PEKALONGAN (SUARABARU.ID) – Budayawan dan Pembina Rumah Literasi Waskita Atmo Tan Sidik mengatakan, Indonesia saat ini butuh terapi sastra untuk beningnya rasa. “Indonesia saat ini butuh diimbangi sastra dan rasa, sehingga melahirkan kata yang penuh makna yang lahirnya dari cahaya Yang Mahakuasa untuk kepentingan sesama,” ujar Atmo, saat diskusi dan bedah buku di Sanggar MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Kota Pekalongan, Senin (2/3).
Tokoh yang mendapat penghargaan nasional sebagai Maestro Budaya Pantura ini mengungkapkan, kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari puisi. “Karena inspirasi dalam penulisan puisi, tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Selain itu alam sebagai ayat kauniah, juga bisa sebagai inspirasi dalam menulis puisi,” tuturnya.
Diskusi yang dihadiri lebih dari 50 guru Bahasa Indonesia di Kota Pekalongan itu juga menampilkan dua penulis buku yang dibedah, yaitu Kurnia Kaha yang menulis buku kumpulan puisi “Debur-debur Rindu” dan Yon Wahyono yang menulis “Dikepung Badai Gurun”.
Dalam kesempatan itu Kurnia Kaha mengutarakan, buku antologi puisi ini adalah sebagai sebuah karya yang mengisyaratkan tentang rindu dan kasih sayang. Kurnia juga mengajak pengajar-pengajar lain agar lebih produktif lagi dalam menulis. “Semangat menulis untuk pengajar-pengajar bahasa harus ditingkatkan, dengan harapan ke depan bisa bertambah lagi penulis dari kalangan pendidik,” ujarnya.
Sedangkan Yon Wahyono mengisahkan, buku “Dikepung Badai Gurun” terinspirasi ketika dia berangkat ke tanah suci. “Inspirasi pertama saya menulis buku ini ketika saya naik haji, dan di sana saya menemukan banyak inspirasi yang bisa saya tulis,” tandasnya
Dia menambahkan, isi buku ini juga berisi tentang perjalanan kehidupan tentang suka-duka dan tentunya juga tentang protes sosial. “Ada beberapa tentang protes-protes sosial yang saya puisikan,” ujarnya.
Nur Muktiadi