REMBANG (SUARABARU.ID)– Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Rembang terus menurun. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Rembang menyebutkan, tahun 2019 pertumbuhan ekonomi di kabupaten penghasil garam ini cuma 5,18%. Padahal pada 2017 sempat mencapai 7,01, dan tahun 2018 masih 5,89. Diperkirakan pada tahun ini pertumbuhannya akan semakin melemah, seiring kondisi global akibat dampak virus Vorona alias Covid 19.
Salah satu komoditas ekonomi masyarakat Rembang yang terkena dampak virus Corona adalah sektor perikanan. Dampak dibatasinya aktivitas keluar masuk orang antar-negara, membuat ekspor perikanan dari Kabupaten Rembang menurun. Bahkan ekspor ke beberapa negara terpaksa dihentikan.
BACA JUGA : Ketua DPR RI Minta Pemerintah Segera Bentuk Satgas Penanganan Covid-19
Ketua Klaster Olahan Ikan Kabupaten Rembang, H Mustari mengungkapkan, dampak dari virus Corona juga dirasakan masyarakat Rembang. Tidak hanya bagi pelaku usaha saja, mereka yang bekerja sebagai nelayan atau karyawan pabrik pengolah ikan, juga merasakan dampaknya.
Saat ini beberapa pabrik pengolahan ikan mulai menghentkan aktivitasnya. Dampaknya karyawan harus diliburkan. ”Pabrik sudah banyak yang tutup. Kalau terpaksa, proses biasanya dengan cara membatasi kapasitas produksi. Ikan dari nelayan harganya mulai diturunkan,” terang Mustari, Rabu (11/3/2020).
Pengusaha pengolahan ikan yang memiliki tempat usaha di Desa Purworejo, Kecamatan Kaliori ini menjelaskan, ikan yang diolah di Kabupaten Rembang banyak diekspor ke Jepang, Cina, Hongkong, Taiwan, Vietnam, India dan beberapa negara lainnya di Asia.
Diungkapkan dia, lebih dari 60% produk olahan ikan dari wilayahnya di ekspor ke Taiwan. Di antaranya cumi blekutak, teri nasi dan ikan layang. Selain itu, ada pula ikan muniran, kapasan, suwangi dan beberapa jenis ikan lainnya yang juga diekspor ke beberapa negara lainnya. Saat ini banyak cold storage atau ruang pendingin milik para pengusaha yang penuh dengan ikan, lantaran ikan siap jual tidak bisa keluar.
Mustari sendiri biasa mengekspor ikan layang belah dan teri nasi ke Taiwan. Namun karena kondisinya yang tidak menentu, kini dia mengalami kerugian besar. Saat ini dia memiliki 20 ton ikan layang belah yang siap kirim, namun kini hanya disimpan di dalam ruang pendingin.
Untuk ikan layang belah, terang Mustari, dia sempat kirim dua kali, masing-masing setengah kontainer. Untuk kiriman berikutnya minta dikirim satu kontainer, namun terpaksa kembali, lantaran ada virus Corona. ”Sudah telanjur dikirim, namun dalam perjalanan di tengah laut disuruh kembali,” tambahnya.
Pakan Ternak
Ikan layang belah sendiri terang Mustari, adalah ikan rebus kering yang diambil dagingnya saja. Duri dan kepalanya diambil. Oleh karena itulah, dia mengaku susah memasarkan ikan seperti itu di dalam negeri, sebab permintaan masyarakat Indonesia adalah ikan utuh.
Untuk pasar ekspor sendiri, ikan seperti itu laku Rp 48.000. Dari nelayan ikan layang dibeli seharga Rp 8.000. Namun begitu keuntungannya ternyata tidak banyak, lantaran harus dibuang duri dan kepalanya. ”Keuntungan saya karena bisa menjual kepala dan durinya. Limbahnya bisa dijual untuk pakan ternak,” tambah Mustari.
Sementara itu, pengolah ikan lainnya Yaoma mengaku, beberapa komoditas ekspor memang tersendat, namun masih ada yang bisa dikirim ke luar negeri. Contohnya ikan jenis gurita dan blekutak, masih bisa ekspor ke India. ”Saat ini pasar India masih bisa menerima. Kami masih tetap proses gurita segar untuk dikirim ke India,” tambah Yaoma.
Meski begitu, dia mengaku khawatir melihat perkembangan yang ada. Sebab dampak virus Corona masih terus berkembang, dan itu bisa berdampak pula di India.
Sanyoto-Riyan