WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Saat ini tengah memasuki siklus musim rendengan. Tapi mengapa sejak medio Bulan Januari sampai menjelang awal Bulan Februari 2020, cuaca dan iklim di Jawa Tengah jarang turun hujan ? Menurut Badan Metereologi Klimatologi Geofisika (BMKG), karena dipengaruhi oleh adanya pergerakan Madden Julian Oscilation (MJO).
Demikian penegasan Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Semarang, Ir Tuban Wiyoso MSi, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wonogiri, Bambang Haryanto, Jumat (31/1). Disebutkan, secara umum wilayah Indonesia dan Jawa Tengah pada khususnya, sedang berada pada musim hujan, dimana dipengaruhi sistem monsun yang merupakan sistem yang relatif tetap dari tahun ke tahun.
Disamping itu, terkadang variasi kondisi atmosfer tertentu yang terjadi, dapat mengubah total curah hujan secara besar hingga memberi dampak yang signifikan. Adapun kaitan kendali terhadap perubahan kondisi atmosfer terkini, yang mempengaruhi penambahan dan pengurangan curah hujan di Bulan Januari 2020, itu dipengaruhi oleh pergerakan MJO, yakni peristiwa perubahan atmosfer dan laut secara berkala, yang bergerak ke arah timur di sekitar wilayah tropis dekat equator, sebagaimana ditemukan oleh Roland Madden dan Paul Julian.
Masa Perubahan
Saat berada di fase (tingkatan masa perubahan) di wilayah Indonesia, maka akan meningkatkan atau menambah curah hujan saat musim hujan di awal hingga pertengahan Bulan Januari 2020. Namun mulai pertengahan hingga menjelang akhir bulan Januari 2020, terjadi jarang hujan. Itu terjadi akibat pergerakan MJO menjauh ke wilayah Pasifik Barat, yang menyebabkan penurunan curah hujan, sehingga memunculkan salah satu efek dari Monsun Asia-Australia, yakni siklus musiman aktif-pasif (active break cycle atau siklus istirahat).
Siklus ini, ditandai pada fase aktif akan terjadi hujan yang berlimpah, namun pada fase pasif tidak akan terjadi hujan. Prediksi terhadap variasi musiman siklus active break cycle ini, penting karena mempengaruhi curah hujan musiman. Kemudian dilihat dari prediksi citra OLR atau Outgoing Longwave Radiation (radiasi matahari ke bumi), kemudian dipantulkan kembali yang berwujud gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer. Itu menyebabkan wilayah Indonesia menunjukan nilai anomali positif (lebih kering), ini menunjukan bahwa pergerakan awan berkurang di langit Indonesia.
Bila dilihat komponen angin yang bergerak utara-selatan pada ketinggian 1000 Meter di Jawa Tengah, angin utara cenderung melemah, hal ini mengindikasi gerakan massa udara dari Asia melemah. Kondisi atmosfer tingkat permukaan sampai tingkat atas, juga tidak begitu signifikan untuk terbentuk awan. Hujan merata di Jawa Tengah, cenderung lebih banyak terbentuk oleh adanya awan konvektif (awan yang terjadi karena gerakan udara dan uap air dengan arah vertikal ke atas) yang bersifat lokal.
Lebih Basah
Kondisi suhu air laut sekitar Jawa Tengah sebagai sumber uap air untuk terbentuknya awan hujan, dalam batas normal saja. Sedangkan yang hangat di wilayah bagian barat Sumatera dan Afrika bagian Timur (Moda Dipole wilayah di Samudera Hindia bagian Timur Benua Afrika) serta di wilayah Pasifik Barat.
Dampak dari anomali cuaca tersebut, menjadikan sampai dengan dasarian III Januari 2020, diprediksikan curah hujan pada kategori menengah. Pola hujan lokal akan lebih dominan di wilayah Jawa Tengah bagian tengah, wilayah pantai selatan Jawa dan wilayah sekitar gunung atau pegunungan. Pada awal Bulan Februari 2020, dipredisikan kondisi atmosfer hampir sama dengan akhir bulan Januari 2020, namun sedikit lebih basah. Pada Pertengahan Februari 2020, diprakirakan kondisi atmosfer akan lebih basah sehingga potensi hujan lebat dan merata di Jawa Tengah lebih besar.
Bambang Pur