blank
Sekda Grobogan Moh Soemarsono menerima kenang-kenangan dari Balai Bahasa Jawa Tengah yang diberikan Tirto Soewondo. Foto : Hana Eswe.

GROBOGAN – Penggunaan bahasa pada media ruang dan badan publik masih banyak yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal tersebut disampaikan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah (BBJT), Dr. Tirto Soewondo, Senin (30/9).

Dalam penyampaian materi bertema “Rekomendasi Pemantapan Bahasa Negara (Indonesia) melalui Penggunaan Bahasa Media Ruang dan Badan Publik” di depan para peserta, Tirto mengungkapkan penggunaan bahasa pada media ruang masih tidak mengutamakan bahasa Indonesia, tetapi justru menonjolkan bahasa asing.

blank
Kepala BBJT, Tirto Soewondo saat menyampaikan sambutannya dalam pembukaan kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia di Kyriad Hotel Purwodadi. Foto : Hana Eswe.

Dia mencontohkan pada penggunaan bahasa pada naskah dinas dan persuratan di lingkungan badan publik Jawa Tengah. Menurut Tirto, penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah sangat penting untuk kelancaran komunikasi.

“Penggunaan bahasa antarlembaga publik perlu dijaga keberadaannya dari segi kaidah, kebahasaan maupun norma sosial. Penggunaan bahasa pada media luar ruang, seperti nama lembaga dan gedung, sarana umum, ruang pertemuan, jabatan, dan sebagainya masih belum menerapkan kaidah bahasa Indonesia. Baik itu ejaan, bentuk dan pilihan kata serta struktur kalimat,” ujar Tirto.

Materi tersebut disampaikannya dalam kegiatan Penyuluhan Penggunaan Bahasa Media Massa di Kabupaten Grobogan yang diselenggarakan Balai Bahasa Jawa Tengah (BBJT) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Grobogan. Acara ini berlangsung di Kyriad Grandmaster Hotel Purwodadi dan dihadiri Sekda Grobogan Moh Soemarsono, Kepala Dinas Pendidikan Grobogan Amin Hidayat, serta perwakilan 26 instansi pemerintahan di Grobogan dan 7 perwakilan dari media massa.

Wajib Berbahasa Indonesia

Dalam kesempatan itu, Sekda Grobogan Moh Soemarsono mengungkapkan, dalam komunikasi resmi di lingkungan pemerintahan Kabupaten Grobogan wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, yakni dalam hal persuratan atau pidato sambutan dalam acara resmi. Soemarsono menjelaskan, baik berarti menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.

blank
Para peserta menyimak pemaparan yang diberikan pemateri, Sutarsih, pada sesi kedua dalam kegiatan ini. Foto : Hana Eswe.

“Sedangkan benar berarti sesuai dengan kaidah bahasa yang tercantum pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemerinahan kita sebagai wujud rasa cinta terhadap bahasa Indonesia, rasa bangga kita terhadap bahasa Indonesia. Siapa lagi yang akan mencintai dan membanggakan bahasa Indonesia kalau tidak kita sendiri. Itu dimulai dari para pejabat dan seluruh jajarannya,” ujar Soemarsono.

Dikatakan Soemarsono, lambat laun semakin memprihatinkan pada saat melihat kurangnya kesantunan berbahasa saat digunakan dalam media massa. Menurut dia, media massa banyak memberikan pengaruh pada pola pikir masyarakat.

“Contoh kecil dari buruknya kesantunan berbahasa dalam media massa adalah penggunaan kata sapaan untuk kepala negara atau kepala daerah pada sebuah berita. Padahal, berita merupakan salah satu cara bertutur untuk menyampaikan suatu pesan dalam media massa. Banyak sekali penggunaan sapaan yang bisa dikategorikan kurang santun, seperti pemilihan judul, lead ending suatu tulisan harus benar-benar diperhatikan karena hal ini merupakan cara media berdialog dengan khalayak untuk menyampaikan tujuannnya,” paparnya.

Pihaknya berharap, wartawan sebagai penulis dari berita tidak boleh semaunya sendiri memilih tuturan dalam berita, tetapi harus berangkat dari kesadaran berbahasa karena setiap tuturan akan membawa efek tertentu. Pemilihan kata dan bahasa tentu bukanlah tindakan tanpa sengaja sehingga kesantunan bahasa harus benar-benar diperhatikan.

Kesalahan yang Sering Muncul

Sementara itu, Sutarsih, pemateri “Sosialisasi Hasil Pemantauan Penggunaan Bahasa di Media Massa”, mengungkapkan  dalam penulisan di media massa ada tiga kesalahan yang sering muncul yakni ejaan, kata, dan kalimat. Pihaknya memaparkan, banyaknya kesalahan penggunaan bahasa di media massa diisebabkan keterampilan pengasuh media massa terhadap bahasa Indonesia yang masih kurang.

“Bahasa media sama dengan bahasa jurnalistik. Dari hasil sosialisasi penggunaan bahasa di media massa yang ditemukan di Kabupaten Grobogan terjadi ketidaktepatan di bagian ejaan, bentuk dan pilihan kata, kalimat, paragraf dan penalaran,” jelas Sutarsih.

Antusias Tinggi 

Para peserta punya antusiasme tingi dalam kegiatan ini. Mereka terlihat aktif dalam bertanya pada pemateri. Hal ini dilihat dari keaktifan para perwakilan dari instansi maupun media massa. Dani Agus, misalnya. Wartawan sebuah media online ternama di Jawa Tengah ini aktif bertanya mengenai bentuk penulisan yang pas pada berita. Terkait ejaan dan penggunaan huruf kapital.

Nur, guru bahasa Indonesia sebuah SMPN di Purwodadi mengatakan, kegiatan ini sangat positif dan dapat menambah ilmu kebahasaan yang dapat diberikan kepada anak didiknya. “Seru sekali. Bahasa Indonesia memang harus dilestarikan keberadaannya. Penggunaannya juga harus disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku,” ujar Nur.

suarabaru.id/Hana Eswe.