GROBOGAN – Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi di wilayah Kabupaten Grobogan mengalami kekeringan selama 7 bulan. Hal tersebut seperti yang dijelaskan Kepala BPBD Kabupaten Grobogan Endang Sulistyoningsih, Rabu (3/7) saat ditemui di kantornya.
Menurut Endang, kekeringan tersebut kemungkinan akan berakhir pada bulan Oktober 2019. Dari 19 kecamatan yang ada, terdapat 11 kecamatan yang terdampak kekeringan yakni di Ngaringan, Kedungjati, Gabus, Tanggungharjo, Kradenan, Karangrayung, Purwodadi, Brati dan Geyer.
“Sampai hari ini sudah ada 27 desa di 9 kecamatan yang mendapatkan droping air bersih. Total seluruhnya ada 86 tangki air dari BPBD. Kemarin Selasa (2/7), kita mengumpulkan badan usaha yang mau berpartisipasi dalam mengatasi bencana kekeringan ini. Kemarin, kita berkoordinasi dengan semua pihak yang mau membantu,” ujar Endang.
Endang memaparkan, guna melakukan antisipasi terhadap kekeringan, sudah disosialisasikan pembangunan sumur air tanah, embung, dan instalasi pengolahan air (IPA) terkait sumber air yang ada. Pihaknya berharap kepada masyarakat agar menghemat air apabila tidak terlalu penting, dikesampingkan lebih dulu.
“Yang jelas, untuk kebutuhan air bersih ‘kan sangat banyak sekali. Saya mengimbau kepada masyarakat Kabupaten Grobogan agar menghemat air bersih. Apabila tidak terlalu penting dikesampingkan dulu. Kita harus hemat air, lagi pula untuk anak cucu kita ke depan, air tanah itu sebenarnya harus kita hemat dari sekarang,” tambah wanita yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Grobogan ini.
Masyarakat Jangan Terlena dengan Api
Selain sulitnya mendapatkan air bersih pada saat musim kemarau, bencana yang menjadi momok selama musim kering ini adalah kebakaran. Pihak BPBD juga mengimbau kepada masyarakat agar lebih berhati-hati. Imbauan tersebut sudah disosialisasikan berulang-ulang melalui media sosial.
“Di musim kemarau ini sangat riskan akan kebakaran. Sedikit saja kita terlena dengan api, justru itu akan membahayakan kita sendiri. Kadang masyarakat itu mencari hal yang simpel, seperti instalasi listrik tidak memperhatikan standar kelayakan, jadi hal seperti itu membahayakan. Mayoritas kebakaran terjadi akibat konsleting listrik dan arena bediang ternak. Apalagi di muim kemarau disertai angin kencang, maka masyarakat diminta lebih berhati-hati,” pungkas Endang.
suarabaru.id/Hana Eswe.