Peningkatan Kinerja Legislasi DPR Dan Kualitas Undang-Undang
“Rekomendasi untuk DPR Periode 2019-2024”
Oleh: Widayati
NEGARA Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara hukum Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis yang memadukan konsep rechtstaat dan konseprule of law. Meskipun merupakan perpaduan antara dua konsep negara hukum, akan tetapi negara hukum Indonesia cenderung pada konsep rechtstaat. Hal ini dapat kita lihat para penegak hukum kita dalam menyelesaikan suatu perkara akan merujuk atau berpedoman pada aturan hukum tertulis. Sebagaimana pada konsep negara hukum rechtstaat dengan civil lawsystemnya. Dalam civil law system, hukum tertulis merupakan sumber hukum utama, pembentuk hukumnya adalah pembentuk undang-undang, dan penegak hukum dalam menyelesaikan perkara berpedoman pada undang-undang tertulis. Berbeda dengan konsep rule of law dengan common law systemnya. Dalam common law system, sumber hukum utamanya adalah putusan hakim, pembentuk hukumnya adalah hakim, sehingga hukum berkembang berdasarkan putusan-putusan hakim. Dalam memutus perkara hakim akan berpedoman pada preseden, yaitu putusan hakim terdahulu. Dari keadaan ini maka hukum tertulis terutama undang-undang yang menjadi rujukan atau pedoman penegak hukum dalam menyelesaikan perkaraharus dapat memenuhi kebutuhan, dan pembentukannya harus sedemikian rupa agar berkualitas sehingga dapat mencerminkan keadilan masyarakat sebagimana ruh dari hukum adalah keadilan.
Tumpuan terhadap terpenuhinya kebutuhan undang-undang dan untuk mendapatkan undang-undang yang berkualitas ada pada lembaga DPR,meskipun dalam membentuk undang-undang DPR tidak sendirian, tetapi bersama dengan Presiden, sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR, dan berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembahasan dan persetujuan rancangan undang-undangpun dilakukan bersama antara DPR dengan Presiden. Meskipun demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPR merupakan pemegang kekuasaan legislatif, sehingga DPRlah yang menjadi tumpuan harapan masyarakat untuk mendapatkan undang-undang yang berkualitas.
Kenyataan yang terjadi saat ini, fungsi legislasi DPR belum dilaksanakan secara maksimal. Hal ini dapat kita lihat dari kinerja DPR dalam membuat Undang-Undang selalu jauh dari target di Program Legislasi Nasional (Prolegnas).Sebagaimana dapat kita cermati kinerja legislasi DPR periode 2014-2019. Undang-Undang yang dihasilkan pada tahun 2015 sebanyak 3 Undang-Undang dari total 40Rancangan Undang-Undang yang menjadi skala prioritas di Prolegnas. Tahun 2016, 11 Undang-Undang yang disahkandari 51 Rancangan Undang-Undang yang ditargetkan. Tahun 2017, hanya 6 Undang-Undang yang disahkan dari 52Rancangan Undang-Undang yang ditargetkan. Tahun 2018, 6 Undang-Undang disahkan dari 50 Rancangan Undang-Undangyang ditargetkan. Tahun 2019, 55 Rancangan Undang-Undangyang ditargetkan, tetapisampai pada bulan Mei 2019, baru 3 Undang-Undang yang disahkan. Padahal Anggota DPR periode 2014-2019 akan berakhir masa jabatannya pada tanggal 30 September 2019. Dan keesokan harinya, tanggal 1 Oktober 2019, akan dilantik anggota DPR baru untuk periode 2019-2024. Tinggal tersisa beberapa hari saja masa keanggotaan DPR, dan dipastikan Rancangan Undang-Undang yang tersisa di Prolegnas tidak akan dapat terselesaikan.
