MAGELANG – Pemkot Magelang menilai perlu upaya peningkatan penyadaran warganya dalam membangun sistem sanitasi yang baik. Sebab, sampai saat ini belum semua warga punya kesadaran untuk membuat sistem sanitasi sesuai standar dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Penegasan itu disampaikan Wakil Wali Kota Magelang, Windarti Agustina, saat membuka acara temu warga tindakan sadar bersanitasi air minum dan budaya PHBS di Aula Kantor Kelurahan Rejowinangun Utara, Magelang Tengah, kemarin (2/10). Kegiatan itu bekerja sama dengan Urban Water Sanitation and Hygiene Plus (IUWASH Plus) Regional Jawa Tengah.
Windarti mengatakan, pemerintah memberikan dorongan untuk mewujudkan 100-0-100 hingga akhir 2019. Pola 100-0-100 yang dimaksud adalah 100 persen akses air bersih, 0 persen kawasan kumuh dan 100 persen akses sanitasi.
‘’Pemkot Magelang menggandeng perusahaan luar negeri, dalam negeri, berbagai sektor dan semua masyarakat untuk mewujudkan 100-0-100 ini. Terlebih lagi, program ini sebenarnya sudah tertuang dalam RPJMD 2016-2021,’’ katanya.
Menurutnya, program sebaik apapun, tidak akan sesuai harapan tanpa peran serta dari masyarakat. Termasuk 100-0-100, upaya terbesar justru berasal dari masyarakat sendiri.
‘’Kita membutuhkan partisipasi dari masyarakat. Termasuk menggandeng IUWASH Plus juga dalam rangka memberikan pemberdayaan kepada masyarakat, tentang kawasan kumuh, sanitasi, air minum dan lainnya,’’ tegasnya.
Mantan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Magelang itu mengemukakan, Kota Magelang mengalami perkembangan pesat beberapa tahun lalu. Pada tahun 2015 Kota Magelang memiliki 120 hektar kawasan kumuh. Kemudian akses air bersih baru sedikit di atas 80 persen, dan masalah sanitasi bersih 6 persen.
Namun berkat program-program yang dituntaskan oleh Pemkot Magelang, hingga awal tahun lalu kawasan kumuh tercatat tinggal 32 hektar.
‘’Harapan kami tentu Kota Magelang bisa bebas dari kawasan kumuh, mudah akses sanitasi dan air minum. PHBS juga terus berkembang, termasuk hal-hal yang sepele sekalipun,’’ ujarnya.
Tidak hanya dari sisi pemberdayaan masyarakat, lanjut Windarti, fasilitas fisik pun mulai dipenuhi ke tingkat masyarakat. Terlebih lagi, Pemkot Magelang sudah menganggarkan dana sebesar Rp7,4 miliar untuk mengurangi kawasan kumuh tersebut sejak tahun 2016.
‘’Kelurahan Rejowinangun Utara berbeda kondisinya dengan tiga tahun lalu, lima tahun yang lalu, karena sekarang sudah tidak ada lagi buang air besar sembarangan (BABS). Bahkan di Kelurahan Gelangan sudah punya IPAL komunal. Itu menunjukkan masyarakat makin sadar untuk PHBS di semua aspek,’’ tuturnya.
Dia berharap, masyarakat Kota Magelang bisa mereplikasi hal-hal positif tentang PHBS. Termasuk Rejowinangun Utara, agar 67 kepala keluarga (KK) yang belum punya jamban higienis bisa segera diatasi.
‘’Pemkot Magelang punya skala prioritas program pembangunan, yaitu usulan dari masyarakat. Ada musyawarah perencanaan tingkat kelurahan, manfaatkan momentum itu untuk mengusulkan, dan kami akan merealisasikannya dengan harapan program PHBS bisa sepenuhnya terwujud,’’ pintanya.
Jefry Budiman, Manager Regional IUWASH Plus Jawa Tengah menjelaskan, Kota Magelang merupakan salah satu kota padat penduduk yang menjadi target pelaksanan LSIC.
Menurutnya, LSIC yaitu sebuah program yang memberikan kesempatan masyarakat mengatasi tantangan dalam pelaksanaan program-program air minum, sanitasi dan perilaku hygiene yang adil dan setara. Pembangunan SPALD merupakan wujud dari program kerja IUWASH yang sudah dilakukan di beberapa kelurahan di Kota Magelang.
‘’Dari 17 Kelurahan, sudah 13 kelurahan terbangun 20 unit dengan 160 sambungan rumah. Sedang dana yang digunakan untuk konstruksi SPALDS yaitu Rp 734 juta,’’ terangnya.
Program yang dicanangkan IUWASH Plus cukup efektif untuk membantu masyarakat yang memiliki masalah dalam hal air bersih dan sanitasi. Program ini berjalan dua tahap dari tahap pertama pada tahun 2011 masih bernama IUWAH, dan Tahap II pada tahun 2019 menjadi IUWASH Plus. (hms)
Editor : Doddy Ardjono