blank
Anis Sholeh Ba’asyin dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman ‘Meniti Langit, Menapak Bumi’ yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (18/1)

PATI (SUARABARU.ID) – Memasuki tahun ke -13, Suluk Maleman tetap konsisten mengajak masyarakat untuk menjaga nurani di tengah carut marut peradaban. Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas Suluk Maleman, kembali menekankan pentingnya bersikap adil agar tak mudah terombang-ambing. Untuk itu manusia perlu menjaga kuda-kuda keberadaannya, yaitu nurani dan akal sehat, agar tak gampang digoyang badai pengaruh buruk.

“Di Amerika misalnya, tiktok sampai dibanned karena digunakan warga untuk menyuarakan pembelaan terhadap Palestina. Mereka memiliki kesadaran memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menggaungkan suaranya di ruang publik,” jelas Anis.

Di Indonesia pun media sosial acap dipakai untuk tujuan serupa, sehingga ada ungkapan ‘tak viral, tak ditindak-lanjuti”. Meski harus diakui, secara umum media sosial di sini lebih banyak dipakai oleh kekuasaan untuk mengendalikan opini publik.

Fakta ini setidaknya memberi kita gambaran betapa cara berpikir kita sebenarnya gampang dibentuk lewat gelontoran opini yang dilakukan pihak-pihak tertentu lewat media sosial.

“Maka penting punya kemampuan untuk menentukan sikap dari awal, agar tak mudah diatur pendapat dari luar. Ibaratnya tak punya kuda-kuda, jadi sedikit saja disenggol sudah jatuh,” tambahnya.

Menurut Anis, penajaman nurani menjadi penting dalam penentuan sikap tersebut, karena pada dasarnya otak bukanlah penilai kebenaran, tapi sumber pembenaran.

“Adanya bias kognitif membuat kita sulit membedakan mana yang benar dan yang salah; dan hanya mampu membangun pembenaran bagi suatu situasi” ujarnya.

“Sekarang ini kita banyak dihadapkan dengan ironi dan dilema. Kebakaran besar di L.A. misalnya. Karena masyarakat dunia sedang menyorot peran besar pemerintah Amerika dalam genosida di Palestina; akibatnya simpati terhadap kejadian ini cenderung sepi atau bahkan nihil. Itu bisa dilihat dari tak adanya tagar Pray For L.A. bersliweran di media sosial. Sebagian bahkan menganggap bahwa kejadian tersebut adalah hukuman bagi pemerintah Amerika,” jawab Anis ketika seorang peserta bertanya tentang kejadian tersebut.

Dalam acara yang bertajuk ‘Meniti Langit, Menapak Bumi’ tersebut, Anis kembali menegaskan pentingnya manusia untuk menyadari bahwa sejatinya dia adalah mahluk ruhani yang berada di alam jasmani. Semua peristiwa yang terjadi sekarang pada dasarnya hanya menegaskan bahwa kesadaran tersebut telah tergerus, karena peradaban hampir sepenuhnya dikendalikan oleh kepentingan jasmani.

Anis kemudian mengutip pendapat yang menyebut bahwa ada pola yang berulang dalam sejarah peradaban manusia, yakni semakin maju capaian teknologi sebuah peradaban maka akan semakin jebol moralitas manusianya. Hal itu setidaknya bisa dirasakan saat ini.

“Sistem pendidikan sebagai lembaga transmisi pengetahuan, lebih berorientasi ke soal jasmani dengan turunannya yang bersifat duniawi; dan luput dari tugas utamanya untuk mengantar manusia menemukan fitrah kemanusiaannya. Akibatnya kejahatan terbesar adalah kejahatan kerah putih, yang dilakukan oleh kalangan elite terpelajar. Ironisnya, karena berulang, kemudian malah dianggap normal,” satirnya.

“Hal terpenting adalah percaya akhirat. Percaya akhirat artinya percaya apa pun yang kita kerjakan saat ini akan punya konsekuensi di masa depan. Masa depan itu bisa rentangnya pendek, lima-sepuluh-lima belas tahun dan seterusnya, mau pun sampai dengan setelah kita mati,”

Menurut Anis, kesadaran tentang konsekuensi ini yang sekarang cenderung hilang, dan diganti dengan kalkulasi yang hampir sepenuhnya ekonomis.

“Di Jawa dulu ada tradisi di mana orangtua nirakati anaknya, agar selamat dunia dan akhirat. Sekarang tradisi tersebut cenderung hilang, atau kalau ada tujuannya berubah: semata-mata agar anaknya sukses duniawi saja.”
Untuk menghindari ironi-ironi tersebut, Anis mengajak agar kita senantiasa membersihkan hati. Dengan begitu akan dituntun ke arah yang benar. Selain itu Anis juga mengingatkan agar kita selalu berkumpul dengan orang yang soleh. Dengan demikian pengaruh yang datang ke kita adalah pengaruh yang baik; karena soleh adalah kondisi orang yang selalu berupaya berbuat lebih baik.

“Seperti kalau berdekatan dengan penjual minyak wangi tentu akan ikut wangi,” imbuhnya.

Gelaran Suluk Maleman edisi ke – 157 itupun berlangsung hangat dengan iringan musik Sampak GusUran. Ratusan orang tampak menyaksikan dari Rumah Adab Indonesia Mulia maupun secara daring. Dalam acara yang digelar pada Sabtu (18/1) malam tersebut juga diadakan potong tumpeng sebagai peringatan Milad Suluk Maleman.

Ali Bustomi