Oleh Hadi Priyanto
Tidak mudah melacak jejak sejarah masa pra kolonial. Sebab minimnya catatan sejarah yang menuliskan peristiwa kala itu. Juga tidak banyak bukti arkeologis yang masih masih tersisa sebab dimakan waktu.
Karena itu para ahli sejarah menyebut masa itu sebagai masa penuh misteri. Sebab hampir tidak terjangkau dalam kajian sejarah. Akibatnya para ahli sejarah mengalami kesulitan dalam melakukan rekronstruksi sejarah.
Kalaupun ada, lebih banyak ditulis pada kitab-kitab babad yang tidak seluruhnya berdasarkan fakta sejarah. Namun dalam teks babad, ada juga mitos dan legenda. Demikian juga keberadaan Ratu Kalinyamat yang diperkirakan berkuasa selama 30 tahun dari 1549 – 1579.
Padahal penulis Portugis, Diego de Couto menggambarkan putri Sultan Trenggono ini sebagai Rainha de Japara, senhora paderosa e rica, Ratu Jepara seorang wanita kaya dan berkuasa. Sedangkan orang Portugis melukiskannya sebagai De Kranige Dame, wanita pemberani.
Ratu Kalinyamat yang dikenal dengan nama Ratu Retno Kencono, naik tahta Jepara tahun 1549 menggantikan suaminya Pangeran Hadlirin yang menjadi korban perebutan tahta Demak. Dalam waktu singkat, Ratu Kalinyamat berhasil mengembangkan Jepara menjadi sebuah wilayah perdagangan yang memiliki pengaruh besar hingga seberang lautan.
Bandar Jepara yang mulai dibangun oleh Arya Timur tahun 1470, dengan cepat dikembangkan Ratu Kalinyamat menjadi sebuah bandar perdagangan terbesar, jauh sebelum bandar Semarang ada. Bahkan menurut Schrieke pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat Jepara telah menjadi pelabuhan yang sangat penting, sebab memiliki pelabuhan yang sangat baik. Jepara juga ditulis oleh Schrieke membuat kapal untuk keperluan perdagangan dan militer.
Untuk mendukung posisinya sebagai poros perdagangan di ujung utara pulau Jawa, Ratu Kalinyamat juga mengembangkan industri galangan kapal didaerah kekuasaannya, Jepara, Juana, Rembang dan Lasem. Menurut H.J. de Graaf dan G.Th. Pigeaud, industri galangan kapal di Jawa, termasuk di Jepara merupakan industri galangan kapal terbaik di Asia Tenggara.
Seiring dengan perkembangan perdagangan, Ratu Kalinyamat juga membangun armada perang yang kuat. Sebab ia sadar, armada perang ini sangat diperlukan untuk melindungi eksistensi Jepara sebagai salah satu poros maritim kala itu.
Membangun Benteng
Untuk menjaga kedaultan wilayahnya, Ratu Kalinyamat sadar benar, bahwa ia tidak boleh hanya memperkuat prajurit di darat seperti yang dilakukan oleh ayahandanya, Sultan Trenggono tetapi harus memiliki armada laut yang kuat dan didukung oleh pertahanan yang kokoh.
Karena itu Ratu Kalinyamat kemudian membangun sebuah benteng. Tujuannya untuk mengamankan wilayahnya dari serangan musuh. Namun benteng Ratu Kalinyamat mungkin sudah terhilang dari memori kolektif masyarakat Jepara.
Benteng pertahanan yang dibangun oleh Ratu Kalinyamat diatas bukit Danaraja ini masih dapat dilihat oleh para pelaut Belanda abad ke XVII. Benteng itu jika dilihat dari laut dilukiskan berada diatas gunung, menghadap kelaut dan terletak di dekat muara sungai. Benteng ini juga mampu menahan dan memukul mundur prajurit Madura dibawah pimpinan Trunojoyo yang telah sampai alun-alun Jepara.
Dalam catatan perjalanan Antonius Hurdt, anggota Raad van Indie yang sejak bulan September – Desember 1678 memimpin ekspedisi kepedalaman pulau Jawa benteng ini juga disebut.
Dalam jurnal perjalanan Antonius Hurdt yang ditulis oleh sektreatarisnya, Johan Jurgen Briel dituliskan, di Jepara kompeni memiliki dari jaman dulu sebuah loji di sungai Jepara. Di atas gunung Danaraja diseberangnya, dijumpai perbentengan Jawa dari jaman kuno, yang oleh Speelman telah sedikit diperbaharui. Tepian lautnya mempunyai sebuah dinding dengan selekoh dengan langgam bangunan Tionghoa, tepian daratnya telah diperkuat dengan daya tahan sedikit.
Benteng yang dibangun oleh Ratu Kalinyamat itu memang kini telah tidak ada jejaknya. Sebab ketika VOC atas ijin Sultan Agung mulai masuk Jepara tahun 1615, mereka kemudian mendirikan loji perdagangan. Juga merubah benteng ini. Perubahan benteng dilakukan oleh Speelman pada pertengahan abad ke XVII hingga benteng ini dikenal sebagai Benteng VOC.
Perubahan benteng juga dilakukan pada pertengahan abad ke 19 oleh pemerintah Hindia Belanda kemudian dirubah menjadi bangunan benteng segi tiga. Pembangunan benteng dengan dinding 120 roeden atau 420 meter ini dilakukan oleh seorang arsitek bernama Muller.
Benteng dengan tembok keliling ini juga terdapat pintu gerbang dengan sarang-sarang penyerangan berujud selekoh. Selekoh adalah sudut yang dibangun menjorok keluar pada dinding benteng.
Benteng VOC yang dibangun diatas reruntuhan benteng pada masa Ratu Kalinyamat itu yang kini dibangun sebagai Fort Japara XVI. Sebelumnya oleh Johan Jurgen Briel disebutkan sebagai perbentengan Jawa dari jaman kuno.
Sayang jika kemudian kita melupakan kemasyuran Jepara yang ingin dijaga Sang Ratu dengan pendirian benteng Jawa kuno itu. Ironisnya justru kita lebih mengenangnya sebagai benteng VOC yang dibangun diatas reruntuhan benteng pada masa kejayaan Ratu Kalinyamat.
Hadi Priyanto adalah penulis buku Ratu Kalinyamat Rainha de Japara