SEMARANG- Mugas Center PWI Jateng menggelar diskusi “Peran Tak dan Ojek Online dalam Mendukung Entrepreneurship di Semarang”, di Gedung Pers Jalan Trilomba Juang 10, Rabu (16/10). Diskusi menghadirkan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang FX Bambang Suranggono, Ketua Kadin Kota Semarang Arnaz Agung Andrasmara, Kabid Pengendalian dan Penertiban Dinas Perhubungan Kota Semarang Danang Kurniawan, dan pengamat masalah transportasi dari Undip Eko Yuli.
Kehadiran transportasi online memang tak terhindarkan seiring melajunya teknologi informatika yang begitu cepat. Tetapi, dikatakan Danang Kurniawan, transportasi online ini secara aturan memang belum ada. “Misalnya angkutan penumpang umum harus ada izin usaha, laik jalan, minimal roda empat, dan dilakukan uji kendaraan. Sementara taksi online belum seperti itu, apalagi ojek yang berupa kendaraan roda dua aturannya tidak boleh untuk angkutan umum,” kata Danang.
Bila mereka melakukan pelanggaran pun, penanganannya tidak gampang. “Paling banter kami hanya bisa memasang rambu-rambu. Berbeda dengan taksi resmi, karena memang aturannya jelas sebagai angkutan umum,” ujarnya.
Yang menarik justru, kata Danang, untuk transportasi ojek, ada perbedaan yang khas. “Untuk ojek pangkalan cenderung lebih tertib, mereka punya pangkalan dan melayani hanya lingkup tertentu. Sementara ojek online mereka kadang mangkal di trotoar atau tempat-tempat yang tidaksemestinya,” tambahnya.
Sedangkan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, FX Bambang Suranggono menyatakan, keberadaan transportasi online. Khususnya ojek motor memberikan dampak dalam pengembangkan usaha mikro di Kota Semarang, khususnya untuk usaha berbasis kuliner/makanan dan beberapa jenis kerajinan seperti batik.
“Kecepatan distribusi memang dibutuhkan oleh pelaku usaha, dan keberadaan ojek online membantu melancarkan distribusi dari pelaku usaha ke konsumen,” katanya.
Dikatakan, sampai tahun 2019 ini tercatat ada 16.954 usaha mikro di Semarang, dan 1.700 di antaranya memanfaatkan teknologi internet dan online, termasuk di antaranya memanfaatkan jasa ojek online.
Pengamat transportasi Eko Yuli menyebut, keberadaan transportasi online ini dirasakan murah oleh masyarakat. Tetapi dia mempertanyakan, apakah benar-benar murah? “Karena ada nilai sosial yang yang harus dibayar. Para mitra harus mendapatkan penghasilan dua jam sekitar Rp 25 ribu untuk ojek dan Rp 50 ribuan untuk taksi onkine. Tetapi dengan makin banyaknya bitra yang masuk, pendapatan mereka juga tertekan,” kata Eko Yuli.
Karena itu, kemudian ada aturan tarif bawa, yaitu batas minimal tarif yang harus dibayar pengguna jasa. “Kemudian, para mitra ini juga jangan hanya bertahan sebagai pengemudi, mereka juga harus ‘naik pangkat’ menjadi pelaku usaha UMKM,” katanya.
Bisnis-Fokus
Sedangkan Ketua Kadin Kota Semarang Arnaz Agung Andrasmara mengatakan, dalam era sekarang yang demikian maju di bidang teknologi informasi, kita harus selalu mengejar kemajuan itu. “Kita harus mengikuti perkembangan teknologi. Di era digitalini, kita juga tidak boleh ketinggalan. Dengan kemampuan beradaptasi itu, maka usaha akan tetap berjalan,” katanya.
Bisnis, katanya, tidak bisamdigunakan untuk sambilan. “Bisnis itu harus fokus, kalau dijadikan sambilan tidak akan suskes,” ujarnya.
Demikian halnya dengan transportasi online ini. Pelaku yang fokus, ternyata memang bsia bertahan dan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, termasuk menganggsur kendaraan yang didapat dengan cara kredit. “Tetapi yang hanya sambilan, banyak yang mengeluh tidak bsia bayar angsuran, apalagi kalaukemudian gaya hidupnya juga makin tinggi. Mobil yang mestinya untuk bekerja malahandigunakan jalan-jalan bersama keluarga,” ujarnya.
Diakui, keberadaan transportasi online ini menggerakkan perekonomian dan membuka lapangan kerja. “Tetapi saya berharap, pengemudi nantinya juga bisa menjadi pelaku usaha, bisa naik pangkat,” katanya.
Tetapi dia juga mengingatkan, bahwa transportasi online ini bisa jadi semacam euforia, yang tidak bertahan lama. “Perkembangan transportasi Semarang ke depan akan ada trem, LRT dan sekarang sudah ada Trans Semarang. Pelan tapi pasti, tramsportasi onine akan tergeser ke pinggir,” ujarnya.
Diskusi ini mendapatkan atensi cukup besar dari para wartawan, dengan munculnya berbagai pertanyaan tentang “kenakalan” ojek online dan banyaknya pelanggaran yang dilakukan. Begitu pula tentang masih adanya konflik antara ojek pangkalan dan ojek online, termasuk jumlah transportasi online di Semarang yang Dinas Perhubungan pun belum tahu secara persis.
Dalam acara ini, Ketua PWI Jateng Amir Machmud dalam sambutannya mengatakan, Mugas Center adalah sebuah lembaga thin tank kecil, yang dibentuk oleh teman-teman PWI Jateng. “Ini kegiatan yang keenam kalinya yang kami selenggarakan. Kegiatan yang pertama kami menghadirkan Gubernur Ganar Pranowo,” kata Amir Machmud.
SUARABARU.ID/Tony RS