WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Kapolres Wonogiri AKBP Jarot Sungkowo, bersama Ketua Bhayangkari Cabang Wonogiri Ny Melly Jarot, memimpin aksi turun langsung ke jalan membagi-bagikan makanan minuman untuk takjil berbuka puasa. Aksi ini digelar Rabu sore (12/3/25) di simpang empat Lampu Bangjo (traffic linght) fountain (Ponten) Kota Wonogiri.
Lampu Bangjo atau traffic light disebut pula sebagai Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL). Penyebutan fountain (air mancur) itu berkaitan dengan sejarah di tengah simpang empat tersebut, dulu pernah ada bagunan kolam air mancur.
Kasi Humas Polres Wonogiri AKP Anom Prabowo, mengabarkan, aksi turun ke jalan bagi-bagi makanan minuman untuk takjil tersebut, dilakukan oleh Ibu-Ibu Bhayangkari bersama personel Polres Wonogiri. Jumlah yang dibagikan sebanyak 500 bungkus.
Dalam pembagiannya, menyertakan personel yang mengenakan kostum Wayang Orang Tokoh Anoman atau Wanara Seta (Kera Putih) dan pemeran Badut Zebra. Ini dimaksudkan untuk mewaranai kegiatan tersebut dengan sentuhan budaya. Makanan dan minuman dibagi-bagikan saat traffic light menyala merah.
Aksi sosial bagii-bagi makanan minuman untuk takjil ini, menjadi bentuk kepedulian kepada masyarakat. Utamanya kepada mereka yang masih dalam perjalanan saat waktunya menjelang berbuka puasa. Tujuannya, agar mereka bisa menyegerakan (takjil) berbuka saat tiba waktu Maghrib, meski masih di perjalanan tanpa harus sampai tiba di rumah terlebih dahulu.
Salah Kaprah
Dengan melakukan takjil atau menyegerakan buka puasa saat tiba waktu Maghrib di jalan, dapat menghindari ketergesa-gesaan bagi para pengendara. Harapannya, dalam berkendara tetap mengutamakan aspek safety (keselamatan) demi menghindarkan kecelakaan.
Masyarakat terlanjur salah kaprah (salah yang terlanjur memasyarakat) memaknai kata takjil. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesis (KBBI), arti takjil yang benar adalah menyegerakan berbuka saat datang waktu Mahgrib. Bukan memiliki arti makanan minuman. Jadi tidak betul bila kemudian disebutkan bagi-bagi takjil.
Takjil berakar dari kata ‘ajila yang dalam Bahasa Arab memiliki arti menyegerakan. Sehingga takjil, sebenarnya adalah perintah untuk menyegerakan berbuka puasa.
Istilah takjil di Indonesia, pertamakali tercatat pada catatan milik Snouck Hurgronje dalam De Atjehrs, yaitu laporan saat mengunjungi Aceh pada Tahun 1891-1893. Dalam catatan tersebut, dijelaskan penduduk Aceh telah menyiapkan menu berbuka puasa untuk takjil (menyegerakan buka puasa) di masjid, dengan menu ie bu peudah (bubur pedas).(Bambang Pur)