SEMARANG – Melibatkan perempuan dalam penanganan masalah sanitasi dan air bersih akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan . Sejauh ini penangangan infrastruktur hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup masih didominasi laki-laki. “Perlu mempertimbangkan kebutuhan dan peran yang berbeda antara perempuan dan laki-laki baik di rumah tangga maupun masyarakat. Perempuan perlu dilibatkan ” , kata Agustina Erni, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) , Jumat (12/10) di Hotel Grand Arkenso Park View.
Di depan peserta Focus Group Discussion (FGD) Agustina menambahkan perlunya percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) bidang sanitasi dan air bersih , seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019. Diskusi ini untuk mencari masukan dari masyarakat untuk penyusunan kebijakan baik di pusat maupun daerah, khususnya bagi institusi yang bertanggung jawab mengkoordinisasikan pelaksanaan , tambahnya.
Sementara itu nara sumber Hendy Hendharto , menyatakan dalam penyusunan program perlu fokus pada satu area atau daerah yang padat penduduk dengan tingkat kerentanan tinggi. Kurang terjaganya masalah sanitasi dan air bersih juga rentan terhadap penyakit infeksi antara lain tbc dan diare.
Kekeringan Ekstrem
Di Jawa Tengah terdapat 112 kecamatan, 276 desa di 21 kabupaten/kota di Jateng terdampak kekeringan ekstrem. Paling parah Wonogiri dan Grobogan. Hampir 50% desa krisis air bersih , kata Sri Winarna , PLT Kepala Dinas PPPA Pengendalian Penduduk dan KB Jawa Tengah saat membuka diskusi.
“Perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam masalah air bersih dan sanitasi. Sebagai pengguna, penyedia, pengelola dalam rumah tangga dan kesehatan keluarga. Perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terdampak negatif bila akses ar bersih dan sanitasi tidak dikelola secara adil dan merata” ujarnya. (suarabaru.id/hm)