Oleh: Ira Alia Maerani
KEPPRES (Keputusan Presiden) No. 5 Tahun 1985 memutuskan tanggal 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Peran awak media dalam memberikan edukasi positif di masyarakat amat besar. Kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi yang disingkat 6 M tak luput dari nilai-nilai Pancasila.
Tim awak media yang terdiri dari wartawan (reporter) yang melakukan peliputan berita di lapangan, dilanjutkan oleh redaktur yang mengedit naskah berita yang dibuat oleh wartawan peliput, hingga pimpinan redaksi yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan berita oleh divisi pemberitaan, senantiasa menyampaikan nilai-nilai dalam team work-nya ini.
Nilai-nilai Pancasila yang kental dengan nuansa religius, kemanusiaan, mengepankan persatuan Indonesia (nasionalisme), musyawarah dan memprioritaskan keadilan sosial.
Sejatinya, berita (informasi) yang disampaikan pada masyarakat memprioritaskan kelima nilai tersebut. Sehingga menghadirkan informasi yang akurat, berimbang, humanis, objektif, adil dipayungi oleh nilai religius. Mengapa dipayungi oleh nilai religius?
Mengingat bahwa rakyat Indonesia mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana bunyi sila pertama Pancasila. Mengingat bahwa insan pers merasa selalu bertanggung jawab pada Tuhan YME saat melahirkan sebuah pemberitaan.
Ketaatan pada Tuhan YME membuatnya takut untuk berbohong apalagi memanipulasi berita dan data. Ketundukannya pada Tuhan YME membuatnya enggan untuk berlaku tidak adil pada siapa pun. Obyektif dalam menghasilkan sebuah pemberitan. Mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Mengapa demikian? Karena insan pers paham betul, jika ia berlaku tidak adil, curang (tidak jujur), memanipulasi data, mengadu domba, melakukan pencemaran nama baik dan berbagai tindakan yang merusak kode etik jurnalistik, maka ia sendirilah yang pertama mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan YME. Disamping itu, akan berimbas pada kualitas berita dan media tersebut.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang semakin baik, saat ini sudah pandai menimbang, menyaring (memfilter) dan menyimpulkan mana pemberitaan yang adil dan objektif dan mana yang sebaliknya.
Mana pemberitaan yang provokatif dan mana yang konstuktif. Oleh karena itu peran pers sebagai agen edukasi, memberikan informasi, penerangan dan petunjuk amatlah penting. Pers menjadi tak terpisahkan dengan masyarakat.
Mengingat unsur-unsur pers yang terdiri atas Pertama, adanya orang atau suatu badan yang menyampaikan atau memberikan suatu pikiran perasaan, ataupun gagasan yang dalam kegiatan pers disebut wartawan.
Kedua, adanya berita sebagai hasil pekerjaan wartawan yang diangkat dalam media pers. Ketiga, adanya orang, kelompok orang atau masyarakat yang menerima berita tersebut. (Oemar Seno Adji, Mass Media dan Hukum, 1977:14).
Untuk itu, sebagai insan pers yang religius ada baiknya memperhatikan asas dan norma dalam pemunculan berita sebagaimana diatur di dalam Alquran dalam beberapa surat terkait, yakni: (1) Pers harus bebas dan bertanggung jawab. Tanggung jawab di dunia dan akherat diatur dalam surat Ath-Thur Ayat 21; (2) Pers harus membuat kalimat yang adil, mengolah kata-kata menjadi kalimat yang bijak (QS Al An’am: 152); (3) Pers yang beretika harus jujur dalam berkomunikasi (QS at Taubah: 119); (4) Pers harus adil dan tidak memihak (QS An Nahl: 90); (5) Cek dan ricek (klarifikasi/tabayyun) terhadap kebenaran sesuatu informasi. Prinsip pers berlaku berita yang berimbang (cover both sides) (QS Az Zumar: 18); (6) Pers sebagai pengkritisi yang konkrit dan konstruktif (QS Ali Imran: 104).
Dr. Ira Alia Maerani, M.H., dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang