SEMARANG (SB.id)– Pengamat radikalisme terorisme Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Dr Najahan Musyafak MA mendesak negara untuk melakukan daya gedor yang lebih besar dalam menangani gerakan radikalisme terorisme di Tanah Air. Diperlukan penanganannya secara extra ordinary atau penanganan ekstra khusus untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan.
Berbicara di hadapan 180 peserta workshop jemaah Majelis Dzikir se-Jawa, yang diketuai Dr H Abdul Wahib MAg, di Gedongsongo, Kabupaten Semarang, Rabu (27/11/ 2019), Najahan memrediksi ke depan gerakan radikalisme terorisme eskalasinya semakin memuncak sehingga pemerintah bersama masyarakat harus mewaspadai ekstra ketat gerakan tersebut.
Najahan yang menjabat sebagai Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah, sebuah institusi di level provinsi di bawah BNPT, periode 2014-2018, menegaskan, aksi bom bunuh diri di Medan, Sumatra Utara dengan sasaran Markas Polisi, dan insiden penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, beberapa waktu lalu sebagai bukti gerakan radikalisme terorisme hingga hari ini masih terjadi di Indonesia.
“Artinya, idiologi ini masih hidup subur di Tanah Air untuk melakukan teror-teror di tengah masyarakat. Maka harus dilakukan acara yang taktis strategis untuk melumpuhkan sekaligus upaya penyadaran dari aksi sesatnya tersebut,” tandasnya.
Ditegaskan, kejadian di Medan yang diikuti oleh penangkapan lebih dari 61 orang yang terindikasi terlibat jaringan teroris dan personilnya tersebar di beberapa wilayah merupakan bukti proses perekrutan para calon pengantin hingga kini berlangsung.
Menurutnya, amaliyah berupa tindakan pembunuhan terhadap aparat yang dianggap sebagai ansharut thaghut diindikasikan sebagai tindakan pamungkas dari proses indoktrinasi ideologi radikal terorisme yang dilakukan oleh kelompok yang memiliki afiliasi kepada gerakan transnasional ISIS.
Dilihat dari modus operandinya kejadian di atas memiliki karakter yang sama, yaitu menjadikan pihak aparat sebagai sasaran untuk mengimplementasikan pemahaman atau pemaknaan “jihad’ secara sesat ataua tidak tepat. “Pemahaman yang parsial terhadap konsep jihad menyebabkan adanya sikap yang keras, tertutup dan intoleran. Jelas pemahaman dan doktrin ini sangat berbahaya, maka negara yang terdiri pemerintah dan masyarakat harus bersatu padu ,” tegas
“Dibutuhkan upaya bersama antara pemerintah terutama pemerintah daerah, tokoh agama, dan masyarakat dalam rangka mengidentifikasi berkembangnya ideologi ini agar tidak memiliki ruang gerak di masyarakat. Kepedulian merupakan kunci utama untuk mempersempit gerak gerak tumbuhnya ideologi ini,” tegasnya.
Suarabaru.id/Sol