blank
Kyai Mas Alwi bin Abdul Azis (Foto: koleksi keluarga).

JAKARTA (SUARABARU.ID)- Kyai Mas Alwi merupakan putra dari Kyai Abdul Azis bin Abdul Karim Ampel Sawahan Surabaya yang masih memiliki hubungan kekerabatan keluarga dengan Ampel, Sidasarma (Ndresmo), Kawatan, Peneleh, Keputran, Bureng, Rungkut, Tambak Sumur, Sono, dan Berbek.

blank
Dokumen resmi Nahdlatoel Oelama 1926 tercatat nama Kyai Mas Alwi sebagai A’wan. (Foto: Nuonline).

Kyai Mas Alwi menuntut ilmu keagamaan dari bimbingan langsung dari Kyai Abdul Azis, setelah itu beliau mondok dibeberapa pondok pesantren yang masih ada hubungan kekerabatan dengan beliau seperti di Sidasarma (Ndresmo), Bureng, Sono Buduran dan Kedungcangkring. Beliau memiliki beberapa saudara antara lain Kyai Abdullah, Nyai Nur Aminah, Nyai Chodijah, Nyai Fatimah dan Kyai Mustofa.

Perkembangan keilmuan Islam dan kondisi politik Hindia Belanda maupun internasional di Surabaya akhir abad 18 sehingga sangat berpengaruh dalam sosiologi dan kondisi kemasyarakatan. Banyak munculnya organisasi Islam modern maupun organisasi-organisai diskusi di kalangan intelektual muda, Saudagar dan Ulama.

Tidak hanya itu munculnya golongan-golongan yang menghilangkan talqin mayit atau pertanyaan di alam kubur, menghilangkan sunnah ziarah kubur, menghilangkan keutamaan sholawat, menghilangkan tabarruk auliya’, menghilangkan tawassulan menghilangkan tahlil, kemudian berkembangnya Ajaran Qodariyah, Ajaran Jabariyah, Mujassimah, Ajaran Ahmadiyah, Ajaran Syi’ah, Ruwabidho, Khawarij dan lain-lain, maupun gerakan dan ajaran dari beberapa pemikiran pembaharuan Islam yang disebarkan oleh beberapa Filosof seperti Ibnu Arrobi, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh maupun Farid Wajdi dan juga menyelidiki tentang gerakan Renaissance oleh para Misionator yang dikirim oleh Misionaris 3G (Gold, Glory, Gospel) yang dimotori oleh Christiaan Snouck Hurgronje.

Kyai Mas Alwi yang baru menyelesaikan perjalanan mondoknya pada akhirnya harus berpikir dan bertindak bagaimana menyelamatkan umat dan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh mulai memudarnya rasa cinta terhadap tanah air (nasionalisme) khususnya di Surabaya. Kyai Mas Alwi yang punya kebiasaan membaca, mempelajari, menganalisa dan mengidentifikasi permasalahan dengan mengumpulkan kitab-kitab maupun buku-buku tentang perkembangan Islam dan Ideologi-Ideologi itu akhirnya bertemu dengan beberapa saudaranya antara lain Kyai Abdul Wahab, Kyai Mas Mansyur, Kyai Ridwan Abdullah, dan lain-lain. Seringnya beliau-beliau bertemu di warung kopi Sasak yang kemudian berlanjut di Langgar Keluarga (Langgar Fatchul Karim Kalimas Udik) melanjutkan diskusi dan musyawarah untuk bergerak dan mengimplementasikan hasil musyawarah tersebut.

Nahdlatul Wathan

Kyai Mas Alwi bersama Kyai Abdul Wahab (Kertopaten Surabaya/Jombang), Kyai Mas Masyur (Sawahan Ampel Surabaya) dan Kyai Ridwan Abdullah (Bubutan Surabaya) mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan di Kawatan Surabaya tahun 1914 yang dibiayai oleh Kyai Abdul Kahar (Kawatan) dan beberapa Saudagar di Surabaya.

