Dalam kamus Basa Sunda Satja di Brata, Dana di Brata dan Kamus Sunda Inggris abat 19, GENDAM diartikan kepincut, ketarik, terpengaruh, terhanyut. Sedangkan dalam kamus Basa Djawa oleh Gondoprawiro tahun 1939, Gendam diartikan : Kemat, mantra, pengasihan. Bahasa Sunda atau Jawa memberi arti yang sama, yaitu kekuatan “magis” untuk membuat orang tertarik, terpengaruh.
Gendam dapat dilihat dari sisi positif, yang tidak harus memengaruhi orang lain terampas hak-haknya, hingga hal yang mestinya tidak disetujuinya lalu disetujui karena pengaruh magis. Dan setelah itu dia menyesal.
Saya belajar ilmu yang memiliki karakter menyadarkan ini berawal ketika keluarga terguncang saat mendengar kabar kakak saya meninggal dalam kecelakaan di jalan tol Jagorawi. Ketika Ibu dan kakak perempuan pada histeris, tiba-tiba ada sesepuh mendekat. Dengan sentuhan lembut, menyebabkan mereka tertidur dan saat bangun, mereka sadar dan ikhlas menerima kepergian kakak.
Gendam dengan karakter energi yang lembut itu pada umumnya hasil dari oleh batin dengan konsep yang religius. Sedangkan energi yang karakternya keras (memaksa) pada umumnya dari konsep “gado-gado”. Ada bahasa Arab, Jawa, dan bahasa yang tidak diketahui, dsb.
Misalnya, di Jawa ada sebagian orang yang punya kerja (walimah) menggunakan jasa orang pintar untuk “menggendam” agar banyak tamu berdatangan. Bahkan dalam percaturan politik, suatu amalan yang memakili karakter Gendam juga dimanfaatkan untuk menarik massa.
Dari refrensi yang saya dapatkan, para pejabat negara pun ada mengamalkan doa-doa khusus. Pak Machfud MD, dalam sebuah acara di televisi nasional (Satu Jam Bersama Machfud MD) TVONE, beliau menuturkan punya “doa ampuh” yang didapatkan dari Gus Dur.
Bahkan dalam buku autobiografinya, Pak Amien Rais juga mengisahkan pada saat genting, diintrogasi aparat –sebelum jadi pejabat– dan ketika menghadapi ancaman diganggu saat akan memimpin sidang DPR/MPR yang pertama, Pak Amin juga membaca doa untuk meredam.
Dan uniknya, doa yang diamalkan kedua tokoh itu sama, yaitu RABBI ADHILNI MUDKALA SHIDQIN, WA AKHRIJNI MUKHRAJA SHIDQIN, WAJ’AL LI MIN LADUNKA SULTHANAN NASHIRA.
“Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar. Dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar. Dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”
Doa semacam ini yang oleh sesepuh Jawa disebut doa “Sluman, slumun, slamet.” Suatu doa yang menyebabkan seseorang dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Masuk baik, keluar baik, dan selalu dapat kekuasaan dan pertolongan-Nya.
Transaksi Bisnis
Untuk lebih mudah memahami karakter energi doa. Tahun 2000, saat saya perlu uang, saya berniat menjual satu salah satu aset saya. Saat nego, calon pembeli tahu kondisi saya sedang perlu, hingga ia menawar dengan harga serendah-rendahnya.
Pada saat itu, tiba-tiba ada bisikan hati agar saya menyentuh bagian tubuhnya. Maka saya pun pura-pura melihat bagian leher sampingnya dan berkata, “Pak, maaf.. ada serangga di leher bapak.” Sambil tangan saya menyentil, seolah mengusir serangga.
Yang terjadi kemudian? Dia menyetujui ke harga normal. Nah, apakah proses ini bisa disebut saya telah mempengaruhi calon pembeli itu dengan ilmu Gendam? Jawab saya :”Tidak!”
Setelah itu dia menyetujui harga yang layak. Proses jual beli yang disertai keikhlasan dikedua belah pihak itu, menghasilkan rezeki yang lebih berkah.
Proses itu bukan energi yang sengaja dihimpun untuk menundukkan orang lain agar selalu menyetujui apa yang saya bicarakan. Melainkan, proses itu hasil dari doa rutin (wirid) yang memiliki karakter mengusir nafsu “serakah” orang yang ingin berbuat diluar kepatutan.
Nafsunya diusir oleh energi baik sehingga dia kembali ke fitrahnya sebagai manusia yang memang seharusnya berbuat baik kepada sesamanya. (Suarabaru.id/MSR)