Oleh : Indria Mustika
Pasar kerja yang bergerak dinamis, semestinya mendorong para pengelola SMK dan dunia usaha dan industri (DUDI) untuk merubah cara pandang hubungan keduanya secara fundamental. Selama ini kedua belah fihak beranggapan, hubungan itu hanya sebatas tempat praktik kerja industri (Prakerin) siswa SMK. Padahal kerjasama SMK dengan DUDI semestinya dirancang secara holistik dan komprehensif untuk menjawab kebutuhan pasar.
Akibat dari persoalan itu nampak pada tingkat mutu dan relevansi lulusan SMK, yaitu keterserapan lulusan dan kesesuaian bidang pekerjaan dengan bidang keahlian. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada tahun 2017 secara nasional jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,04 juta orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 11,41 persen atau sebanyak 1,6 juta adalah lulusan SMK. Sedangkan pengangguran terbuka lulusan SMA memilliki prosentase 8,29 persen.
Namun jika dikonversikan ke angka riil, jumlah pengangguran terbuka SMA secara nasional lebih tinggi yaitu 1,9 juta orang. Sebab perhitungan prosentase yang digunakan BPS berdasarkan jumlah lulusan, dimana lulusan SMK tidak sebanyak lulusan SMA sehingga prosentasenya lebih tinggi. Namun jika melihat data yang dikeluarkan BPS, pada Februari 2019 ada perkembanngan yang signifikan. Walaupun angkanya masih cukup tingggi, prosentase tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK telah turun menjadi 8,63 persen.
Keterserapan lulusan inilah yang menjadi salah satu latar belakang mengapa, revitalisasi kerjasama DUDI dengan SMK menjadi salah satu fokus perhatian Inpres 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia. DUDI tidak boleh lagi hanya menungggu tersedianya tenaga kerja yang terampil tanpa bersedia terlibat dalam proses pembentukannya. Demikian juga para pengelola SMK, khususnya para kepala sekolah sebagai garda terdepan, harus aktif memanfaatkan peluang ini dengan cerdas dan kreatif untuk membangun hubungan holistik dan komprehensif dengan DUDI.
Namun demikian, kendati Inpres ini telah diterbitkan hampir 3 tahun yang lalu, bukan berarti persoalan hubungan SMK dengan DUDI selesai. Sebab cara pandang lama yang menganggap penyiapan sumberdaya manusia adalah tanggung jawab sekolah masih sangat kuat. Belum lagi lemahnya posisi tawar dan kemampuan pengelola sekolah dalam membuka pintu kerjasama, utamanya dengan DUDI berskala nasional dan internasional.
Karena itu keinginan kuat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah dengan menjabarkan Inpres tentang Revitalisasi SMK dengan Road Map Revitalisasi SMK Provinsi Jawa Tengah harus disambut hangat oleh para pengelola satuan pendidikan SMK. Sebab dalam road map ini kerjasama dengan DUDI menjadi salah satu isu penting yang ingin diselesaikan, disamping tiga isu penting lainnya yaitu tenaga pendidik dan kependidikan, penyelarasan kurikulum dan sertifikasi kompetensi.
Memang perlu langkah kongkrit untuk mempertemukan DUDI dengan SMK dalam sebuah kerjasama yang setara dan sepadan. Tujuannya agar SMK tidak gagap menjawab tantangan karakteristik kerja yang akan menyertai hadirnya revolusi indusri keempat. Juga berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan disertai dengan mobilitas dan persaingan tenaga kerja secara bebas antar negara.
Namun untuk membangun hubungan holistik diatas prinsip kesetaraan dan sikap saling menghargai ini tidak mudah. Sebab ada banyak persoalan yang dihadapi mulai posisi tawar SMK yang lemah, kurikulum yang belum maksimal diselaraskan, sarana dan prasarana yang belum sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, kurangnya guru produktif hingga cara pandang DUDI yang menganggap penyiapan tenaga kerja terampil adalah tanggung jawab lembaga pendidikan.
Hubungan holistik
Rencana pembentuk tim sekolah vokasi yang terdiri dari para pemangku kepentingan diharapkan dapat menjadi pendamping dan jembatan terbangunnya kerjasama antara SMK dan DUDI. Bahkan mungkin perlu dipertimbangkkan pembentukan tim vokasi di tingkat kabupaten yang jika dikelola dengan baik bisa menjadi cara yang efektif dan rasional. Pemerintah Kabupaten harus ambil bagian aktif untuk mempertemukan SMK – DUDI dan tidak seharusnya berpangku tangan, dengan dalih pembinaan SMK adalah kewenangan provinsi.
