KISAH ini dialami remaja desa saat liburan di Jakarta pada tahun 1970-an akhir. Saat berjalan di atas jembatan penyeberangan Semanggi, karena terpesona melihat keindahan gedung–gedung pencakar langit dan lalu lalang mobil di jalan raya, tanpa sengaja kakinya menginjak – injak dagangan pedagang kaki lima di atas jembatan penyeberangan.
Dia baru sadar melakukan itu setelah mendengar suara gaduh dan beberapa kali suara benturan keras dekat telinganya, juga suara jeritan ibu-ibu di dekatnya. Saat menoleh dia baru sadar telah dihajar beberapa pedagang kaki lima hingga topinya terjatuh.
Saat saya tanya punya ilmu apa yang menyebabkannya tahan pukul? Dia mengaku tidak pernah belajar ilmu kebal. Satu-satunya amalan yang dibaca setiap pagi dan petang adalah wirid (amalan rutin) yaitu dua ayat terakhir surat At-Taubah yang diajarkan guru mengajinya. Kata gurunya doa itu untuk keselamatan saja.
Guru tidak pernah menyebut untuk ilmu kebal pukul maupun senjata tajam. Ketika saya tanya tentang tahan pukul, anak muda itu mengaku tidak tahu menahu kenapa hal itu bisa terjadi, padahal dalam keadaan biasa – tidak ada bahaya – saat dia dipukul, dia juga merasakan sakit.
Di kalangan para ahli hikmah, konsep belajar ilmu metafisika yang berkaitan untuk keselamatan, karakter ilmunya defensif (bertahan) dan hanya bereaksi dalam kondisi khusus: terdesak bahaya, dsb. Artinya, ilmu itu tidak bisa digunakan untuk demo atau uji coba.
Karakter “keajaiban” ilmu yang digali melalui konsep religi pada umumnya lebih defensif (bertahan) yang hanya bereaksi di saat – saat khusus, misalnya dalam keterdesakan, bahaya, dan bukan untuk hal yang disengaja dan diada-adakan, misalnya untuk demo ilmu kebal. Keajaiban (defensif) yang tiba-tiba itu layaknya kisah Musa AS saat dikejar Fir’aun dan bala tentaranya.
Saat terdesak di tepian laut, Allah baru memerintahkan Musa untuk membanting tongkatnya, dan tiba-tiba lautan pun terbelah menjadi daratan. Musa dan pengikutnya pun akhirnya selamat. Mukjizat yang berlaku pada para Nabi, karomah yang terjadi pada para waliyullah, atau maunah – pertolongan bagi orang biasa – pun sebagian besar hanya muncul pada saat-saat khusus.
Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana anak SLTA itu punya kemampuan “tahan pukul”? Dia sendiri juga mengaku heran apa yang terjadi pada dirinya. Karena selama ini dia tidak pernah belajar ilmu untuk tahan pukul, dan satu-satunya amalan yang dia amalkan sebagai “tolak balak” adalah doa atau amalan yang diajarkan ayahnya.
Riyadhah (Olah Batin)
Suatu doa atau amalan jika programnya untuk kekuatan metafisik, dilakukan dengan teknik mendisiplinkan diri melalui wirid atau doa rutin dengan menjaga waktu, jumlah pengulangannya, biasanya dengan bilangan ganjil : tiga, tujuh, 11, 21, 33, dsb, atau lebih mantab disertai dengan laku tertentu, puasa, dsb.
Dan yang dilakukan pemuda itu setiap pagi dan petang, dia membaca bagian akhir Surat At-Taubah dengan niat untuk keselamatan atau “tolak-balak” yang oleh yang mengajarkan tidak pernah disebut sebagai doa untuk tahan pukul. Soal disaat ada bahaya lalu muncul keajaiban, disebutnya itu bonus. Selamat itu satu! Jalannya seribu.
Konsep olah batin melalui pendekatan religi, polanya ditemukan para ahli hikmah mengambil inspirasi ajaran agama dan menyelaraskan antara laku dan perilaku melalui laku batin : puasa, doa, wirid disertai perilaku laku sosial, menjauhi Malima : Madon (zina), Maling (mencuri), Minum (mabuk-mabukan), Main (Judi) dan Madat (Penyalahgunaan Narkotika), dsb.
Karena orang yang ingin selalu mendapatkan maunah (pertolongan langsung dari Allah) disaat aman atau bahaya, dia perlu memiliki timbangan amal baik lebih banyak dibanding maksiatnya. Karena itu para Guru menyarankan para pelaku spiritual dan atau supranatural itu untuk mengamalkan dan menjaga ibadah sunnah, melalui doa atau wirid tertentu secara rutin, dan pada sisi lain disarankan mencegah apa yang dilarang agama, seperti ‘’ma-lima’’.
Arab – Jawa
Hikmah lain dari Surat At-Taubah, selain untuk jaga diri juga bisa untuk sehat dan awet muda. Di desa saya, ada pinesepuh yang pada usia 90 tahun dan masih mampu membaca kitab tanpa berkaca mata, bahkan saat cucunya kesulitan memasukkan benang ke lobang jarum, minta bantuan simbahnya.
Selain yang versi ilmu hikmah (Arab) ilmu sehat panjang umur, ada juga versi Jawa yang disebut ‘’Aji Panjotho Kleyang’’. Saya dapat ilmu ini dari guru yang meninggal pada usia 109 tahun. Ajian ini tanpa tirakat (puasa).
Mantranya cukup dibaca sambil memandang bulan sabit tanggal ke 1 – 5 berdasarkan kalender Jawa di pelataran rumah dan membaca mantra: Salamu alaikum salam, Tanggal tuwo nom aku, Panjotho kleyang slogo lintang, Widodari kembange rembulan, Teguh tegeng… dan seterusnya.
Keilmuan awet muda dari dua displin ilmu: Jawa – Arab ini memiliki karakter yang berbeda. Versi Jawa, saat memandang bulan sabit sambil memvisualisasikan menyerap “energi bulan” dengan harapan bisa tetap awet muda. Sedangkan versi agama (Ilmu Hikmah) tidak terikat dengan tanggal.
Setiap hari amalan doanya dibaca sehingga “durasi power”-nya tidak dibatasi tanggal muda atau tanggal tua. Bahkan sebagian orang ada yang mengamalkan konsep ilmu awet muda versi hikmah (Arab) ini untuk tujuan sehat, agar bisa beribadah lebih maksimal dan sekaligus menghemat.
Masruri adalah pengamat dan konsultan metafisika, tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati