blank
Para personel dari jajaran Koramil dan Polsek, berusaha mendekati titik nyala api, untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan di Kabupaten Wonogiri. Pemadaman dilakukan memakai alat seadanya, yakni gepyokan dan pentungan.

WONOGIRI – Selama periode Januari-Agustus 2019, di Kabupaten Wonogiri telah terjadi sebanyak 29 kali kasus kebakaran. Kepala BPBD Kabupaten Wonogiri, Bambang Haryanto, menyatakan, kasus kebakaran itu terdiri atas 18 kali kebakaran rumah, kandang ternak, rumah industri, gudang dan garasi, berikut sebanyak 11 kali kebakaran hutan dan lahan perkebunan.

Untuk kebakaran hutan dan lahan perkebunan, terdiri atas 6 kebakaran hutan rakyat dan 4 kali hutan negara, berikut satu kali kebakaran kebun tebu. Kebakaran hutan di Kabupaten Wonogiri, belakangan ini dilaporkan menyusul terjadi lagi secara beruntun di 6 lokasi menyebar di 3 wilayah kecamatan. Yakni di wilayah Kecamatan Wonogiri Kota satu lokasi, di Kecamatan Selogiri meliputi 3 lokasi, dan dua lokasi lainnya di wilayah Kecamatan Sidoharjo.

Bambang Haryanto, Selasa (3/9), menyatakan, tidak ada korban jiwa maupun ternak yang mati dalam serangkaian kasus kebakaran hutan tersebut. Pemicu kebakaran hutan masih dalam penyelidikan petugas, tapi diduga karena sikap sembrono masyarakat yang membuang puntung rokok sembarangan, atau dari api pembakaran sampah yang berkobar tidak terkendali karena ada tiupan angin kencang.

Berkaitan dengan seringnya terjadi kebakaran hutan tersebut, kepada warga masyarakat diseru untuk tidak membakar sampah, terlebih di musim kemarau puncak sekarang ini. Bersamaan itu, warga juga diimbau untuk meneliti kembali jaringan listrik yang terpasang di rumahnya, dan cermat dalam mematikan api tungku. Karena banyak kebakaran rumah yang dipicu oleh adanya konsleting, dan oleh api tungku yang tidak sempurna pemadamannya.

Kebakaran hutan yang menyusul dilaporkan belakangan, terjadi pada areal hutan rakyat di wilayah Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Lokasinya di Dusun Ngelo dan di Dusun Ceperan di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Luas hutan rakyat yang terbakar mencapai 9 Ha. Jenis tanaman tegakan yang terbakar terdiri atas tanaman Jati, Mahoni dan Sengon.

Adapun empat lokasi kebakaran hutan lainnya, terjadi pada kawasan hutan negara milik Perhutani, yang menyebar di Kecamatan Sidoharjo sebanyak dua lokasi, dan di Kecamatan Wonogiri Kota sebanyak satu lokasi, serta satu lokasi di Kecamatan Selogiri. Total luas hutan negara yang terbakar di 3 kecamatan tersebut mencapai 46,2 Ha. Perinciannya, seluas 10 Ha hutan negara di Alas Ketu yang masuk dalam kawasan Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Pulosari Petak 32, Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Wonogiri, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta. Tepatnya di wilayah Keluraan Giriwono, Kecamatan Wonogiri Kota, Kabupaten Wonogiri, dengan jenis tanaman tegakan hutan terdiri atas Akasia, Mahoni dan Jati.

Selanjutnya hutan negara di Petak 50-5 RPH Tirisan, BKPH Wonogiri, KPH Surakarta, seluas 7 Ha, tepatnya di Dusun Tanjung, Desa Sembukan, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri. Berikut hutan negara di Petak 8 RPH Cubluk, BKPH Wonogiri, KPH Surakarta, di Dusun Melati, Desa Keloran, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Luas terbakar mencapai 12 Ha. Kemudian kebakaran hutan di Petak 596 Desa Sembukan, Keamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri, dengan tanaman tegakan jenis Mahoni, Jati, Sonokeling dan rumpun bambu pembatas pinggiran hutan.

Upaya pemadaman pada enam lokasi kebakaran hutan tersebut, dilaksanakan secara tradisional. Yaitu dengan cara mendekati titik api yang berkobar, untuk kemudian digebuki memakai alat pentungan dan gepyok. Ini dilakukan, karena tidak tersedia air dan lokasinya sulit dijangkau mobil pemadam kebakaran (Damkar). Personil yang melakukan pemadaman, terdiri atas para relawan siaga bencana dari Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Wonogiri, aparat Koramil dan Polsek, dari BPBD Wonogiri, para pamong desa bersama warga serta mandor hutan, berikut para pegawai Perhutani. Dibantu para relawan dari SAR dan PMI Wonogiri, serta personel dari organisasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).(suarabaru.id/Bambang Pur)