Suatu saat saya diberi ijazah ilmu yan aslinya doa itu oleh Guru disebut sebagai doa untuk mancing ikan. Namun, mengamati arti doanya, saya meyakini itu berfungsi untuk tujuan yang lain, yang sifatnya : mengundang, menarik dan mengumpulkan.
Pertimbangan saya, jika untuk mengundang ikan saja bisa, tentu saja doa itu bisa juga dijadikan sarana mengundang atau menarik manusia, terutamanya pelanggan bagi yang berdagang, termasuk orang kabur agar pulang, dan sebagainya.
Ketika amalan doa mancing itu saya berikan kepada teman, atau bisa disebut adik satu perguruan saya, dan kemudian meramu doa pengundang ikan itu dengan doa lain yang sama-sama memiliki karakter serupa, kemudian diaplikasinya sebagai sarana menarik atau mengundang manusia –pelanggan bagi pedagang- Dsb.
Doa itu kemudian diberikan kepada Ayah satu putra yang minggat karena kondisi ekonominya. Bermodal uang hasil jual sepeda motor satu-satunya lalu digunakan untuk sewa kios di pasar, dan sebagian lagi untuk kulak onderdil dan aksesoris motor. Disertai niat yang kuat, doa yang aslinya untuk mancing itu dijadikan sugesti dan motivasi untuk menunjang bisnisnya.
Doa yang aslinya untuk mancing pun bisa “dibelokkan” menjadi doa untuk mengundang pelanggan. Ini menunjukkan, manusia sebagai ciptakan Tuhan sebagai sebaik-baik ciptaan itu dapat berkreasi sesuai persangkaannya, dan itu diizinkan : Ana ‘indha dhonni abdibi. Tuhan mengikuti apa yang menjadi persangkaan hamba-Nya.
Perangkum dari amalan tersebut adalah Sayyid Abi Bakar bin Abdullah Mufthim, sedangkan sanad atau mata rantai ijazah amalan ini turun ke Kiai Abdullah Schal, Bangkalan, Madura, yaitu cicit dari Syaikhana Muhammad Khalil – Bangkalan, kemudian diijazahkan kepada Ustadz Mahmudi Shalih, kemudian kepada Guru saya, Ustadz Fathul Huda.
Cara mengamalkan amalan ini cukup dibaca sebanyak-banyaknya ketika sedang diperlukan dan tidak terikat dengan jumlah tertentu. Dan karena tidak ada ketentuan itu, siapapun dapat menentukan cara sendiri sepanjang diyakini mampu memberikan nilai lebih (keyakinan) dari doa dimaksud.
Sebagian dari doa tersebut terdiri dari rangkuman beberapa ayat Alquran yang memiliki “karakter” memanggil, diantaranya, Surat Yusuf : 83 : ‘ASALLAAHU AYYA’TIYANII BIHIM JAMII’AA (mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku), Surat AI-Baqarah : 148 : AINA MAA TAKUUNUU YA’TIBIKUMULLAAHU JAMII’AA (di mana saja kamu berada niscaya akan dikumpulkan Allah kamu sekalian), Dst.
Untuk memberikan power lebih suatu amalan perlu dibaca atau diamalkan secara rutin atau dalam bahasa santrinya disebut wirid. Ini Berpedoman pada hadis : ”Barang siapa banyak mengingat (berdoa) disaat lapang, maka Allah akan mengingatnya dikala susah (bahaya).
Setiap doa yang dibaca memiliki power. Seseorang yang membacanya berarti dia “menabung” energi. Sedangkan doa yang hanya dibaca hanya disaat ada keperluan saja, powernya tentu beda. Ibarat saldo yang jarang atau tak pernah diisi, ketika nomor PIN dipencet, yang tampak dilayar adalah “Saldo Anda Tidak Mencukupi”.
Mengalah disaat Menang
Dengan modal pas-pasan, Bapak satu anak membuka kios di pasar. Dan saat mulai buka toko, selama 40 hari, dia tidak pernah putus membaca amalan (wirid) pengundang pelanggan, rezeki, Hingga keajaiban pun terjadi. Energi penariknya ternyata terlalu kuat, sehingga tanpa sengaja, kios yang berada di sebelahnya seolah tidak kebagian pelanggan.
Setelah ada kejadian dia lalu minta masukan. Solusinya : Kios yang mestinya buka jam 08.00 – 20.00 WIB dipercepat tutupnya jam 16.00 WIB. Dan pada hari Selasa dan Jumat libur, untuk memberi kesempatan kios sebelahnya didatangi pelanggan. Sebab, selama kios itu buka, semua pelanggan “ketarik” masuk kiosnya.(Suarabaru.id/MSR)
Thase ME, Haight BR, Johnson MC, et al priligy sg