Disamping kinerja legislasi yang buruk, undang-undang yang dihasilkan juga kurang berkualitas. Banyak undang-undang yang menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat dan bahkan tidak sedikit pula undang-undang yang dimohonkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kritik masyarakat dan pengajuan permohonan judicial review undang-undang menunjukkan bahwa DPR kurang maksimal dalam melaksanakan fungsi legislasinya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kinerja legislasi DPR buruk dan undang-undang yang dihasilkan kurang berkualitas. Faktor pertama adalah fungsi DPR yang tidak hanya pada bidang legislasi saja, tetapi juga mempunyai fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Fungsi pengawasan dan fungsi anggaran lebih menonjol pelaksanaannya dibadingkan dengan fungsi legislasinya. Faktor kedua, anggota DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat, memposisikan dirinya sebagai wakil partai politik. Hal ini akan berpengaruh terhadap pembentukan undang-undang, karena materi muatan undang-undang yang seharusnya mengakomodir kepentingan rakyat lebih mengakomodir kepentingan partai politik. Faktor ketiga adalah kesibukan anggota DPR yang tidak hanya menjadi anggota DPR saja, tetapi mereka mempunyai kesibukan lain yang mempengaruhi kinerjanya sebagai anggota DPR. Hal ini dapat kita lihat dalam pemberitaan yang memperlihatkan gambar kursi ruang sidang DPR banyak yang kosong pada saat sidang, terutama sidang paripurna, karena ketidakhadiran para anggota DPR. Atau bahkan mereka yang hadirpun tidak fokus dan tidak serius mengikuti sidang, bahkan tidak sedikit yang tertidur di ruang sidang. Faktor keempat, ketidakseriusan para anggota DPR untuk memahami dan melaksanakan fungsinya. Kualitas para anggota DPR sendiri apabila dinilai dari tingkat pendidikannya, sebenarnya sudah mengalami peningkatan, karena banyak diantara mereka yang mempunyai pendidikan tinggi, akan tetapi kurang atau tidak mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memahami dan melaksanakan fungsinya sebagai anggota DPR dengan baik.
Faktor kelima yang menyebabkan kinerja DPR dan kualitas Undang-Undang tidak sesuai harapan adalah sistem pemilihan umum. Untuk memilih anggota DPR, sistem pemilihan umum yang diterapkan adalah sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Dengan sistem ini, maka yang berpeluang besar untuk terpilihnya seseorang untuk menjadi anggota DPR adalah mereka yang mempunyai uang yang banyak dan populer. Atau dengan kata lain, modal finansial dan modal sosial menjadi hal yang menentukan terpilih atau tidaknya seorang calon anggota DPR. Siapapun yang mempunyai finansial yang tinggi, maka akan dapat mempengaruhi masyarakat untuk memilihnya. Dengan mempunyai modal finansial, para calon melakukan politik uang, atau sering dikenal dengan serangan fajar, dan hal ini dianggap sebagai hal yang biasa dalam demokrasi kita. Meskipun istilahnya politik uang, tetapi kenyataannya tidak sebatas uang saja yang dibagi-bagikan, dapat pula berupa barang-barang, misalnya sembako, bahkan ada yang membagikan hadiah tiket umroh, dan juga janji-janji atau iming-iming jabatan. Para calon anggota DPR sebelum pelaksanaan pemungutan suara akan membagikan uang ataupun barang, atau hadiah atau janji-janji kepada masyarakat di daerah pemilihannya agar dalam pemungutan suara memilih dirinya. Hal ini nyatanya sangat efektif, terutama di masyarakat pedesaan.
