blank
Museum Pangeran Diponegoro di Pendapa eks Karesidenan Kedu yang diisi barang peninggalan Pahlawan Nasional tersebut. Anara lain jubah, kursi dan meja tempat Sang Pangeran ditangkap Belanda, tempat sholat dan sebagainya. (Humas Pemkot Magelang)

blankMAGELANG (SUARABARU.ID) –  Haul Ke 3 Pangeran Diponegoro tahun 2020 yang digelar Pemkot Magelang pada 8 Januari lalu berlangsung sukses dan lancar. Namun, dibalik itu muncul kekecewan dari Ki Roni Sodewo, keturunan ketujuh Sang Pangeran.

Kekecewaan muncul karena pelaksanaan haul bukan di Pendapa eks Karesidenan Kedu, yang menjadi menjadi saksi bisu sejarah ditangkapnya Pangeran Diponegoro oleh Belanda.

Lokasi haul berlangsung di halaman Museum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang masih satu komplek dengan bangunan eks Karesidenan Kedu (Bakorwil II Kedu – Surakarta). Meski begitu ruh dari haul tetap kurang terasa.

Ki Roni pun berharap gelaran tahun depan kalau diadakan lagi sebaiknya di pendapa, berdampingan dengan Museum Diponegoro.

‘’Saya sangat menyayangkan tempatnya tidak di pendapa, karena di situlah Pangeran Diponegoro ditangkap dengan licik oleh Belanda, sampai akhirnya beliau meninggal dunia di bawah cengkeraman penjajah,’’ ungkapnya ditemui wartawan seusai haul beberapa hari lalu.

Ketua Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Adi) itu juga mengkritik Pemprov Jawa Tengah selaku pengelola karesidenan yang terlalu terpaku pada pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini mengingat, penggunaan pendapa tersebut dikenai biaya sewa dengan nominal jutaan rupiah.

‘’Saya paham pengelola harus memenuhi PAD dari penyewaan pendapa. Termasuk juga PAD terkait Museum Diponegoro. Kalau untuk acara pernikahan sudah pasti dibolehkan, karena menghasilkan PAD,’’ tuturnya.

Dia juga menyayangkan Museum Diponegoro kurang maksimal untuk pendidikan kesejarahan. Contohnya museum tersebut tutup di hari Minggu. Padahal, anak-anak sekolah liburnya hari Minggu dan ingin liburan ke Museum Diponegoro.

‘’Kalau anak-anak ingin ke museum hari Minggu pasti tidak bisa dilayani, karena museum libur. Bahkan, yang sering terjadi justru untuk kegiatan resepsi pernikahan. Ini yang menjadi kegelisahan saya, bagaimana anak-anak memiliki waktu banyak untuk belajar sejarah di museum,’’ ujarnya.

Menanggapi itu Ketua Umum Haul Diponegoro, Tugono mengaku, panitia sudah berusaha agar haul dapat dilaksanakan di Pendapa eks  Karesidenan Kedu, tempat Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda. Hanya saja saat pengajuan ke Gubernur Jawa Tengah tidak ada jawaban.

‘’Kami sudah ajukan ke Gubernur Jateng, tapi tidak ada jawaban. Padahal waktunya sudah mepet. Akhirnya terfasilitasi di halaman Museum BPK RI yang tidak jauh dari Pendapa Karesidenan,’’ terangnya sambil membenarkan  memang dari pengelola minta ada kontribusi biaya sewa.

Camat Magelang Tengah itu menuturkan, tidak masalah pelaksanaan di halaman Museum BPK. Dia juga mengapresiasi masyarakat antusias mengikuti jalannya haul yang diisi beberapa acara hingga ditutup tauziah KH Yakub Mubarok dari Parakan Temanggung.

‘’Pelaksanaan sudah berlalu, ya sudahlah tidak perlu jadi polemik. Jadi pembelajaran dan pengalaman kita saja, semoga ke depan bisa lebih baik lagi,’’ tuturnya. (hms)

Editor : Doddy Ardjono