JAKARTA (SUARABARU.ID) – Distribusi pupuk bersubsidi di Tanah Air masih amburadul, dan banyak dikeluhkan oleh petani tanaman pangan sebagai konsumennya. Kondisi demikian telah berlangsung bertahun-tahun, pemerintah didesak harus segera melakukan langkah besar untuk menyelesaikannya.
Demikian ditegaskan oleh Anggota Komisi IV DPR-RI (A-441), Drs Hamid Noor Yasin MM, dalam mengkritisi masalah pupuk yang menasional dan tak kunjung beres tersebut. Sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV Jateng (Wonogiri, Karanganyar, Sragen), Hamid Noor Yasin, menyatakan menerima banyak keluhan dari berbagai elemen masyarakat tani. Terutama tentang persoalan pupuk subsidi yang hingga kini belum baik pengelolaannya.
Keluhan kaum tani tersebut, banyak disampaikan ketika Hamid menjalani reses dan bertemu dengan masyarakat di daerah pemilihannya. ”Mereka mendesak, agar saya menyampaikan masalah keluhan soal pupuk ini kepada pemerintah,” ujarnya sembari menambahkan bahwa belum beresnya pupuk bersubsidi, masih menjadi masalah yang fundamental. Utamanya menyangkut tidak lancarnya distirbusi, dan kendala tentang seringnya pupuk ‘menghilang’ ketika petani memerlukannya..
Peranan Penting
Padahal, tambah Hamid, pupuk subsidi memiliki peranan penting dan strategis dalam meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian. Menyikapi hal ini, politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, akan terus menyuarakan agar pemerintah dalam mengelola pupuk melakukan langkah yang efisien baik secara teknis, penyedian, distribusi dan harga melalui subsidi.
Hamid, menjelaskan, tahun lalu persoalan pupuk subsidi terjadi akibat danya langkah blokir atau penghentian pupuk bersubsidi di beberapa wilayah Indonesia. ”Dampaknya, menjadi salah satu pemicu kisruhnya pengelolaan distribusi pupuk bersubsidi secara nasional,” tandas Hamid.
Pada tahun 2020 ini, persoalan pupuk subsidi akan menghadapi tantangan yang krusial, yakni mengenai ketersediaan yang tepat dengan prinsip 6T (tepat waktu, tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat harga dan tepat lokasi). Tantangan di Tahun 2020, lanjut Hamid, akan dipicu oleh turunnya alokasi anggaran pupuk subsidi dibandingkan Tahun 2019.
Anggaran Pupuk
Secara nasional, anggaran pupuk subsidi Tahun 2019 sebesar 9,55 juta ton senilai Rp. 29 triliun. Sedangkan alokasi Tahun 2020, berkurang menjadi sebesar 7,94 juta ton dengan nilai Rp 26,6 triliun. Meski Menteri Pertanian menjamin akan memperbaiki sistem ketersediaan dan penyaluran pupuk subsidi, namun itu masih diwarnai banyaknya keluhan petani terkait belum baiknya tata kelola pupuk subsidi. Hendaknya, itu harus ikut menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan utuk langkah perbaikan dalam pengelolan pupuk di Tanah Air.
”Saya mendengar sendiri para petani di berbagai daerah, bahwa tata kelola distribusinya masih amburadul. Kondisi ini, mendapat protes dari arus bawah,” tandas Hamid Noor Yasin.bawah. Mneyikapi ini, pemeirntah didesak harus melakukan langkah kongkrit yang memadai, agar persoalan pupuk semakin baik. Yang kelak akan berujung pada peningkatan produktivitas pertanian. ”Sehingga persoalan impor pangan yang selama ini terjadi, nantinya dapat ditekan,” jelas Hamid.
Sebagai politisi PKS, Hamid, mengingatkan kepada pemerintah bahwa tahun lalu ada prestasi pemerintah pada distribusi pupuk bersubsidi sebesar 6.026.667 ton, dan hingga hingga Tanggal 11 September 2019 lalu, itu setara 68 persen dari alokasi penyaluran pupuk bersubsidi di Tahun 2019. Namun dengan upaya yang besar seperti ini pun, kepuasan masyarakat petani masih jauh dari harapan.
Banyak Yang Kesingsal
Banyak rakyat mengeluh terkait dengan masalah pendataan kelompok penerima, hanya yang dekat pemerintah atau yang memiliki akses saja, yang mendapat saluran pupuk subsidi dengan mudah. ”Masih banyak petani yang kesingsal tidak mendapatkan pupuk subsidi, meski sangat membutuhkan,” tegas Hamid Noor Yasin.
Hamid, membeberkan, berdasarkan data selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini, menunjukkan bahwa rata-rata perbandingan peningkatan jumlah subsidi pupuk tidak seiring dengan peningkatan produksi dan produktifitas pertanian. Pencapaian yang 10 tahun, hanya memperoleh prosentase produksi sebesar 30,9 persen, dan produktivitas sebesar 13,2 persen Ini diduga, yang menjadi penyebab utamanya adalah belum tepatnya sasaran untuk petani penerima pupuk subsidi.
”Saya berharap, ada upaya yang signifikan terhadap penyelesaian pupuk bersubsidi ini,” tegas Hamid. Semoga Tahun 2020 ini, pemerintah mampu membereskan permasalahan pupuk bersubsidi. Keluhan-keluhan yang hingga kini masih banyak dirasakan oleh petani-petani di daerah, dapat diredam dalam waktu cepat, dan cita-cita mewujudkan penyediaan pangan dari dalam negeri dapat terealisasi, sehingga impor pangan dapat di tekan secara drastis.
Bambang Pur