPR-RI ini, mendorong agar dalam menyikapi pengumuman kekurangan stok bahan pangan di suatu provinsi, dapat lebih dulu ditempuh melalui manuver dukungan jalur distribusi logistik yang diperlancar. Utamanya distribusi dari daerah yang mengalami surplus produk pangan, untuk medndapatkan kemudahan memasok ke provinsi yang mengalami defisit pangan.
”Tanpa harus buru-buru melakukan impor pangan dari negara manca,” tegas Hamid Noor Yasin. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, menyatakan, manakala didukung jalur distribusi yang lancar, maka provinsi yang mengalami defisit pangan, dapat dipenuhi melalui pasokan pangan secara mandiri di dalam negeri.
Tujuh Provinsi
Sebagaimana diketahui, Presiden mengumumkan terjadi defisit pangan termasuk defisit beras yang saat ini terjadi di tujuh provinsi di Indonesia. ”Tapi untuk saat ini, itu belum menjadi sesuatu yang darurat untuk segera disikapi dengan cara melakukan Impor,” tandas Hamid Noor Yasin.
Sebagai legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) IV Jateng (Wonogiri, Karanganyar, Sragen), Hamid Noor Yasin, menyatakan, hal yang sangat penting adalah penyikapan distribusi yang baik pada tata kelola pelayanan aspek transportasi logistik antarprovinsi. ”Ini menjadi sangat urgent, terutama pada masa pandemi Covid-19 seperti ini,” tandasnya.
Sebab, tandas Hamid, kondisi permasalahan pangan di Tanah Air saat ini, substansinya bukanlah semata-mata pada masalah tingginya komoditas pangan saja. Namun untuk komoditas tertentu, para petani dan peternak dalam negeri, menghadapi persolan tentang murahnya harga produk. ”Sehingga, ini mengancam kebangkrutan dunia usaha pertanian maupun peternakan di Indonesia,” ucap Hamid.
Hamid sebagai politisi PKS ini, mencontohkan, seperti pada harga jual ayam hidup di tingkat peternak, saat ini harganya terlalu murah dibandingkan dengan biaya produksinya. Bahkan, harga jual produk dari peternakan ayam, berada di posisi lebih murah dari harga pakan-nya.
Menjadi Terpuruk
Begitu juga harga cabai. ”Saya mendapatkan laporan dari sejumlah daerah, bahwa petani sentra cabai nasibnya saat ini menjadi terpuruk,” tegas Hamid, sembari mencontohkan itu sebagaimana terjadi Malang atau di Dompu.
”Harga cabai menjadi anjlok hingga Rp 5 ribu per Kilogram,” tutur Hamid, sembari menyebutkan adanya indikasi permainan di tingkat pengepul atau tengkulak, yang tega berbuat nakal, sehingga dampaknya merusak harga karena harga cabai menjadi jatuh secara drastis.
.
Pada bagian lain, Hamid, menyebutkan, untuk komoditas gula dan bawang putih, mengalami naik harga. ”Ingatlah, harga yang melambung tinggi pada komoditas ini, telah berdampak menyusahkan masyarakat sebagai pihak konsumennya,” jelasnya. Untuk menyikapi ini, sampai-sampai pemerintah akan mengusulkan revisi HET (Harga Eceran Terendah) untuk komoditas gula.
Kata Hamid, dilema produk pangan menjadi problema tersendiri di Tanah Air. Sebab, bila terlalu rendah akan berpotensi dapat mendzalimi petani atau peternak sebagai pihak produsen. Namun bila terlalu tinggi, itu akan menyusahkan rakyat banyak. ”Sebaiknya dapat diciptakan stabilitas harga yang wajar-wajar saja,” tergasnya.
Menurut Hamid, dari hasil berbagai diskusi ilmiah, baik yang dilakukan oleh lembaga kajian maupun di lingkup kampus Perguruan Tinggi (PT), stok pangan kita saat ini masih sangat aman hingga tiga bulan kedepan. Kementerian Pertanian (Kementan), memperkirakan, produksi beras Indonesia pada Juni 2020 surplus 6,4 juta ton.
Ketersediaan Beras
Perkiraan ketersediaan beras tersebut, didasarkan pada produksi dan kebutuhan konsumsi bulanan, serta memperhitungkan stok yang ada. Stok pangan nasional pada akhir Maret 2020 ada sebanyak 3,45 juta ton. Perinciannya, stok di Bulog 1,4 juta ton, di penggilingan 1,2 juta ton, di pedagang 754.000 ton, dan di Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) sebanyak 2,939 ton.
Menyikapi kondisi pangan nasional tersebut, Hamid, minta kepada Kementerian Pertanian, agar konsisten memegang janjinya. Sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap penyediaan pangan nasional, mesti harus sesuai dengan kenyataan akan persiapan berbagai strateginya, dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan. ”Khususnya ketahanan pangan di situasi pandemi Covid-19,” tegasnya.
”Bukti akan realisasi janji pemerintah tersebut, adalah tidak Impor pangan,” ujar Hamid. Ini terkait dengan penjelasan kesiapan, kecukupan stok dan rencana-rencana strategisnya itu. ”Bila kenyataannya masih impor, itu berarti membohongi rakyat,” tegas Hamid.
Harapan Hamid, menyikapi defisit yang terjadi di beberapa provinsi, itu dapat dipenuhi oleh pasokan dari provinsi lain di Tanah Air yang mengalami surplus pangan. ”Karena inilah, fungsi negara hadir untuk rakyat,” tandas Hamid Noor Yasin.
Bambang Pur