Selang satu tahun berdirinya Nahdlatul Wathan, pada tanggal 2 November 1915 pada Musyawarah Pengurus dengan tujuan untuk mempromosikan pendirian sekolah agama di luar langgar-langgar pesantren yang sudah ada, dan lain-lain. Dalam Musyawarah Pengurus ini dihadiri oleh beberapa tokoh-tokoh pergerakan di Surabaya, salah satunya adalah Pimpinan Sarekat Islam yaitu Hadji Oemar Said Tjokroaminoto.

Dalam kesempatan ini Tjokroaminoto berpidato menyampaikan salah satu masalah yang terjadi pada Tokoh-Tokoh Pergerakan adalah sedikitnya kebulatan tekad dari para tokoh-tokoh tersebut dalam pergerakan dan perjuangan propaganda dakwah dan penyebaran Islam. 

Pada tahun 1916 Madrasah Nahdlatul Wathan mendapatkan Recthpersoon (Legalitas Hukum) dengan Susunan Kepengurusan, Direktur: Kyai Abdul Kahar (Kawatan Surabaya), Kepala Sekolah: Kyai Mas Mansyur (Sawahan Ampel Surabaya), Ketua Dewan Guru (Keulamaan): Kyai Abdul Wahab (Kertopaten Surabaya/Jombang), Anggota: Kyai Mas Alwi (Sawahan Ampel Surabaya) dan Kyai Ridwan Abdullah (Bubutan Surabaya).

Setelah mendapatkan Recthpersoon (Legalitas Hukum), pada tahun 1917 Madrasah Nahdlatoel Wathan melakukan pemberitahuan membuka pendaftaran bagi anak-anak kaum Muslimin untuk menyekolahkan anak-anak mereka di Madrasah Nahdlatoel Wathan Kawatan.

Tepat pada tahun 1919 di District Wonokromo didirikan Madrasah sebagai afiliasi Nahdlatul Wathan yang dinamakan Akhul Wathan. Madrasah Akhul Wathan untuk sementara bertempat di Langgar H. Ikhsan, akan tetapi direncanakan untuk mendedikasikan tempat yang lebih luas. Madrasah ini dibiayai oleh H. Ikhsan dan H. Ahmad Marzuki (Bureng) atas saran dan petunjuk dari Kyai Sepuh Bureng (Kyai Syarif bin Tholhah) yang kemudian Kyai Syarif ini ditunjuk sebagai Penasehat Madrasah.

Madrasah Akhul Wathan menunjuk Kyai Mas H. Alwi Sepanjang seorang Ulama untuk menjadi Guru bersama Kyai Mas H. Alwi Sawahan dan Kyai Alwi Wonokromo beserta beberapa Guru Nahdlatul Wathan Kawatan. Dalam pendirian Madrasah Akhul Wathan di Wonokromo ini dihadiri oleh beberapa Pengurus Nahdlatul Wathan seperti Kyai Mas Mansyur, Kyai Abdul Wahab dan Kyai Ridwan Abdullah.

Setelah Kyai Mas Mansyur mengundurkan diri dari Nahdlatul Wathan pada tahun 1922, pimpinan dari kalangan alim ulama masih dipertahankan. Pimpinan Sekolah: Kyai Abdoel Wahab Chasboellah (Kertopaten, Anggota Guru: Kyai Mas Alwi bin Abdoel Azis (Sawahan), Kyai Ridoewan Abdoellah (Boeboetan), Kyai Abdoellah Oebaid (Kawatan), Kyai Nachrowi,  Kyai  Abdoel  Halim  (Pacarkeling/ Leuwimunding), Kyai Amin (Kemajoran), Kyai Amin Praban.

Taswiroel Afkar

Perkumpulan Soeria Soemirat Taswiroel Afkar merupakan forum diskusi/musyawarah para Saudagar Muslimin dan Ulama terkait gagasan-gagasan dan perjuangan dalam hal ketaukhidan/keagamaan sebagai bentuk perjuangan dan pergerakan menyatukan tekad dalam propaganda dakwah dan penyebaran agama Islam yang bermahdzab. Perkumpulan ini didirikan pada tahun 1914 di Ampel Surabaya.

