blank
Plt Bupati Kudus Hartopo ikut memikul tandu arca dewa dalam kirab perayaan Bwee Gee di Kelenteng Hok Hien Bio Kudus. foto:Ist/Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID)- Umat Tri Dharma dari wilayah Pulau Jawa maupun luar Jawa, Minggu (5/1) berkumpul dan menggelar arak-arakan dalam rangka Perayaan Bwee Gee yang dipusatkan di Tempat Ibadah Tri Dharma Hok Hien Bio, Kudus. Kirab Perayaan Bwee Gee yang merupakan perwujudan rasa terima kasih kepada Hok Tik Tjing Sien (Dewa Bumi).

Ucapan terima kasih tersebut  dilakukan lantaran sang dewa dipercaya telah memberikan kebaikan selama satu tahun yang sudah lewat. Selain itu, lewat perayaan ini umat juga memohon tahun depan kondisinya lebih baik dari sebelumnya.

Menurut legenda warga Tionghoa, asal usul perayaan Bwee Gee tak lepas dari cerita sekitar 3000 tahun yang lalu ada seorang menteri urusan pemungutan pajak kerajaan bernama Hok Tek Cing Sien. Dalam mejalankan tugasnya ia selalu bertindak bijaksana tidak memberatkan rakyat, sehingga rakyat sangat mencintainya. Ia meninggal pada usia 102 tahun.

Akibat kebijaksanaan dan kejujurannya itu, Hok Tek Cing Sien kemudian diangkat Dhi Kong/Tuhan Yang Maha Esa menjadi Dho Tee Kong atau Dewa Bumi yang diberi tugas menjaga dan memelihara alam semesta.

Kaum petani menganggap Dewa Bumi sebagai Dewa pelindungnya. Kaum pedagang memandangnya sebagai roh suci yang memasok rejeki. Dan masyarakat umum memandangnya sebagai pelindung keselamatan.

Total ada 53 klenteng dari berbagai penjuru Indonesia yang ikut ambil bagian dalam Perayaan Bwee Gee yang jatuh pada Cap Jie Gwee, atau tanggal 15 bulan 12 penanggalan Imlek ini seperti dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Palembang, Semarang, Manado Sulawesi Utara dan lain sebagainya.

Banyaknya klenteng di tanah air yang ambil bagian pada perayaan dewa bumi di Kudus ini lantaran Klenteng Hok Tin Bio dianggap lebih tua dan punya aura kuat.

Saat acara turut ditampilkan tampil sejumlah kesenian khas tionghoa seperti ritual tang sien (menyiksa diri dengan senjata tajam) yang diperankan umat Tridharma dari salah satu kelenteng.

blank
Para umat Tri Dharma saat merayakan Bwee Gee atau hari berterima kasih pada Dewa Bumi di Kelenteng Hok Hien Bie Kudus. foto:Suarabaru.id

Toleransi

Perayaan Bwee Gee diawali doa bersama jelang tutup tahun Imlek di depan KlentengHok Hien Bio. Lalu para peserta melakukan kirab dengan rute sejumlah jalan protokol di Kudus. Masing-masing klenteng mengusung tandu yang berisi arca dewa masing-masing.

Panitia Perayaan Bwee Gwee Kudus Liong Kok Tjun menyebut jika kirab ini merupakan bentuk rasa terima kasih kepada Dewa Bumi (Ho Tik Tjing Sien) yang telah menjaga dan memelihara alam semesta ini. Selain itu juga, katanya, Dewa Bumi juga telah memberikan rezeki yang melimpah.

“Bwee Gwee mempunyai arti yang luas, tidak hanya untuk umat Tri Dharma, melainkan untuk masyarakat pada umumnya,” katanya.

Liong pun beranggapan jika tahun ini adalah tahun kebangkitan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan pemerintah telah mengayomi masyarakatnya dengan baik. Sehingga tercipta situasi wilayah tetap aman, damai dan tenteram.

“Sikap toleransi antarumat beragama juga semakin baik sehingga tercipta kerukunan ini,” lanjutnya.

Liong menambahkan, perayaan ini telah dilakukan sejak 2006 lalu. Serta telah mendapat dukungan dari banyak kelenteng di Indonesia. Jumlah pesertanya pun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Plt Bupati Kudus HM Hartopo yang menghadiri pelepasan kirab mengungkapkan, perayaan Bwee Gee di Kudus merupakan bukti kota yang dipimpinnya penuh dengan toleransi. Meski dikenal dengan kota Santri, namun masyarakat cukup antusias menyambut dan menyaksikan kirab berjalan.

“Toleransi di Kudus sudah dikenal sejak dahulu hingga sekarang,”ujarnya.

Saat pelepasan, Hartopo juga menyempatkan diri untuk ikut menghormati prosesi sembahyang pelepasan kirab. Tak hanya itu, Hartopo juga mencoba memikul salah satu tandu berisi arca dewa yang akan dikirab.

TM-SB/Ab