blank
Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Timur (NTT), Robert Sinaipar saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang. Foto: Ant

KUPANG (SUARABARU.ID) – Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Timur (NTT), Robert Sinaipar mengatakan para nasabah atau debitur wajib mengajukan permohonan kepada pihak bank atau leasing untuk mendapatkan keringanan kredit akibat kesulitan membayar sebagai dampak dari wabah COVID-19.

Untuk mendapat keringanan kredit, nasabah wajib mengajukan permohonan kepada bank/leasing yang dapat disampaikan secara online lewat emal atau pun website yang ditetapkan lembaga tersebut, katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Kupang, Minggu.

Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan mekanisme pemberian keringanan kredit yang merupakan program Pemerintah yang disampaikan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu sebagai akibat dari serangan wabah COVID-19.

Ia menjelaskan, OJK  telah mengeluarkan peraturan terkait kebijakan keringanan kredit itu melalui Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Dampak COVID-19.

Robert mengatakan, keringanan kredit dari lembaga jasa keuangan baik perbankan maupun non perbankan bukan berarti penghapusan kewajiban membayar cicilan selama satu tahun. “Jadi tidak ada penghapusan kewajiban membayar cicilan, ini yang perlu disosialisasikan lembaga jasa keuangan agar salah persepsi di masyarakat,” katanya

“Ada mekanisme yang harus ditempuh untuk mendapat keringanan kredit ini yang diserahkan kepada masing-masing lembaga jasa keuangan,” katanya.

Robert menjelaskan, pemberian keringanan ini diprioritaskan untuk nasabah yang sebelumnya lancar membayar namun kemudian menurun kinerja usahanya sebagai dampak COVID-19.

Parah nasabah, lanjut dia, wajib mengajukan permohonan keringanan kepada bank/leasing dan selanjutnya akan dinilai kondisi masing-masing nasabah apakah terdampak atau tidak, bagaimana historis pembayarannya dan lainnya.

OJK memberikan keleluasaan kepada bank/leasing untuk menilai berdasarkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi “moral hazard” atau bahaya moral, katanya menambahkan.

Ant-trs