Kepiawaian H. Hasan Gipo dalam berorganisasi tidak dapat dipungkiri lagi, pengalaman H. Hasan Gipo sebagai Wakil Ketua Surat Kabar Oetoesan Hindia yang dibentuk tahun 1913 oleh Sarekat Islam, akhirnya diterapkan dalam Taswiroel Afkar dengan membentuk dan membuat Surat Kabar yang dinamai Swara Taswiroel Afkar. Dalam Swara Taswiroel Afkar tahun 1919 ini seringkali memuat tulisan/ artikel dan khutbah-khutbah/pidato keagamaan dari Kyai Abdoel Wahab, Kyai Mas Alwi bin Abdoel Azis dan Kyai Dahlan Ahjad Kebondalem.

Pada tanggal 18-19 November 1918 Perkumpulan Taswiroel Afkar mengadakan pertemuan besar yang dihadiri oleh 1000 orang anggota perkumpulan dengan tujuan memperjelas tentang Agama Islam. Setelah Kyai Mas Mansyur membuka musyawarah pertemuan, Ahmad Djais mengajukan beberapa pertanyaan dalam menghadapi perselisihan yang muncul di antara para ahli hukum Islam terkait informasi yang beliau dapat mengenai, a. perjamuan  keagamaan untuk menghormati orang yang meninggal; b. Talqin (pertanyaan di dalam kubur); dan c. Cium tangan.

Kemudian Kyai Mas Alwi salah satu pengurus Tashwirul Afkar mengambil alih forum dan angkat bicara. Apa yang dia katakan bermuara pada fakta bahwa seseorang yang bertanya dengan cara yang biasa dan yang tujuannya hanya untuk mengajukan pertanyaan dan menyelesaikannya sampai akhir harusnya mendapat teguran keras. Perselisihan dalam pertemuan seringkali terjadi dan mengingatkan perkumpulan ini diharapkan mampu memberikan jalan keluar terhadap permasalahan-permasalahan maupun isu-isu keagamaan yang diangkat oleh kelompok-kelompok tertentu.

Pada Rapat Umum Anggota Taswiroel Afkar tanggal 18-19 Oktober 1919 yang dipimpin oleh Kyai Mas Mansyur dan dihadiri sebanyak 250 anggota serta memutuskan kepengurusan antara lain: President: Kyai Dahlan (Kebondalem Surabaya), Wakil Presiden: Kyai Mas Mansyur, Sekretaris: S. Mangunredjo, Bendahara: Kyai Said (Ampel Kejeron), Direktur: Kyai Hasan Gipo, Penasehat: Kyai Dahlan (Kebondalem Surabaya).

Pertemuan Taswiroel Afkar yang di Gedung Perhimpunan Soeria-Soemirat Taswiroel Afkar Ampel Surabaya pada tanggal 04 Februari 1922 yang dihadiri oleh kurang lebih 260 anggotanya menghasilkan semua usaha yang tidak melanggar agama dan peraturan Negeri.

Dalam pertemuan ini Taswiroel Afkar, pengurus Taswiroel Afkar akan membuat kitab yang diberi nama Stawaratoel Afkar yang akan dikeluarkan setiap bulan untuk anggotanya, Kyai Mas Alwi akan membaca kitab ini pertama kali dan kemudian yang kedua adalah Kyai Abdul Wahab. Selain membuat keputusan membuat kitab, Taswiroel Afkar juga memutuskan mengangkat dua penasehat yaitu Kyai Hasyim Tebuireng Jombang dan Kyai Muhammad Faqih Maskumambang Sidayu.