Disamping itu perlu adanya insentif bagi DUDI yang ambil bagian secara aktif dalam proses pengembangan SMK. Agar bentuk kerjasama ini lebih permanen, mungkin perlu ada payung hukum yang jelas. Karena itu perlu dilakukan kerjasama holistik dan komprehensif antara SMK dengan DUDI. Skema kerjasama bisa dilakukan melalui pengembangan dan implementasi strategi dual system.
Strategi ini harus dirancang bersama antara sekolah dengan DUDI untuk memastikan kurikulum selaras dengan kebutuhan dunia kerja dengan memadukan secara sistematis program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian melalui praktek di dunia kerja sesuai dengan orientasi kompetensi yang ingin dicapai.
Disamping kurikulum, strategi dual system juga mensyaratkan pengelolaan prakerin dan magang kerja dilakukan dengan mengimplementasikan kompetensi industri kedalam pembelajaran. Dengan demikian kemampuan peserta didik yang didapat melalui latihan dan praktik di sekolah dapat diterapkan di dunia kerja pada saat prakerin. Karena itu harus disusun modul prakerin oleh SMK – DUDI yang dapat menjadi pedoman bersama untuk melakukan pendampingan, penilaian dan evaluasi. Sebab selama ini, kebanyakan prakerin hanya berdasarkan petunjuk teknis dan magang yang disusun sekolah tanpa melibatkkan DUDI.
Road Map Revitalisasi SMK Tingkat Provinsi Jawa yang telah dijabarkan cukup rinci dalam road map 9 bidang keahlian, hendaknya ditangkap oleh para pengelola satuan pendidikan sebagai usaha yang serius dari pemerintah provinsi untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing melalui SMK. Sudah seharusnya para pengelola satuan pendidikan segera mengimplementasikan road map ditingkat satuan pendidikan yang sudah disusun dengan mempertimbangkan potensi yang ada di daerah.
Menghadirkan teaching factory juga bagian penting strategi dual system. Tujuannya untuk memberikan pengalaman nyata kepada siswa untuk menghasilkan sebuah produk melalui transfer lingkungan industri kedalam ruang praktik di sekolah. Dengan demikian teaching factory dijalankan berdasarkan prosedur dan standar kerja yang sesungguhnya.
Pelibatan DUDI dalam menentukan standarisasi sertifikasi kompetensi juga bagian penting dari kerjasama DUDI dengan sekolah. Tujuannya agar sertifikat kompetensi yang dimiliki siswa diakui dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Karena itu koordinasi yang sungguh-sungguh antara Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Lembaga Sertifikasi Profesi, DUDI dan SMK dalam menentukan standar kompetensi siswa perlu dilakukan.
Demikian juga kerjasama dalam peningkatan kualitas guru melalui program magang. Tujuannya agar guru produktif dapat memahami perkembangan dunia industri serta mengimplementasikannya dalam proses proses pembelajaran. Disamping itu peran sekolah rujukan juga sangat penting bagi pengembangan SMK secara keseluruhan, utamanya bagi sekolah aliansi. Demikian juga peran peran sekolah yang ditetapkan menjadi pilot project pengembangan revitalisasi yang harus bekerja lebih sungguh-sungguh, agar sekolah yang lain juga dapat belajar mengelola satuan pendidikan yang baik.
Disinilah nampak betapa sangat pentingnya peran para kepala sebagai top leader dalam sebuah satuan pendidikan. Sebab eksekutor terakhir sebuah kebijakan, termasuk revitalisasi hubungan DUDI SMK adalah kepala sekolah yang menjadi nahkoda sebuah satuan pendidikan.
Kerjasama DUDI dan SMK adalah sebuah keniscayaan. Harapannya kerjasama ini dapat menjadi bagian dari program akselerasi untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang memiliki ketrampilan yang diperlukan oleh dunia kerja dan dapat menjamin keterserapan lulusan dalam dunia kerja sesuai dengan bidang keahliannya.
Oleh sebab itu peran serta DUDI dan SMK dalam menyiapkan sumberdaya manusia menurut saya adalah bagian dari tugas kebangsaan. Sebab berkaitan langsung dengan upaya mempersiapkan generasi muda Indonesia agar memiliki kualifikasi dan kompetensi untuk bersaing mengisi peluang kerja yang ada. Daya saing ini tentu berkaitan dengan martabat kita sebagai suatu bangsa. (*)
Indria Mustika,SP.d, M.Pd, adalah Ketua Jurusan Tata Busana di SMKN 2 Jepara