SANUR – Selama ini banyak yang mempertanyakan soal regenerasi di tubuh PDIP karena sosok Megawati dianggap sudah uzur. Isu itu juga kembali muncul saat Kongres V PDIP di Sanur Bali dari 8-11 Agustus mengiringi beberapa isu lain seperti wacana adanya Ketua Harian.
Ganjar Pranowo, kader PDIP yang menjabat Gubernur Jawa Tengah bicara terang-terangan menjelang berakhirnya kongres.
Hal pertama yang dia ungkapkan adalah tentang sosok perempuan yang kali pertama dia temui pada 1996 silam, Megawati Soekarnoputri. Satu hal yang bisa dia gambarkan, yakni soal konsistensi.
“Konsisten. Ada kesabaran revolusi dan betul perubahan akan terjadi jika dilakukan terus menerus. Batu itu keras tapi akan berlubang dengan tetes yang terus menerus. Ada kesabaran revolusi yang dilakukan Megawati dan dilakukan secara konstitusional,” kata Ganjar di Sanur, Sabtu (10/8).
Di kalangan keluarga banteng, Megawati jadi tokoh sentral sejak 1999, atau bahkan sejak 1993 ketika masih bernama PDI. Bahkan dalam Kongres V PDIP ini dia kembali dikukuhkan kembali sebagai Ketua Umum PDIP periode 2019-2024. Karena hal itu tidak sedikit yang beranggapan proses regenerasi di PDIP mandek.
Untuk posisi Ketua Umum, Menurut Ganjar partainya tidak ingin bertindak coba-coba. Terlebih Megawati telah membuktikan tangan dinginnya mengelola partai dengan memenangkan tiga kali pemilu.
“Kalau yang muda diberi, kita nanti diujungnya hanya akan bicara kontestasi. Untuk mempertahankan ideologi, siapa yang bisa konsisten seperti Mbak Mega? (Kalau yang muda) Ujung penilaian pemilunya adalah menang kalah, sementara konsistensi dalam sikap adalah ideologi. Nah siapa anak muda yang digadang-gadang untuk itu? Tidak ada sampai hari ini. Jadi ngapain coba-coba,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, PDIP memiliki cara tersendiri untuk proses kaderisasi yang mengacu pada tiga pilar, yakni di struktural, legislatif dan eksekutif yang tidak melulu mengandalkan trah Bung Karno. Bahkan berkat kaderisasi ala Mega, PDIP berhasil menempatkan kadernya di posisi puncak negeri ini.
“Kalau Mbak Mega hanya ingin keluarganya, trah Bung Karno, tidak akan lahir nama Jokowi. Siapa Jokowi? Padahal kita menang, ada kekuatan, ada kesempatan kenapa tidak diambil sendiri, kok tidak dikasih pada anaknya justru dikasih orang yang hidupnya di pinggir kali, tidak terkenal, walikota kelasnya, gubernur pun hanya sebentar,” katanya.
Sementara soal adanya isu posisi ketua harian atau wakil ketua umum, Ganjar menegaskan memang selalu jadi bola panas setiap kongres digulirkan. Namun lagi-lagi melihat kondisi Megawati, baik secara spirit maupun fisik yang masih fit, posisi ketua harian ataupun wakil ketua umum tidak diperlukan.
“Ketua harian atau wakil ketua hanya persoalan kebutuhan organisasi saja, hanya teori yang elementer. Mbak Mega juga masih pergi kemana-mana. Organisasi masih bisa dikendalikan. Maka ketua harian adalah sebuah relativitas, khususnya bagi kami di PDIP. Artinya, apakah ketua harian itu sesuai kebutuhan? Itu tidak dalam konteks regenerasi, hanya kebutuhan saja. Kapan regenerasinya? Tidak lagi dalam struktural tapi kultural,” kata Ganjar. (suarabaru.id)