Pada tanggal 23-24 November 1924 Perhimpunan Soeria Soemirat Taswiroel Afkar mengadakan Rapat Umum Anggota di Gedung Soeria Soemirat Ampel Surabaya dihadiri oleh 210 anggotanya yang menetapkan Kyai Mas Alwi sebagai Voorzitter (Presiden) dan Kyai Abdul Hamid Faqih sebagai Vice Voorzitter, H. Hasan Gipo sebagai Komisaris, Kyai Muhammad Faqih Sidayu dan Kyai Muhammad Hasjim Jombang sebagai Penasehat.

Dalam Rapat ini juga menetapkan guru-guru antara lain Kyai Achmad Dahlan Kebondalem, Kyai Abdul Wahab Kertopaten, Kyai Maksum Jombang, Kyai Abdul Madjid Kolektur, Kyai Masduki Praban, Kyai Muhammad Ampel Maghfur dan Kyai Abdullah Kawatan

Pada Rapat Umum tanggal tanggal 24-25 Oktober 1925 yang dipimpin oleh S. Mangunredjo menunjuk Kyai Mas Alwi sebagai Presiden, S. Mangunredjo sebagai Sekretaris dan Kyai Abdul Wahab sebagai Penasehat.

Nahdlatul Ulama

Kyai Mas Alwi yang mengusulkan nama Jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai wadah organisasi kumpulan ulama pada Deklarasi tanggal 31 Januari 1926. Dalam kepengurusan Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) Tahun 1926, Kyai Mas Alwi bin Abdul Azis (Sawahan Ampel Surabaya) masuk dalam jajaran Syuriyah sebagai A’wan.

Pada tahun 1928, Kyai Mas Alwi menggantikan Kyai Abdul Wahab (Kertopaten Surabaya/Jombang) sebagai Katib dan pada tanggal 6 Februari 1930 setelah Nahdlatul Ulama mendapatkan Recthpersoon (Legalitas Hukum), Kyai Mas Alwi tetap menjadi Katib. Dalam laporan administrasi Pemerintah Kolonial Belanda tentang Asosiasi/Organisasi Pribumi, Nahdlatul Ulama masuk dalam salah satu Organisasi Keagamaan Pribumi, dimana Kyai Mas Alwi sebagai Sekretaris Dewan Penasehat bersama Kyai Amin dan Kyai Abdul Halim.

Pada Swara Nahdlatul Ulama yang digunakan sebagai media informasi dakwah agama dan organisasi, Kyai Mas Alwi sebagai penulis artikel bersama Kyai Abdul Wahab, Kyai Dahlan Ahjad, Kyai Ridwan Abdullah dan Kyai Abdullah bin Ali, dimana Redakturnya dijabat oleh Kyai Abdul Wahab dan Kyai Hasan Gipo sebagai Administrator/Direktur.

Wafatnya Sang Propaganda dari Ampel

Pada bulan Oktober 1931 Kyai Mas Alwi bin Abdul Azis menghembuskan nafas terakhir dan meninggalkan sahabat-sahabat sepergerakan dan seperjuangan dalam memperjuangkan Islam yang bermadzhab dan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.

Sahabat Kyai Mas Alwi bin Abdul Azis yang paling terpukul dengan kepergian beliau adalah Kyai Abdul Wahab dan salah satu Kyai yang menjadi rekan diskusi antara Kyai Mas Alwi dan Kyai Abdul Wahab. Kepergian beliau meninggalkan kesedihan bagi Kyai Abdullah Ubaid dan Syubannul Wathan, karena beliau merupakan Guru dan Kakak bagi Kyai-Kyai Muda yang berada dalam Syubannul Wathan.

Kyai Mas Alwi dimakamkan di Makam Keluarga Ampel yang berada di Rangkah, dimana Makam Rangkah ini dikelola oleh Keluarga Sagipo. Di sekitar lokasi makam Kyai Mas Alwi bin Abdul Azis juga terdapat makam Kyai Tamhid dan Nyai Fatimah kakak dari Kyai Abdul Azis serta terdapat juga makam Keluarga Peneleh Surabaya.

*Artikel ini tayang atas izin dari keluarga besar Kyai Mas Alwi bin Abdul Azis.

ua