Disamping modal finansial, modal sosial juga menjadi faktor penentu, karena kepopuleran seseorang juga akan mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya. Tidak heran jika banyak kalangan artis atau pesohor atau publik figur yang berbondong-bondong berkeinginan untuk menjadi anggota DPR. Kepopuleran mereka akan mepengaruhi pemilih untuk menentukan pilihan pada dirinya dan partai politikpun akan dengan senang hati mengusungnya, karena dapat mendulang suara juga bagi partai politik yang bersangkutan. Apalagi dalam pemilihan umum Indonesia, ada ketentuan parliamentary threashold sebesar 4%, yang artinya hanya partai politik yang memperoleh suara 4% atau lebih saja yangdapat mendudukkan wakilnya di kursi DPR. Sementarapartai politik yang tidak berhasil meraih suara sekurang-kurangnya 4% dalam pemilihan umum, harus puas berada di luar DPR. Oleh karena itu,partai politik akan dengan senang hati mencalonkan mereka yang berasal dari kalangan artis atau para pesohor atau publik figur.
Berbagai faktor yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi DPR dan buruknya kualitas undang-undang yang dihasilkan, memerlukan upaya untuk memperbaikinya. Upaya yang dapat ditempuh adalah, pertama DPR harus meningkatkan fungsi legislasinya agar kebutuhan undang-undang dapat terpenuhi. Kedua, anggota DPR harus memposisikan dirinya sebagai wakil rakyat, bukan lagi wakil partai politik, meskipun mereka diusung oleh partai politik. Kepentingan rakyat harus lebih diperhatikan dan diutamakan dari pada kepentingan partai politik, sehingga undang-undang yang dihasilkan akan berkualitas, dan dapat menjamin keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, para anggota DPR fokus pada jabatannya sebagai anggota DPR. Kesibukan lain di luar jabatannya harus dikurangi atau bahkan dihilangkan agar mereka dapat hadir dalam sidang-sidang DPR dan dapat fokus dan serius menjalankan fungsinya. Keseriusan ini harus pula didukung dengan kemauan dan kemampuan DPR dalam menjalankan fungsinya. Kapasitas legislative drafting masing-masing anggota DPR harus ditingkatkan.
Keempat, untuk partai politik yang mempunyai hak untuk mengusung calon anggota DPR, agar memberikan pilihan calon yang berkualitas, tidak hanya modal finansial dan modal sosial saja yang menjadi bahan pertimbangan, tetapi harus memperhatikan tingkat pendidikan, pengalaman, dan kapabilitasnya sebagai calon wakil rakyat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah modal spiritual. Dengan memiliki modal spiritual, diharapkan anggota DPR terpilih menjadikan jabatannya sebagai sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan tidak hanya di dunia, tetapi sampai di akhirat kelak. Mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh, karena mereka tidak hanya bertanggungjawab kepada masyarakat tetapi juga bertanggung jawab kepada Allah SWT. Dengan demikian, maka kinerjanya akan terus meningkat, dan kualitas undang-undang yang dihasilkanpun akan semakin baik.Kelima, diperlukan kontrol yang serius dari masyarakat kepada lembaga DPR. Kinerja buruk DPR selama ini seolah dimaklumi oleh masyarakat karena sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Dengan kontrol masyarakat yang maksimal, maka kursi DPR yang banyak kosong saat sidang, atau anggota DPR yang tertidur ketika bersidangyang menjadi pemandangan sehari-hari tidak akan terjadi lagi.
Kinerja legislasi yang tidak maksimal dan buruknya kualitas undang-undang yang dihasilkan selama ini agar menjadi pelajaran untuk anggota DPR yang akan datang. DPR periode 2019-2024 yang akan dilantik tanggal 1 Oktober 2019 nanti agar dapat ditata lebih baik sehingga dapat memaksimalkan kinerjanya. Kinerja legislasinya menjadi lebih baik, dan undang-undang yang dihasilkan juga berkualitas. Karena bagaimanapun sebuah undang-undang akan sangat berpengaruh terhadap keadilan dan kesejahteraan masyarakat, serta kemajuan bangsa Indonesia. Dan yang pasti, dengan kinerja yang baik, maka DPR yang akan datang citranya juga akan lebih baik, sehinggadapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga DPR.(Suarabaru.id/Dr. Widayati, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum Unissula Semarang)